Hati yang terbungkus..


Assalamu'alaikum Kak Hakim..

Waduh..dah lama ya nggak ketemu. Gimana kabarnya sekarang..? Dah sejahtera ya..? Semoga aja kayak gitu..
Btw, trims ya kemaren bantuannya. Bukan berarti aQ syirik ato semacamnya, tapi bener dech nggak ada bantuan kakak kemaren, kemana lagi aQ harus memperjuangkan cita" yang selama ini aku banggakan dan selalu teriakkan ini..?
Sejak kau berangkat menjelajahi dunia dengan segala pengetahuanmu, aku selalu berusaha keluar dari bayang" semu yang selama ini mengurungku. Sumpah aku nggak betah. Dan itu sedikit membuat impianku kadang terjatuh berantakan di lautan suram yang pernah aku singgahi. Mungkin kau juga tau itu.
Btw, aku tau kau ingin aku menceritakan keadaan disini kan..? Hmm..lebih baik aku mulai dari keadaan negerimu yang sudah 8 bulan kau tinggalkan ini.

Negeri yang dulu pernah kau banggakan ini sekarang sedang dilanda banyak musibah dan kegilaan. Tuhan kita memberikan tidak sedikit musibah di "Zamrud Katulistiwa"mu ini. Yang paling anyar adalah peristiwa jebolnya Situ Gintung di Karawang 27 Maret lalu. Belum lama setelah itu banjir bandang mengahantam 2 daerah di Sumatera Barat. So..
Pekan awal April sebuah pesta besar"an serentak terselenggara dinegerimu. Sohibul Hajjahnya si KPU..sayang banget kau melewatkannya Kak. Walaupun sebenarnya aku tau kau akan sama denganku menilai pesta ini. MUNAFIK. Ya, aku pernah menangkap sedikit omonganmu tentang PEMILU2009 ini. Banyak hal yang kau ungkapkan dan tak bisa aku tangkap sepenuhnya. Kau juga sepakati kalo Golput yang dikatakan MUI haram itu merupakan sebuah partisipasi politik juga kan..? Sekarang setelah Quick Count dilegalkan, diketahui Demokrat menjuarai 'kompetisi' ini Kak. Menyusul Golkar dan PDI Perjuangan dibelakangnya. Kau masih memendam kekotoran SBY kan di benakmu..??? Jangan sampai kau hilangkan itu Kak. Sebaiknya aku teruskan ya. Seminggu yang lalu, Demokrat dan Golkar yang kita tau sudah bahu-membahu membangun negeri ini dalam kurun waktu lima tahun terakhir harus berpisah karena visi yang mereka usung sudah tidak bisa berjalan beriringan lagi. Dan kau tahu, Jendral Nagabonar yang kau jagokan dengan sembilan partainya itu sepertinya kehabisan bensin untuk motornya mengahadapi mobil-mobil pesaingnya Kak menuju RI-1. Sebenarnya membicarakan politik yang sudah terkontaminasi dengan banyak racun di negeri kita ini terkadang membuatku mual. Hanya sebagai informasi buatmu yang ntar lagi meninggalkan Amerika Tengah menuju Itali untuk sekedar bertemu Totti aku menceritakannya Men..
Sedikit sama dengan keadaan negerimu ini, nasibku tengah melebur. Banyak hal yang membuat suasana hatiku tak karuan. Kehidupan sosialku, atau mungkin yang lebih spesifik persahabatanku dan kisah cintaku. Sebenarnya aku benci mengakuinya, tapi suwer itu jujur.
Persahabatan dan Cinta. Dua hal yang berkaitan dan akan memiliki irama saat keduanya dipertemukan. Dan saat ini irama yang muncul dari ketukan persahabatan dan cinta yang aku miliki ada di titik 'Sol'. Berbahaya untuk orang sepertiku yang masih labil. Belum memiliki banyak ilmu tentangnya. Karena baru" ini seorang sahabat mengarahkan aku untuk menghindari sebuah urusan tanpa aku menguasai ilmunya. Wuih..lumayan ruwet sich bagiku Kak. Hanya saja aku nggak lagi fokus mikir itu. Stay Cool Men. Itu kan yang sering kau ucapkan ke aku saat aku kalah maen PS melawanmu...?
Aku hanya bisa mengambil pelajaran bahwa "Hati manusia selalu akan berbolak-balik sesuai dengan kodrat penciptannya". Selengkapnya...

Geram Kedua Kalinya..


Dear Zein..

Kemarin adalah hari yang sangat melelahkan bagi kakak. Banyak kegiatan yang merupakan kelanjutan dari tugas-tugas UTS kakak kerjakan kemaren. Tapi lebih dari itu, ada satu hal yang membuat kakak sangat terpukul terkait kegiatan yang melelahkan itu. Dan ini tidak pernah kakak alami sebelumnya.
Kakak kira, kakak nggak akan cerita ini disini. Karena ini sangat pribadi yang tidak harus menjadi beban. Tapi sekali lagi, ini merupakan kenyataan pahit (cie..cie..) yang baru kali ini kakak alami.
Kemaren saat kakak mengikuti sebuah lomba yang diadakan kampus dalam rangka Rektor Cup, kakak kalah di semifinal. Ini sebuah pencapain yang sangat tidak bisa kakak terima. Bukan karena gengsi atau sebuah penyesalan karena salah menjawab soal yang mengurangi poin yang sudah kakak peroleh, terlebih karena kekalahan ini tidak murni dari kesalahan yang dibuat kakak dan teman-teman kakak. Ada sebuah alasan mengapa kakak wajib kecewa atas kekalahan ini. Kami merasa DICURANGI. Ya, kami merasa itu bukan sebuah kompetisi yang adil. Ada sebuah kebodohan dalam tubuh panitia dan tentu ini bisa dikatakan sebuah hal yang wajib dibenahi oleh panitia yang merupakan anggota dari JF. Benar-benar tidak profesional.
Kakak kira bukan tindakan terpuji jika kakak menyebutkan kebodohan-kebodohan mereka disini. Biar kakak dan temen-temen kakak kemaren aja yang tau dan biarkan mereka intropeksi walau itu terkesan sulit terealisasi bagi mereka.
Hufmm hah..daripada itu ada beberapa hal yang harus kakak jadikan bahan intropeksi bahwa kita tak akan belajar bila tak pernah melakukan kesalahan. Selengkapnya...

Aku Manusia (6)..



Dunia sesak dengan rasa pahit
Ketika semua yang dilihat serasa menyempit
Bukankah itu karena kau yang sedikit
menganggap keagungan adalah penyakit

Tidak. Itu rasanya tidak benar.
aku keliru menilai sekelilingku dengan mata
sehingga kuragukan hati saat mengoceh

Kusetir kerinduan api amarah dalam-dalam
menyeruak, membuncah mendengarkan kesah
Begitu, rasanya keberadaan ini harus berdarah

Menusuk tangan syetan di telapak pikiran
Kemegahan langit memudar kehitaman
disiang hari yang penuh kebahagiaan

Mentah, karena sekarat akan beban
jujur, aku tak ingin nilai itu kuberikan

Menjadi buruk dengan tanda-tanda
bahwa aku bukan manusia seperti dia

Ingin rasanya berhenti bermimpi
Menyandang kekuatan bumi dan berdiri
Tak usah tegak, aku sudah belajar mandiri
Bukan ini yang akan musnah karena duri
Tapi perisai yang melindungi harga diri
Kehormatan bisa aku dapat saat berlari

Apa aku berbohong..?
Ini bukan omong kosong

Bukan sekedar bualan
juga bukan ucapan orang gila
Tapi kepenatan dari pikiran
Selalu mencari tanpa tau selingan

Selanjutnya dua dunia itu terbang
dengan angkuh, bayangan putih hilang
bersama kabut di pagi cerah
apa aku terlihat berdusta..?

Burung sering berkicau dengan riang
Tapi ini bukan kicauan burung
juga bukan isapan jempol

Semuanya akan berakhir

Kenanglah keindahan sejarahmu
Kau pasti butuh itu
Terus berlalu
Namun tak pernah berlalu

Menanamkan bayang semu
dalam kecaman dunia maya

Bukankah kau juga pesakitan
Menangis dan tertawa bersamaan

Kau anggap kau orang tenang..?
Gila, bisa jadi seperti itu
Karena kau belum tau siapa dirimu

apa tujuanmu selama ini..?
apa yang kau tuju..?
apa benar kau punya tujuan..?


Sumenep, 31 Jule 2007
Selengkapnya...

Obrolan Perjalanan Semalam..


Siang itu matahari serasa membakar kulit. Sangat tidak bersahabat. Aku liat jam di Hpku sudah menunjukkan angka 11.56 dan cuaca panas ini terus memberikan suatu peringatan bahwa bukan ide bagus berangkat ke Malang ditemani terik sinarnya yang menyengat. Ya, hari Sabtu siang kemarin aku melakukan perjalanan ke Malang setelah sebelumnya dua hari berada di Madura untuk turut berpartisipasi terhadap Pemilu Keparat 2009 ini.
Aku dan temenku saat itu tau akan keadaan ini, tapi rencana dan janji tidak dapat diubah semau kita. Kami punya rencana dan janji pada dua orang kawan yang tidak mungkin untuk kami ingkari. Tapi aku tidak akan membicarakan tentang perjanjian ini. Aku hanya ingin menggambarkan pada para pembaca tentang perjalanan melelahkan kami berdua kemarin. Fiuhh..aku rasa bisa kita mulai kan..?
Seperti yang kuceritakan diatas, siang itu sangat panas. Dedaunan dan pohon” yang berdiri disamping jalan tau itu. Berdua kami mengenakan jaket yang terbuat dari kain yang ringan. Temanku yang memakai jaket warna abu” terus mencoba berkonsentrasi mengemudikan motornya untuk kemudian lebih mengabaikan panasnya cuaca siang itu. Aku sendiri dengan jaket coklat berharap keluhan itu tidak aku ucapkan lagi dengan mengenakan topi.
Sekitar dua kilometer perjalanan aku membuat sebuah kecerobohan. Hah..? Topi yang aku kenakan terbang di terpa angin. Untung saat itu tidak ada mobil yang meremukkan topi itu. Huff..dan ini membuat aku dimarahi temanku. Rasanya dengan usahanya untuk konsentrasi itu, kesalahan sekecil apapun tidak bisa dimaafkan. Oke, aku mengerti. Perjalanan berlangsung kembali.
Sebelumnya aku ceritakan bahwa perjalanan ini dari Sepulu, sebuah desa sekaligus kecamatan tempat tinggal kami di Bangkalan Madura menuju kota yang saat ini menjadi domisili kami, Malang. Untuk itu kami harus melewati pelabuhan penyebrangan selat Madura, Surabaya, Sidoarjo, Pasuruan untuk sampai di kota yang katanya dikenal dengan Kota Pendidikan, Malang.
Cerita dilanjutkan sesampainya kami di pelabuhan Kamal. Pelabuhan untuk menyebrangi selat Madura. Seharusnya tidak ada masalah dengan pelabuhan ini. Tapi kemudian keluhan datang akan penumpang yang bejubel dan sekali lagi, cuaca yang panas.
Kami dengan ribuan penumpang lainnya harus berbagi antrian untuk banyak hal. Beli karcis, masuk kapal dan menempatkan kendaraan di atas kapal.
Tepat setelah kami mendapatkan tempat di belakang kapal (aku lupa apa sebutan untuk belakang kapal..!?), kami memutuskan naik ke lantai dua dari kapal ini. Dan aku lupa satu lagi kenyataan bahwa kami juga harus berbagi tempat duduk di kapal feri ini (sebutan untuk kapal penyebrangan..).
Sesampainya di Surabaya, kami sempat mendatangi dua tempat yang semestinya tidak ada dalam rencana perjalanan kami, yaitu GAMA MOTOR, toko onderdil resmi Vespa yang ada di jalan Indrapura untuk membeli beberapa barang terkait dengan keanggotaan temenku sebagai KOMPAS (KOMunitas vesPA Sepulu), dan tempat kost kakakku di daerah Stikes Yarsis tempat Ia kuliah untuk mengembalikan digi.cam dan menyampaikan beberapa pesan dari keluarga.
Setelah sedikit nyantai sejenak dan menyegarkan badan dan wajah, sekitar jam empat sore kami meneruskan perjalanan (yang sedikit) sial ini menuju kota berikutnya, Sidoarjo.
Kesialan yang berbuah keresahan ini diawali saat kami merasa ada yang aneh pada sepeda motor yang kami tunggangi sesampainya di Sidoarjo. Temenku bilang knalpotnya bocor dan harus segera dibengkelin untuk menghindari copotnya onderdil satu-satu.
Sejauh kurang lebih tiga kilometer kami melirik kanan kiri guna mencari bengkel yang dapat meredakan keresahan kami sampai akhirnya kami menemukan sebuah bengkel di kiri jalan. Sekali lagi, “Cuacanya panas nich..!”
Tak berhenti disitu saja, keresahan sekali lagi muncul ditandai dengan bunyi”an aneh dari roda depan kami. Setelah beberapa kali kami menghentikan motornya untuk diperiksa, akhirnya kami memutuskan untuk mengabaikannya (walau sebenarnya takut juga sich..!?) dan menuju kota berikutnya, Pasuruan.
Tidak banyak hal yang bisa diceritakan di Pasuruan. Antrian seperti biasanya di sepanjang jalan Raya Gempol ditambah udara panas yang menemani dan sesekali ikut menghantam bersama dengan debu jalanan menjadi cerita yang sudah biasa AKPER (AnaK PERjalanan) alami. Indahnya pemandangan dan banyaknya pabrik air mineral dalam kemasan menjadi hiasan mata orang-orang yang lewat di sepanjang jalan termasuk kami. Terbenamnya matahari dan berkumandangnya Adzan Maghrib ikut menandai tibanya kami di Malang.
Lawang, sesuai dengan artinya yang berarti ‘pintu’ adalah gerbang masuk ke kota Malang. Dengan semangat motor kami melalui berpendarnya cahaya matahri pada ilalang-ilalang di kanan-kiri jalan raya yang kami lewati. Nyaris tak ada yang bisa kami keluhkan setibanya disini. Udara yang tak lagi panas dengan sejuknya menyentuh pori-pori kulit dan menyeka peluh yang kami rasakan. Mungkin terdengar berlebihan. Tapi setidaknya kami tak lagi mengeluhkan panas dan debu berterbangan yang kami takuti menghilangkan manisnya wajah kami. He hee..
Singosari menjadi kecamatan kedua yang kami lewati. Disini temenku semakin kencang mengemudikan motornya. Namun, disini pula bencana terjadi. Ditengah perjalanan yang sangat menyenangkan dengan menikmati alam, tiba-tiba..”Breett..”, aku tidak tau pasti suaranya, tapi mungkin bisa sedikit mengimajikan suara motor mogok.
“Kenapa ne Him..?”, sembari kaget aku bertanya.
“Sepertinya bensinnya abis Mim..”.
“Hah..? Disini..? Sekarang..? Ya baguslah..”.
“Hmm..”. Ya, motor kami mogok. Bensinnya habis. Dan kami terpaksa harus melakukan kegiatan yang paling dihindari orang yang sedang berkendara: ‘Ayo dorong..!’
Tidak ada cara lain selain mendorong motor ini sampai menemukan tempat untuk membeli bensin. Kami pun dengan semangat yang sedikit mengendor mendorong motor sejauh mungkin. Tak kami hiraukan semua pandangan yang mengarah pada kami. Walaupun sebenarnya ada rasa malu yang terlalu berat untuk akmi singkirkan.
Setelah sekitar dua ratus meter mendorong, kami berhadapan dengan jalan menurun yang menguntungkan. Tentunya membri respon positif. Tanpa basa-basi kami kembali menunggangi motor dan “Ngeengg..”, motor kami melaju. Sepertinya motor kami juga senang meluncur tanpa harus menghidupkan mesin.
Namun, rasa senang itu segera menjadi beban bagi kami.
“Waduh..tanjakan nich Mim..”, temanku memberi peringatan beban yang harus kami tanggung sebentar lagi. Kami pun mencoba memberikan respon sepositif tadi. Dan huhf..kami pun mendorongnya sekuat tenaga hingga ke atas. Tapi sial tenaga kami sudah habis untuk acara semangat dorong-mendorong tadi di bawah sampai ke atas sini.
Untuk meringankan beban ini, kami pun ngobrol gaya jadul yang sudah lama kami tidak perankan. Sebelumnya perlu diketahui kami adalah satu angkatan dari TK dulu dan masih bertahan sampai saat ini.
“Kamu masih ingat liburan TK Cawu I kita di Malang..? Sudah lama banget ya..? Dan sekarang kita bolak-balik ke Malang untuk masing-masing urusan kita..! Dan bahkan pelabuhan untuk sebuah cita-cita..!”, temenku membuka obrolan ini dengan mengenang masa imut kita dulu.
“Ya, kadang aku juga merasa masa-masa seperti itu tidak ingin berlalu dan terus kita rasakan. Tapi itu hanya pikiran bodoh. Banyak yang akan kita lakukan di depan dan tidak akan berpengaruh pada masa itu..”.
“Jujur kadang aku iri pada kalian. Kalian sudah berhasil menjadi orang setengah jadi yang siap untuk dipakai. Aku yang amburadul seperti ini bahkan tidak tau apa yang terjadi esok. Apa kamu yakin bisa bertahan dengan kehidupan kita yang seperti ini menghadapi dunia yang semakin keparat ini Mim..”.
“Kehidupan seperti apa yang kamu maksud..?”.
“Kehidupan sosial kita yang pas-pasan ini. Kehidupan dengan gaya hampa dan tidak jelas ini..”.
“Kalo boleh aku bilang kehidupan ini yang aku merasa enjoy didalamnya. Kehidupan ini bukanlah suatu hal yang harus membuat kita malu kan..? miskin harta bukan berarti kita juga harus miskin hati dan cinta..! Bukan untuk dibebankan. Walaupun aku juga masih belum bisa bersyukur dengan kehidupanku yang sekarang..”.
“Ya, kamu pernah bilang kalo kaum yang pertama masuk surga adalah orang-orang miskin iya kan..? Kamu juga bilang kalo miskin juga bisa juga sebuah pilihan kan..?”.
“Ya aku ingat itu. Kenapa..?”.
“Aku hanya ingin bertaruh untuk itu. Aku sadar punya kekayaan hati pun bukan sebuah jaminan. Ada hal” lain untuk kita bisa sejahtera di akhirat ntar. Tapi setidaknya kita optimis dengan segala kekurangan yang kita miliki..”.
“Yup, bahkan untuk beribadah pun bisa jadi sebuah pilihan. Apakah kita akan mengingkari tujuan hidup kita atau sebaliknya..? Sama halnya dengan usia lanjut dan kedewasaan. Kamu kan yang sampaikan itu padaku..?”.
“Ya, aku liat tag line iklan (A-Mild) itu benar. Dan entah kenapa aku merasakan keduanya saat ini..?”.
“Dah ngerasa tua kali..! By the way, di depan kayaknya jual bensin tuch..!”, ucapku menunjuk bengkel didepan memberi isyarat selamatlah kita dari acara dorong-mendorong.
“Akhirnya..!”. Sebuah kata ujung dari kepasrahan itu mengakhiri komunikasi linear model New Comb (yang memberikan pesepsi yang sama dan selaras terhadap sebuah objek) kami.
Kami pun beli satu liter bensin untuk terus melaju sampai Tlogo Mas. Seperti kafilah yang menemukan air di tengah padang pasir, kami meloncat tanpa sadar dan langsung meluncur hingga akhirnya sampai di kost.
Sesampainya di kamar, mandi, shalat dan makan adalah kegiatan kami sebelum akhirnya merebahkan diri di atas kasur.
Perjalanan yang sedikit menguras tenaga untuk diceritakan. Tanpa banyak memikirkan hikmah apa yang terkandung di dalamnya, aku memberanikan menceritakan perjalanan ini setelah dipaksa beberapa kawan untuk menceritakan kisah konyol dengan kegiatan bodoh dorong-mendorong itu.
Selamat menikmati Bingkisan Cerita ini..
Selengkapnya...

Pengenalan Tokoh: Taufiq Ismail..


Sebagai seorang calon Jurnalis, hendaklah kita mengetahui tokoh-tokoh Penulis khususnya di bidang Jurnalistik. Oleh karenanya tulisan ini hadir mengisi kelangkaan pengetahuan akan tokoh-tokoh tersebut.


Mungkin salah satu tokoh yang aku rekomendasikan untuk kita ketahui bersama adalah Taufiq Ismail. Jurnalis yang juga seorang sastrawan-budayawan dan penyair besar ini dikenal dengan pernyataan tegasnya: “Bangsa tanpa sastra adalah bangsa tanpa nurani.”

Taufiq Ismail lahir di Bukittinggi, 25 Juni 1935. Masa kanak-kanak sebelum sekolah dilalui di Pekalongan. Ia pertama masuk sekolah rakyat di Solo. Selanjutnya, ia berpindah ke Semarang, Salatiga, dan menamatkan sekolah rakyat di Yogya. Ia masuk SMP di Bukittinggi, SMA di Bogor dan kembali ke Pekalongan. Pada tahun 1956–1957 Ia memenangkan beasiswa American Field Service International School guna mengikuti Whitefish Bay High School di Milwaukee, Wisconsin, AS. angkatan pertama dari Indonesia.

Ia melanjutkan pendidikan di Fakultas Kedokteran Hewan dan Peternakan, Universitas Indonesia (sekarang IPB), dan tamat pada tahun 1963. Pada tahun 1971–1972 dan 1991–1992 ia mengikuti International Writing Program, University of Iowa, Iowa City, Amerika Serikat. Ia juga belajar pada Faculty of Languange and Literature, American University in Cairo, Mesir, pada tahun 1993. Karena pecah Perang Teluk, Taufiq pulang ke Indonesia sebelum selesai studi bahasanya.

Semasa mahasiswa Taufiq Ismail aktif dalam berbagai kegiatan. Tercatat, Ia pernah menjadi Ketua Senat Mahasiswa FKHPUI (1960-1961) dan Wakil Ketua Dewan Mahasiswa (1960–1962). Ia pernah mengajar sebagai guru bahasa di SMA Regina Pacis, Bogor (1963-1965), guru Ilmu Pengantar Peternakan di Pesantren Darul Fallah, Ciampea (1962), dan asisten dosen Manajemen Peternakan Fakultas Peternakan Universitas Indonesia Bogor dan IPB (1961-1964). Karena menandatangani Manifes Kebudayaan, yang dinyatakan terlarang oleh Presiden Soekarno, Ia batal dikirim untuk studi lanjutan ke Universitas Kentucky dan Florida. Ia kemudian dipecat sebagai pegawai negeri pada tahun 1964.

Taufiq menjadi kolumnis Harian KAMI pada tahun 1966-1970. Kemudian, Taufiq bersama Mochtar Lubis, P.K. Oyong, Zaini, dan Arief Budiman mendirikan Yayasan Indonesia, yang kemudian juga melahirkan majalah sastra Horison (1966) yang sampai sekarang Ia pimpin.
Taufiq merupakan salah seorang pendiri Dewan Kesenian Jakarta (DKJ), Taman Ismail Marzuki (TIM), dan Lembaga Pendidikan Kesenian Jakarta (LPKJ) (1968). Di ketiga lembaga itu Taufiq mendapat berbagai tugas, yaitu Sekretaris Pelaksana DKJ, Pj. Direktur TIM, dan Rektor LPKJ (1968–1978). Setelah berhenti dari tugas itu, Taufiq bekerja di perusahaan swasta, sebagai Manajer Hubungan Luar PT Unilever Indonesia (1978-1990).

Pada tahun 1993 Taufiq diundang menjadi pengarang tamu di Dewan Bahasa dan Pustaka, Kuala Lumpur, Malaysia. Sebagai penyair, Taufiq telah membacakan puisinya di berbagai tempat, baik di luar negeri maupun di dalam negeri. Dalam setiap peristiwa yang bersejarah di Indonesia Taufiq selalu tampil dengan membacakan puisi-puisinya, seperti jatuhnya Rezim Soeharto, peristiwa Trisakti, dan peristiwa Pengeboman Bali.

Sebagai penyair besar yang sudah lama bergelut di dunia sastra, tentunya Taufiq Ismail memiliki banyak karya atau tulisan yang kemudian Ia dedikasikan untuk bangsa ini.

Hasil karya:
1. Tirani, Birpen KAMI Pusat (1966),
2. Benteng, Litera ( 1966),
3. Buku Tamu Musium Perjuangan, Dewan Kesenian Jakarta (buklet baca puisi) (1972),
4. Sajak Ladang Jagung, Pustaka Jaya (1974),
5. Kenalkan, Saya Hewan (sajak anak-anak), Aries Lima (1976),
6. Puisi-puisi Langit, Yayasan Ananda (buklet baca puisi) (1990),
7. Tirani dan Benteng, Yayasan Ananda (cetak ulang gabungan) (1993),
8. Prahara Budaya (bersama D.S. Moeljanto), Mizan (1995),
9. Ketika Kata Ketika Warna (editor bersama Sutardji Calzoum Bachri, Hamid Jabbar, Amri Yahya, dan Agus Dermawan, antologi puisi 50 penyair dan repoduksi lukisan 50 pelukis, dua bahasa, memperingati ulangtahun ke-50 RI), Yayasan Ananda (1995),
10. Seulawah Â, Antologi Sastra Aceh (editor bersama L.K. Ara dan Hasyim K.S.), Yayasan Nusantara bekerjasama dengan Pemerintah Daerah Khusus Istimewa Aceh (1995),
11. Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia, Yayasan Ananda (1998),
12. Dari Fansuri ke Handayani (editor bersama Hamid Jabbar, Herry Dim, Agus R. Sarjono, Joni Ariadinata, Jamal D. Rahman, Cecep Syamsul Hari, dan Moh. Wan Anwar, antologi sastra Indonesia dalam program SBSB 2001), Horison-Kakilangit-Ford Foundation (2001) dan
13. Horison Sastra Indonesia, empat jilid meliputi Kitab Puisi (1), Kitab Cerita Pendek (2), Kitab Nukilan Novel (3), dan Kitab Drama (4) (editor bersama Hamid Jabbar, Agus R. Sarjono, Joni Ariadinata, Herry Dim, Jamal D. Rahman, Cecep Syamsul Hari, dan Moh. Wan Anwar, antologi sastra Indonesia dalam program SBSB 2000-2001, Horison-Kakilangit-Ford Foundation (2002).

Karya terjemahan:
1. Banjour Tristesse (terjemahan novel karya Francoise Sagan, 1960),
2. Cerita tentang Atom (terjemahan karya Mau Freeman, 1962) dan
3. Membangun Kembali Pikiran Agama dalam Islam (dari buku The Reconstruction of Religious Thought in Islam, M. Iqbal (bersama Ali Audah dan Goenawan Mohamad), Tintamas (1964).

Selain karya berupa tulisan, Taufiq Ismail juga memiliki aspirasi yang Ia tuangkan dalam bentuk lagu bersama teman-teman musisi lainnya. Atas kerja sama dengan musisi sejak 1974, terutama dengan Himpunan Musik Bimbo (Hardjakusumah bersaudara), Chrisye, Ian Antono, dan Ucok Harahap, Taufiq telah menghasilkan sebanyak 75 lagu.

Ia pernah mewakili Indonesia baca puisi dan festival sastra di 24 kota di Asia, Amerika, Australia, Eropa, dan Afrika sejak 1970. Puisinya telah diterjemahkan ke dalam bahasa Jawa, Sunda, Bali, Inggris, Prancis, Jerman, Rusia, dan Cina.

Kegiatan kemasyarakatan yang dilakukannnya, antara lain menjadi pengurus perpustakaan PII, Pekalongan (1954-56), bersama S.N. Ratmana merangkap sekretaris PII Cabang Pekalongan, Ketua Lembaga Kesenian Alam Minangkabau (1984-86), Pendiri Badan Pembina Yayasan Bina Antarbudaya (1985) dan kini menjadi ketuanya, serta bekerja sama dengan badan beasiswa American Field Service, AS menyelenggarakan pertukaran pelajar. Pada tahun 1974–1976 Ia terpilih sebagai anggota Dewan Penyantun Board of Trustees AFS International, New York.

Ia juga membantu LSM Geram (Gerakan Antimadat, pimpinan Sofyan Ali). Dalam kampanye antinarkoba Ia menulis puisi dan lirik lagu “Genderang Perang Melawan Narkoba” dan “Himne Anak Muda Keluar dari Neraka” dan digubah Ian Antono. Dalam kegiatan itu, bersama empat tokoh masyarakat lain, Taufiq mendapat penghargaan dari Presiden Megawati (2002).

Kini Taufiq menjadi anggota Badan Pertimbangan Bahasa, Pusat Bahasa dan konsultan Balai Pustaka, di samping aktif sebagai redaktur senior majalah Horison.
Oleh karena memiliki peran besar terhadap kegiatan menumbuhkan minat sastra dan atas dedikasinya itu Ia juga mendapat banyak penghargaan.

Anugerah yang diterima:
1. Anugerah Seni dari Pemerintah RI (1970),
2. Cultural Visit Award dari Pemerintah Australia (1977),
3.South East Asia (SEA) Write Award dari Kerajaan Thailand (1994),
4. Penulisan Karya Sastra dari Pusat Bahasa (1994),
5. Sastrawan Nusantara dari Negeri Johor,
Malaysia (1999) dan
6. Doctor honoris causa dari Universitas Negeri Yogyakarta (2003).

Taufiq Ismail menikah dengan Esiyati Yatim pada tahun 1971 dan dikaruniai seorang anak laki-laki, Bram Ismail. Bersama keluarga ia tinggal dijalan Utan Kayu Raya 66-E, Jakarta 13120.
Telepon (021) 8504959
Faksimile (021) 8583190
Pos-el: Alamat e-mail ini dilindungi dari spambot, anda harus memampukan JavaScript untuk melihatnya.

Dilansir dari situs Balai Bahasa Bandung..


Selengkapnya...

Pemahaman sederhana tentang Jurnalistik..


Melihat realitas yang ada, sepertinya masih banyak kawan-kawan yang masih belum ngeh akan pemahaman dan pengertian Jurnalistik. Bahkan tulisan ini sengaja muncul akibat kekecewaan setelah mengikuti sebuah Diklat Jurnalistik baru-baru ini.

Sejarah Jurnalistik
Dimulai dengan sejarahnya, Jurnalistik pada mulanya hanya berkaitan dengan pengelolahan informasi rapat dan sidang senat Romawi yang ditempelkan pada selembar kertas dipusat kota (Forum Romanum). Namanya Acta Diurna yang sampai sekarang diakui sebagai produk jurnalistik pertama dan ada pada zaman Romawi Kuno ketika Kaisar Julius Caesar berkuasa. Dalam sejarah Romawi kuno, para ahli sejarah Negara Romawi pada permulaan berdirinya kerajaan Romawi (Imam Agung) mencatat segala kejadian penting yang diketahuinya pada annals (papan tulis yang digantungkan di serambi rumahnya). Catatan pada papan tulis itu merupakan pemberitahuan bagi setiap orang yang lewat dan memerlukannya.
Pengumuman sejenis itu dilanjutkan oleh Julius Caesar pada zaman kejayaannya. Caesar mengumumkan hasil persidangan senat, berita tentang kejadian sehari-hari, peraturan-peraturan penting, serta apa yang perlu disampaikan dan diketahui rakyatnya, dengan jalan menuliskannya pada papan pengumuman berupa papan tulis pada masa itu. Pada tahun 60 SM dikenal dengan Acta Diurna dan diletakkan di Forum Romanum (Stadion Romawi) untuk diketahui oleh umum. Terhadap isi Acta Diurna tersebut setiap orang boleh membacanya, bahkan juga boleh mengutipnya untuk kemudian disebarluaskan dan dikabarkan ke tempat lain.
Asal kata jurnalistik yang dianggap betul adalah “Journal” atau “Du jour” (Bahasa Prancis) yang berarti hari, di mana segala berita atau warta sehari itu termuat dalam lembaran tercetak. Karena kemajuan teknologi dan ditemukannya pencetakan surat kabar dengan system silinder (rotasi), maka istilah “pers” muncul, sehingga orang lalu mensenadakan istilah jurnalistik dengan pers. Sejarah yang pasti tentang jurnalistik tidak begitu jelas sumbernya, namun yang pasti jurnaliatik pada dasarnya sama yaitu diartikan sebagai laporan.
Seiring kemajuan teknologi informasi maka yang bermula dari laporan harian maka tercetak menjadi surat kabar harian. Dari media cetak berkembang ke media elektronik, dari kemajuan elektronik terciptalah media informasi berupa radio. Tidak cukup dengan radio yang hanya berupa suara muncul pula terobosan baru berupa media audio visual yaitu TV (televisi). Media informasi tidak puas hanya dengan televisi, lahirlah internet, sebagai jaringan yang bebas dan tidak terbatas. Dan sekarang dengan perkembangan teknologi telah melahirkan banyak media (multimedia).

Pengertian Jurnalistik
Definisi jurnalistik sangat banyak, namun pada hakekatnya sama. Para Pakar, praktisi, tokoh komunikasi atau tokoh jurnalistik mendefinisikan berbeda-beda. Secara harfiah, jurnalistik (journalistic) artinya kewartawanan atauhal-ihwal pemberitaan. Kata dasarnya jurnal (journal), artinya laporan atau catatan, atau jour dalam bahasa Prancis yang berarti ‘hari’ (day) atau ‘catatan harian’ (diary) atau dalam bahasa Belanda journalistiek artinya penyiaran catatan harian.
Istilah jurnalistik erat kaitannya dengan istilah pers dan komunikasi massa.. Dalam komunkasi massa, jurnalistik mempunyai fungsi sebagai pengelolaan laporan harian yang menarik minat khalayak, mulai dari peliputan sampai penyebarannya kepada masyarakat mengenai apa saja yang terjadi di dunia. Apapun yang terjadi baik peristiwa factual (fact) atau pendapat seseorang (opini), untuk menjadi sebuah berita kepada khalayak.
Jurnalistik merupakan kegiatan yang berhubungan dengan pencatatan atau pelaporan setiap hari. Jadi jurnalistik bukan pers, bukan media massa. Menurut kamus, jurnalistik diartikan sebagai kegiatan dalam mencari, menyusun, menulis, menyunting dan menerbitkan (mempublikasikan) berita di media massa (baik media cetak maupun edia elektronik).

Mungkin hanya itu yang bisa aku jelaskan secara singkat tentang pengertian Jurnalistik. Seperti yang aku sampaikan di awal, bahwa salah satu faktor munculnya tulisan ini dikarenakan kekecewaanku terhadap sebuah Diklat Jurnalistik yang aku ikuti bersama kawan-kawan Ilmu Komunikasi lainnya. Saat itu semangat kami yang menggebu-gebu harus dibayar mahal dengan sedikitnya pengetahuan tentang Jurnalistik yang kami dapati dan banyaknya waktu serta pikiran yang kami pakai disitu.
Entah kenapa pikiranku tidak bisa menerima pikiran-pikiran positif lainnya yang mencoba mengisi ruang utama otakku. Bahkan untuk menghindari keinginanku yang ingin meninggalkan tempat itupun aku tidak bisa. Tapi demi menghormati temanku yang merupakan Dewan Panitia dari acara ini, aku mengurungkan dan membuang niat itu jauh-jauh.
Oleh karenanya wahai kawan-kawan, semoga dengan adanya tulisan ini bisa sedikit memberi pemahaman tentang Jurnalistik.
Selengkapnya...