Kabut Rindu Malam Hari..

Sampai saat inipun aku tak tau bagaimana rindu tetap menggila padamu. Bahkan aku sudah tau jawaban dari semua pernyataan yang smepat aku lontarkan padamu. Aku juga tau makna dari setiap pertemuan senyum kita yang beradu saat matamu memaksa mataku menahan cahaya itu. Aku tau ada tembok yang tak bisa Kau lewati untuk tersenyum langsung padaku. Aku tau ada dinding yang begitu tebal yang tak mungkin Kau langkahi. Aku tau ada ruang kosong yang tak ingin Kau tempati sementara ini. Dan tentu aku menghormati itu, karena aku menyukaimu untuk tidak memiliki.
Bagaimana jika semuanya terhenti.
Aku tidak ingin menempatkan tanda tanya di belakang kalimat di atas. Karena aku tidak ingin bertanya dan karena aku tidak ingin ada jawaban darimu. Entah itu menyenangkan ataupun melelahkan, tapi itu hanya akan memperlebar luas rinduku padamu. Kau mungkin tak pernah merasakan rindu segila ini. Rindu bukan pada kekasih hati. Rindu hanya karena senyum yang manis, sikap yang anggun dan tutur yang smart. Itu Kau. Yeah, itu Kau. Bahkan aku tak ingin menjelaskannya padamu.
Kadang aku harus mengusir kabut. Menghantam semua sesal karena kalut. Menenangkan resah yang sudah semakin ribut. Aku hanya bisa sedikit fokus pada dinding yang dipenuhi semut. Saat menemukan setitik gula, mereka berebut. Berpikir hanya bisa diam dan takut. Tak pernah terpikir untuk dihibur sekalipun oleh badut. Itu semua tentang Kamu yang menatapku dengan lembut.
Kau pikir aku benar” sendu. Menahan letih panjang karena syahdu. Itu saat aku menyebut dan mengingat tak sengaja namamu. Nama yang tak pernah henti menghantam biru. Menghitamkan semua gelisah tanpa tersipu. Mungkin dalam hatimu menyimpan haru. Tapi wajah dan senyum itu berhasil menipu. Tapi tidak bagiku. Kau adalah perempuan yang tak mudah berbicara tapi tak lugu. Walau kadang Kau berusaha lucu. Aku memang tak tau semua tentangmu. Tapi aku berusaha memahami setiap senyummu yang palsu. Kamu dan semua tentangmu yang selalu aku rindu.
Bisakah aku mengimbangimu. Bisakah aku menaklukan hidupmu. Sudahilah tinggimu dan sisakan hidupmu denganku.
Selengkapnya...

Sedikit Tentang Maudy dan Selamat Ulang Tahun Buatmu..

Sudah lama sekali aku tak menikmati karya sastra dari seorang teman. Terakhir kali saat masih SMA. Saat itu aku dikelilingi banyak sekali teman yang hobi menulis sastra bahkan berkompetisi. Namun di bangku kuliah, hal itu tak aku dapatkan. Seorang teman yang juga penikmat sastra malah enggan untuk menuliskannya. Seorang teman lagi hanya ingin tulisannya tak dinikmati orang lain karena hanya sebuah prosa pendek yang malu untuk dipublikasikan.
Entah kenapa aku begitu antusias untuk membaca karya sastra seorang teman. Mungkin saja karena usia yang sebaya akhirnya perbincangan tema yang akan aku nikmati lebih mengena. Jadinya, karya sastra yang aku baca tiap minggu adalah milik A.S. Laksana, Ki Slamet, Sudjiwo Tedjo, Mulia serta Goenawan Muhammad tiap bulan. Kadang sesekali baca sastra milik Pram dan Dewi Lestari atau Pak Guru Sumardianta. Walaupun sebenarnya lebih berbobot, tapi sharing bersama mereka jauh lebih minim. Akhirnya kehausan untuk membaca karya sastra milik seorang teman meninggi.
Beberapa kali aku pernah memaksakan menulis pada pacarku dulu yang sekarang sudah jadi mantan. Dia juga penikmat sastra dan hobi menuliskannya. Tapi setelah menjalani hubungan denganku aku tak pernah melihatnya menulis. Kamudian, dua tahun lalu pernah aku bertemu seorang adik kelas perempuan yang juga adik semasa SMA dulu mantanku. Dia penikmat sastra dan juga hobi menuliskannya. Tapi aku hanya membaca tiga tulisannya saja karena akhirnya dia sibuk dengan kegiatan ekstra kampus yang begitu banyak bahkan membuat dia tak jarang keluar kota dan luar negeri.
Kemudian dua bulan lalu ada seorang adik kelas perempuan yang mengungkapkan kekagumannya pada tulisan”ku di blog dan tiba” minta diajarin menulis. Bahkan dia meminta tulisan”ku yang lain yang tak aku sertakan di blog. Akhirnya aku memberikan sebuah syarat jika ingin membaca tulisan”ku lainnya, dia harus mengirimkan tulisan orisinilnya padaku. Walaupun tidak hobi menulis apalagi karya sastra, tetapi dia sanggup membuat dua tulisan dalam dua hari hanya untuk membuatku percaya. Gila. Keinginan dan antusiasnya sangat tinggi. Selain manis, anggun dan smart, tulisan sastranya sangat lumayan bagi seorang pemula. Sehingga aku menyukainya hingga sekarang. Tapi sayang sekarang dia selalu berkutat dengan tugas” kuliahnya yang mendekati UAS sehingga tak ada lagi tulisan yang bisa aku baca darinya. Dan aku harus memakluminya.
Di saat seperti itu, beberapa hari yang lalu aku menemukan teman yang hobi menulis. Dia adik kelas. Seorang perempuan yang sudah menginjak semester akhir kuliah. Dia tidak bisa dibilang penikmat sastra, tapi dia mulai menyukai karya sastra. Sehingga tulisan”nya saat ini terpengaruhi oleh urat sastra. Dan jadilah aku rajin memeriksa blognya setiap saat. Makin hari tulisannya begitu menggugah. Kadang dengan ending yang mengagetkan kadangpula dengan ending yang menggantung membuat rasa penasaranku semakin membuncah untuk segera menikmati tulisan selanjutnya.
Tulisan ini sebenarnya adalah tanggapan dari permintaannya untuk dinilai. Aku tak memiliki kredibilitas untuk menilai tulisannya. Tapi karena memaksa, akhirnya aku menulis ini untuk dia baca. Sebenarnya aku ingin bertemu langsung atau setidaknya mengirimi pesan padanya. Tapi dengan waktu dan ruang yang tak begitu banyak, aku memilih menuliskannya di sini aja. Oke, mulai.
Pertama, mengolah. Aku tak tau di mana Kau mendapatkan inspirasi. Tapi hampir semua penulis menemukan sebuah inspirasi dari pengalaman. Pengalaman yang dimaksud tak hanya penglaman pribadi, tapi juga bisa dari orang lain. Sepertinya Kau memiliki inspirasi tersebut dari keduanya. Namun, Kau butuh cara mengolah yang kreatif agar tulisanmu tak sama persis dengan pengalaman tadi. Kisah based on true story sekalipun tetap memiliki perbedaan dari kisah aslinya dengan proses mengolah yang kreatif tadi. Dan Kau, suka Dancow. Oh, maaf salah. Dan Kau, sudah melakukan yang benar. Pengalaman yang Kau rasakan atau yang Kau dengar dari teman, Kau tulis dengan cara mengolah yang asik untuk dituliskan.
Kedua, karakter. Setiap penulis awalnya meniru gaya idolanya menulis. Kadang walaupun bukan idolanya, tapi karena kekaguman pada sebuah tulisan seseorang akhirnya ide itu muncul untuk dilakukan atau ditiru. Aku dulu juga demikian. Hingga menurut Pak Guru J. Sumardianta dan Hernowo dalam balasan emailnya serta beberapa teman yang membaca tulisan”ku di blog dan artikel, akhirnya tulisanku sudah memiliki karakter. Hal ini yang belum aku lihat pada tulisanmu. Memang membutuhkan moment atau kadang waktu yang tidak sebentar untuk memperoleh karakter itu. Sehingga nantinya gaya dan style tulisanmu sudah terlihat pembaca hanya dari judul. Aku menebak, tulisan ‘JARAK’ adalah adaptasi atau terinspirasi dari ‘SPASI’ yang Kau baca saat aku tunjukkan buku Dee. Itu tak jadi masalah. Karena kadang dari imitasi, kita akan memiliki karakter tulisan itu.
Ketiga, SELAMAT ULANG TAHUN.
Selengkapnya...

Siang Ini..

Pagi ini tak lagi menghangatkan Milo yang aku seduh. Mendekam atap kamarku yang hanya berisi lemari dan kasur. Atau hanya sekedar menyapa hujan di luar jendela. Pagi ini terasa hambar akibat gemuruh emosi semalam. Emosi yang harusnya tak aku terima saat aku lebih tegang menyaksikan Indonesia sama agresifnya menyerang pertahanan Belanda. Emosi yang menhentikan gelak tawaku sesaat dan kembali menghanyutkan diri di depan layar sialan yang membuat mataku kurang tajam dan iritasi.
Komposisi lagu Dark Paradise dari Lana Del Rey masih mengalun lembut mengitari setiap denyut sel di otakku saat tulisan ini diketik. Pagiku tak selalu dihantam dengan kabar baik. Menyergap kesunyian dan hanya menyisakan kepasrahan untuk tetap menjalankan atifitas seadanya. Namun kadang menelan semua senyum dan mengecilkan kicauan burung yang menyeka hening di sela-sela jendela kamarku.
Hawa panas Surabaya sedikit aku rasakan saat jarum kecil jam dinding di kamarku menunjukkan angka 11. Aku tak ingin lekas bergegas mendera kebusukan udara yang aku hirup di luar sana. Aku masih ingin merasakan nikmatnya alunan New Perspective-nya Panic! at The Disco yang meramaikan komposisi setelahnya dari Mika; Relax, Take It Easy. Menyendiri karena malam yang menghimpit kesadaran dan mengunci setiap neuron di satu titik bukan gayaku. Tapi himpitan itu berlanjut dan dengan buas menyempitkan spasi siang serta membuang beberapa helai kerlingan mata yang biasa aku terima.
Bahkan adzan Dhuhur pun serasa enggan masuk dan menjejali kamarku. Sungguh sial. Aku tak bisa lagi menuliskan apa yang ada di kepalaku saat ini. Semuanya terasa remuk hanya karena beberapa pesan panjang semalam yang menyesaki inbox hape dan kepalaku. Itu benar” mengganggu. Semacam shock therapy yang sangat kejam. Membuat aku dan tubuhku linglung untuk sesaat. Membuat 2 mesin pendingin yang menempel di dinding kantor serasa tak bekerja. Keringat, perlahan aku rasakan membasahi kulit kepalaku dengan sedikit hembusan angin.
Entahlah. Aku tak lagi ingin mengingatnya. Rasanya gatal dan merobek kejelian yang aku miliki. Keangkuhanku mengecil sehingga tanganku tak lagi bisa bekerja. Sial. Padahal aku percaya Tuhan meletakkan semua daya otakku di anggota tubuh ini. Saat” seperti ini aku ingin wajahmu hadir menhentikan kerisauan.
Selengkapnya...