Cerita Cinta II; Dilema..


Pagi hari ini masih menampakkan suasana sisa air mata langit semalam. Dingin, begitu dingin. Dengan jaket berwarna coklat, orang itu keluar dari kamarnya mencoba mencari kegiatan di tempat komunitas yang Ia masuki dua bulan lalu. Berharap ada hal yang Ia bisa kerjakan atau setidaknya bisa Ia dapatkan dari perjalanan paginya.
Bertemu dengan kawan-kawan komunitas, bukan sebuah keinginan yang sangat Ia harapkan ditengah kerinduannya pada seseorang. Namun sebisa mungkin Ia masih bisa beraktifitas tanpa terus mengingat orang yang Ia rindukan dengan sangat. Banginya, hal ini-bercengkrama dengan gaya jadul dan gila- mungkin akan menjadi sebuah obat rindu yang sudah mengakar berat didirinya semenjak lima hari lalu. Akan tetapi pagi ini Ia harus berhadapan dengan panggilan yang membuatnya bingung seharian itu.
“Hpmu nyala tuch”, ujar seorang teman komunitasnya.
“O Ya..thanks..”, sembari berucap Ia terima sebuah panggilan dengan nomor baru pada Hpnya. “Ya Assalamualaikum..Bisa dibantu..?”, awal percakapan yang seharusnya tidak Ia lakukan.
“Ne saya Kak..Linda (bukan nama sebenarnya)”, ucapan seseorang diseberang sana dengan suara riang. “Ne nomor temenku. Saya cuma punya kesempatan kali ini aja, jadi tolong kakak terima telpon saya yach. Kakak apa kabar..?”, suara itu kini sudah menjadi manja.
“Ooo Linda. Alhamdulillah baek. Linda sendiri..?”, jawaban dan pertanyaan ini tak seharusnya Ia katakan dengan suara sangat welcome pada Linda yang kemudian diketahui adalah saudara jauhnya yang dulu sempat memberikan cinta padanya.
“Saya baek juga kak. Saya pagi ini pengen ngobrol banyak sama kakak. Saya nggak ganggu kegiatan kakak pagi ini kan..? Kakak kan selalu sibuk. Tapi kakak harus nerima telpon ini. Ni kesempatan yang sangat jarang Kak..”
“Yach, kebetulan kakak juga lagi boring nich Lin. Punya kesempatan nelpon, kenapa harus nelpon kakak..?”, pertanyaan bodoh yang Ia sampaikan ini adalah awal kebingungan serta dilemma yang Ia tanggung seharian ini.
“Sebenarnya, saya sangat kangen sama kakak. Bukan sebagai sodara atau sekedar temen ngobrol aja. Tapi pagi ini saya sangat ingin mendengar suara orang yang saya sayang sampai sekarang. Jadi tolong kakak terima dan temani saya ngobrol pagi ini. Ya Kak..!”
“Ach, Linda becanda nich. Kakak nggak suka Linda ngomong kayak gitu. Kita ngoobrolin yang laen aja ya. Gimana skulnya Linda..? Linda dah diterima di kelompok Pecinta Alam yang dulu Linda katakana itu..?”
“Masih proses Kak. Tapi saya yakin masuk kok. Soalnya kemaren waktu pendaftaran, saya sempat kenalan dengan salah seorang senior disana, dan kayaknya Dia bakalan bantuin saya masuk. Doain yach Kak..!”
“Ya. Pastinya kakak bakalan doain Linda. Trus, sekarang Linda lagi ada kegiatan apa aja..? Bukannya Linda kemaren sempat bilang kalo Linda mau belajar nulis..?”
“Kak, saya nelpon Kakak bukan pengen ngobrolin ini dan itu. Tapi saya pengen ngobrolin apa yang saya rasakan dan ingin sekali aku katakan pada kakak. Tolong Kakak jangan selenongkan lagi ya pembicaraan ini..!”
“Aku cuma ingin tau apa yang ingin aku ketahui aja dari Linda. Skul Linda, kegiatan Linda dan perkembangan Linda. Nggak boleh..?”
“Boleh. Tapi apa Kakak nggak pengen tau apa yang saya rasakan selama ini ke Kakak..? Apa yang selama ini saya pendam dan dilarang..? Apa yang selalu membuat saya mencuri kesempatan untuk ngobrol sama Kakak..? Dan apa yang membuat saya selalu tau nomor Kakak..? Kakak nggak mo tau semua itu..?”
“ Linda apa”an sich..? Kakak kan cuma nanya gima..”, terpotong.
“Kakak tau kan kalo saya selama ini menyukai Kakak..? Dan saya sangat menghargai prinsip Kakak itu. Karena saya ingin menjadi yang halal bagi Kakak. Bukan karena perjodohan yang orang tua saya pinta Kak. Tapi saya emang mencintai Kakak..”
Tuttt..tuutt..
Orang itu mematikan panggilan itu.
“Kenapa..? Kayaknya sebel gitu mukanya..?”, salah seorang temannya menanggapi kekusutan wajahnya setelah menerima panggilan tadi.
“Nggak, cuma pengen pipis ja. Aku ke toilet dulu Ya..”.
“Ya buruan. Belum kelar nich..”.
“Ya..Ya..palling lima menit doang..”.

Hp yang Ia taruh disaku celananya bergetar lama. Tanda ada panggilan untuknya. Nomor baru lagi dan sepertinya sama dengan yang sebelumnya.
“Kok dimatiin kak..?”, benar, seseorang dengan nama Linda itu lagi.
“Sorry Lin, lagi nggak ada signal. Ne juga lagi jelek..”, orang itu tidak pandai berbohong.
“Kakak bo’ong kan..? Kenapa sich Kak..? Kakak marah Ya..? Saya cuma pengen Kakak tau aja apa yang saya rasakan. Kakak pliiss..!”
Orang itu hanya terdiam mendengarkan permintaan itu. Permintaan yang sebenarnya harus Ia tolak. Permintaan yang semestinya tak pernah Ia sanggupi.
“Kak, saya nggak punya waktu banyak dan aku juga sangat jarang punya kesempatan seperti ini. Kakak tau kan gimana usaha saya buat nelpon dengan konsekuensi yang lumayan berat kalo ketauan..? Kakak, saya hanya ingin ungkapkan apa yang selama ini saya rasakan. Saya sayang Kakak. Dan saya sangat ingin kakak tau. Saya nggak maksa kalo Kakak nggak sayang ma saya. Dulu Kakak juga pernah bilang kalo cinta itu nggak harus memiliki, walaupun sebenarnya saya nggak bisa seperti itu. Tapi se-enggaknya Kakak hormati saya..!”
“Apa dan bagaimana aku menghormatinya Lin..?”
“Cukup Kakak terima kenyataan ini..”.
“Maksud Linda, Kakak harus terima cinta yang nggak Kakak miliki ini..? Kakak nggak bisa Lin. Akan ada yang tersakiti dan Kakak..”, pengelakan itu terpotong.
“Bukan Kak, tapi Kakak cukup terima kenyataan bahwa saya sayang dan cinta Kakak. Kakak nggak usah nolak kenyataan itu. Biarkan saya seperti ini. Saya akan senang kalo Kakak mengerti ini. Biarkan saya punya cinta ini. Dan saya tambah nggak peduli dengan kata orang.”
“Linda lebay dech. Linda tau Kakak kayak gimana. Kakak nggak pantas punya cinta dari kamu Lin. Linda, kamu bisa dapetin cinta itu dari orang lain yang jauh lebih baik dan lebih oke dari Kakak. Kamu tuch cantik dan Kakak yakin Linda bisa temuin cinta itu dari..”, sekali lagi harus terpotong dengan jawaban yang antusias.
“Ini yang saya maksud Kak. Kakak cukup menghormati cinta ini. Nggak usah Kakak ngelarang cinta ini. Biarkan. Tolong Kakak biarkan. Nggak usah mengelak. Emank dengan begitu Kakak bisa bikin saya senang..?”.
“Waduh..gimana sich Lin. Kakak jadi serba salah nich. Tapi kalo gini kan pasti ada yang tersakiti dan Kakak nggak pengen itu terjadi pada Linda. Dan parahnya, itu gara-gara Kakak.”.
“Sekarang berbeda Kak. Saya udah ngerti dan merasakan gimana menerimanya. Bagi saya, cinta itu bahagia jika orang yang kita cintai bahagia. Karena apapun itu. Saya juga akan merelakan Kakak jika itu yang membuat Kakak bahagia. Walaupun sebenarnya saya masih mencoba itu. Tapi pasti bisa demi kebahagiaan orang yang saya cintai.”, alasan Linda membuat orang itu bergetar dan tanpa sadar Ia meninju dinding tanda Ia merasa bersalah.
“Lin. Kakak nggak ingin Linda seperti itu. Tapi Linda tau kan kalo Kakak nggak bisa.”.
“Saya ngerti kok Kak. Nyantai aja. Sebenarnya dari beberapa teman, saya tau Kakak punya blog dan saya membaca print-outnya dari teman. Sebenarnya ini juga yang membuat saya mati-matian nyari kesempatan ngubungin Kakak. Di tulisan yang paling baru, Kakak cerita kalo Kakak sekarang lagi jatuh cinta. Saya senang mendengarnya Kak. Sebenarnya sich saya cemburu, tapi saya senang kok kalo Kakak senang. Apalagi disitu Kakak ceritanya dengan sangat terbuka dan emang bener-bener seperti itu. Saya seneng lho Kak. Nggak pake lebay-lebay gitu. Saya bener-bener senang Kak.”
Hening..
Tanpa ada yang tau, sesaat kemudian keduanya berbicara hampir berbarengan..
“Linda duluan dech..”
“Kakak duluan aja dech. Dari tadi kan saya ngomong panjang lebar. Kakak jadi nggak punya kesempatan ngomong.”
“Beneran Linda baca blog itu..? Emank temen Linda tau dari mana alamatnya..?”
“Temen saya kan punya Facebook. Kebetulan juga saya sempat cerita tentang Kakak ke dia. Pas kemaren dia cerita kalo Kakak confirm dia jadi temen Kakak. Abis itu dia buka blog Kakak. Katanya ada almatnya ada di profil Facebook Kakak. Nggak pa-pa kan Kak..?”
“Ya nggak pa-pa..Tapi jangan cerita-cerita ke yang laen Ya. Ntar pada ujan koment.”
“Tenang aja Kak. Tapi saya penasaran lho Kak ma orang yang Kakak suka itu.”
“Penasaran kenapa..?”
“Pengen tau aja orangnya seperti apa. Kakak kan orangnya sok alim. Hehehe..”
“Nggak ah. Buat apa..? Hehehe..Becanda. kapan-kapan aja dech..”
“Kakak lagi dimana..? Bareng dia nggak..?”
“Nggak. Nggak ada disini.”
“Eh Kak, udah dulu ya Kak. Ntar lagi saya ada kegiatan. Hapenya juga punya temen. Dah Kakak.”
“Ya..Linda yang rajin ya skulnya. Nggak usah ikut-iktan bawa hape. Ntar DO.”
“Hehehe..Ya..Ya. nyantai aja Kak. Assalamu’alaikum.”
“Wa’alaikumussalam.”

Banyak pertimbangan yang orang itu pikirkan dalam memulai percakapan yang Ia sendiri tak tau mengapa harus terjadi dan seperti itu kondisinya. Tapi setidaknya Ia dapat memberikan elakan dan penjelasan apa yang sebenarnya terjadi tanpa harus menyakiti siapapun termasuk Linda yang mencintainya. Bagaimanapun juga, Ia tidak ingin Linda tersakiti. Linda, cewek berparas manis yang saat ini mengenyam bangku SMA di sebuah pesantren yang mengharuskannya gaptek. Tidak boleh bawa alat” elektronik seperti Hp.
Entah apa yang membuat dia bingung dengan kejadian ini. Cinta yang menurutnya adalah perasaan yang harusnya membuat senang dan gembira, saat ini dengan cinta itu, Ia harus kebingungan dan resah mengharu biru menyesakkan dadanya mengetahui ada yang mencintainya seperti Ia mencintai wanita yang saat ini Ia rindukan. Tanpa kuasa, Ia merasakan kelegaan di tengah kekhawatiran.
Tapi diluar itu semua, Ia tak akan sanggup memilih. Karena bagaimanapun, Ia akan tetap memilih dia. Wanita bodoh yang dengan cerdasnya membuat hidupnya memberikan energy bagi semua orang yang dekat dengannya. Tanpa terkecuali orang itu.
Karena dia mencintai wanita itu.


Dan orang itu adalah aku. Selengkapnya...

Cerita Cinta I


Aku sangat ingin memulai tulisan ini dengan pertanyaan yang sangat membingungkanku sejak lama..”Inikah rasanya jatuh cinta..?”
Kid..Kid..semua orang menertawakannya. Mencibir, seneng, marah bahkan ada yang kaget luar biasa. Mereka menertawakan karena bagi mereka aku adalah orang yang sangat sibuk dengan urusan akademisi dan cita-cita. Ketika tau aku sedang jatuh cinta, mereka tengah bersiap-bersiap meletakkan tangan di depan mulutnya agar tidak kelihatan mulut mereka yang nantinya terbuka lebar menertawaiku. Bagi mereka sangat aneh Kid bisa jatuh cinta. Dengan seorang wanita lagi..(mang dari kemaren ma Kebo’..?).
Apa yang aku alami ini juga dicibir oleh beberapa temen. Bagi mereka, aku orang udik akan cinta. “Masih terlalu dini Kid bagimu merasakan cinta..!”, jelas mereka saat aku tanya mengapa. Elu masih kecil Kid, banyak yang harus elu lakuin sebelum merasakan perasaan yang hanya orang dengan fase dewasa yang bisa mengerti. Nggak usah sok ngerti tentang cinta dech hanya karena elu cerpenis dan sering buat prosa keren tentang cinta selama ini. Tau apa elu..? Uughh..mereka emank benar” ngeremehin perasaan yang sudah bersarang kuat di diriku ini. Tapi bodo ah.
Tapi ada juga yang seneng coy. “Wah..akhirnya Kid jatuh cinta juga..”, ekspresi yang agak berlebihan sich menerutku dari seorang temen ketika tau aku sedang jatuh cinta. Bagus dech, akhirnya Kid bisa dewasa juga. Melihat Kamu setiap hari menjalani kelas tanpa grusak grusuk, berdiskusi tanpa wajah cemberut, bertanya dengan lembut, ternyata itu semua efek dari cintamu itu. Aku seneng lho Kid ngeliatnya. Kamu emank sudah terjangkit. Hehehehe..mereka senengnya lebay dech. But I’m Appreciate it.
Eh, ada yang marah juga ternyata. Disini adalah area orang” yang sangat ekstrem menilai perasaan jatuh cinta. Menilai bahwa perasaan itu akan membuat kegiatan ngerjaen tugasku diabaikan, makan nggak konsen, baca buku selalu ada pikiran laen (terbayang” wajahnya..), mandi pengen cepet” (soalnya mo ketemu doi..), terlalu lebay memperhatikan penampilan, bikin nggak tenang dalam kesendirian dan selalu memimpikannya dalam tidur. Intinya mengganggu praksis akademisiku dan kehidupan yang biasa aku jalani dalam mencapai keinginan”ku. DAN MEREKA NGGAK MAU ITU TERJADI PADAKU. Emank sich itu yang lagi aku alami, tapi aku selalu berusaha masih dalam jalurku sendiri dan aku tau apa yang sedang aku lakukan. Aku tekankan, AKU BUKAN ORANG BEGO’ YANG NGGAK TAU APA YANG AKU LAKUKAN.
Nah, bagian ini yang sangat lebay. Mereka kaget luar biasa setelah mengetahui aku sedang jatuh cinta. Mereka semua pada ngemengin peristiwa ini di FB. kolom message-ku penuh dengan kelebayan mereka. Wajar sich. Soalnya orang” disini taunya aku adalah orang yang sangat sulit respect terhadap wanita. Bahkan bisa dibilang menurut mereka aku adalah orang yang nggak mikirin cewek..!! (sotoy mereka..). ekspresi mereka beragam. “Apah..? Kid, kepalamu kebentur dimana..?”. “Hah..? Kid, kamu harus kenalin ke aku. Aku pengen tau cewek yang udah bikin sahabat sejenis kamu bisa merasakan cinta yang dulunya kamu selalu cuekin..”. “Tau nggak Kid, kamu dah bikin aku selalu bayangin betapa sakitnya cinta-cinta yang dulu pernah mampir di kehidupanmu dan kamu abaikan..”. “Kid, kamu apa”an sich..?! Nggak lucu tau. Cewek mana sich yang bikin orang homo macam kamu bisa jatuh cinta. Kamu tuch selalu cuek dengan cinta. Sekarang kamu kelepek”. Pasti ni orang lagi diguna”..”. Mereka lebay begete kan..? Huufft..
Kekhawatiran mereka nggak berelebihan sich. Mereka benar adanya (kecuali yang bilang kalo aku homo lho..Cuma analogi dia aja..). Sebelumnya aku emank pemalu tehadap wanita, sehingga mereka menertawai perasaan yang sangat aneh hinggap di diriku. Aku yang sebelumnya makan bareng temen wanita aja selalu canggung, kini tiba” menyatakan diri bahwa sedang jatuh cinta. Aku yang sebelumnya selalu menunduk ketika berbicara depan wanita, kini dengan lantang menyatakan bahwa lagi jatuh hati pada seseorang. Kid..Kid..Idup Lo Kid..!?
Aku juga emank masih manusia dengan status bau kencur dalam urusan beginian. Wajar mereka mencibir apa yang sedang aku alami. Aku yang dulunya selalu membuat prosa” tentang cinta, sekarang malah kejerat cinta itu sendiri. Aku yang dulunya masih menganggap cinta itu hanya bisa dirasakan ketika kita sudah benar” dewasa, sekarang aku yang masih remaja ini sudah berbicara tentang cinta seolah-olah sudah dewasa dan tau apa itu arti cinta. Aku emank nggak sedewasa yang dipikirkan mereka, tapi aku yakin penyakit (ada yang menganggap cinta itu virus..) ini dapat menyembuhkan hal” negative dengan energy positifnya.
Kadang aku juga merasa dikelas, kalo aku sering grasak-grusuk nggak jelas dan bahkan awut”an. Menanggapi pernyataan dosen dengan serius amad, diskusi kelompok terlalu kontekstual bahkan bertanya pada dosen dengan wajah yang nggak begete (sok serius gitu..). Tapi seketika itu, aku berubah menurut mereka. Ya..aku juga merasakannya. Aku lebih santai, lebih lembut dan enjoy di kelas dengan segala dinamika yang ada. Dan karena temen”ku lebih seneng aku yang kayak gini, aku akan tetap berusaha seperti itu dengan ditambahi keseriusan dikit.
Ini bagi yang terlalu ngekhawatirin aku pake ekspresi marah. Aku akan katakan sekali lagi, kalian harus percaya aku bahwa aku bukan orang bego’ yang akan lupa daratan ketika bertemu cinta seperti ini. Aku yakin bisa membalikkan keadaan” yang kalian khawatirin itu. Aku akan mengubah cinta itu menjadi energy positif yang nggak bakalan mengacaukan kehidupan sembilan belas tahunku ini. Percaya dech.
Hahahahahaa..Kalian emank lebay penasarannya. Tapi santai aja. Aku akan memberikan feedback yang sepadan dengan apa yang kalian ekspresikan. Aku hanya butuh space yang lebih gede untuk kemudian kita runtuhkan tembok” benci yang selalu ada dalam sebuah kehidupan manusia.
Bagiku semua ini adalah kanal baru yang aku hadapi. Terus terang aku belum punya cukup pengalaman tentang cinta. Aku hanya meraba-raba problematikanya dari pengejaran cita-citaku selama ini melalui tulisan-tulisan fiktifku. Dan setidaknya itu yang menuntun jalan cinta ini seperempatnya. Yach..cukuplah buat lika-likunya beberapa waktu ini. Walaupun sebenarnya aku terikat dengan keadaan yang selalu membingungkan ketika aku tercekik cinta itu sendiri.
Kadang aku sembunyi di balik bayang-bayang pepohonan yang menurutku cukup rindang untuk aku berteduh dari bara api cinta yang sudah membakar jiwa para pecinta, namun di lain sisi aku harus menantang teriknya sinar matahari untuk mengetahui seberapa kuatkah aku mengikuti alur cinta ini.
Cinta ini membuat aku menunggu. Membisu pun aku lakukan jika nantinya aku merasakan kenyamanan yang aku ingini. Tapi aku juga sudah mempersiapkan kepala untuk tegak jika berikutnya aku akan kecewa dengan konsekuensi pilihanku. Bukan karena aku pemberani, bukan juga karena aku berjiwa besar. Atau ada yang mau bilang karena aku pengecut atu karena aku terlalu pesimis dengan cinta ini atu kalian mau bilang aku ragu dengan perasaan yang sudah dahsyat melanda diriku ini..? Bukan. Tapi lebih dari itu, karena AKU TAU SIAPA CINTA INI. Selengkapnya...

Refleksi Setahun..


Mohammad Hamim Arifin..

Sudah sembilan belas tahun kau hidup di dunia ini terhitung mulai detik hari ini. Banyak hal tentunya yang sudah kau dapat dari usiamu ini. Dari enam tahun belajar mempersiapkan pencarian jati diri setelah enam tahun sebelumnya menjalani proses belajar dari lingkungan sekitarmu. Dan enam tahun berikutnya untuk mencari jati diri yang sebenarnya kau tau belum kau dapatkan sepenuhnya. Harus kau sadari itu dan segera memberikan sikap. Aku rasa akan sangat panjang jika harus dipaparkan disini kehidupan yang sudah kau jalani selama tiga kali enam tahun. Karena kau juga tau tidak sedikit yang kau alami dan kau dapatkan selama itu.

Setahun lalu kau masih bingung menentukan sikap sebagai persiapan menyongsong ambisi dan harapanmu itu. Masih terlalu dini kau pikir. Karena masih banyak PR yang belum kau selesaikan sebelum beranjak dari keterbelakangan pengalamanmu. Masih terlalu pendiam untuk manusia yang memiliki ambisi besar macam kau. Masih terlalu naif dengan tingkah lakumu yang sudah melampaui batas kewajaran. Masih hijau dengan syarat segudang pengalaman yang harusnya kau miliki sebelum melangkahkan kaki. Dan tentunya kau juga masih kekanakan untuk mencapainya. Namun dengan segala kekurangan yang kau miliki, saat itu kau dengan yakin melantangkan semua impian, harapan, cita-cita, ambisi dan anganmu walau kau juga belum tau apa yang akan terjadi dengan semua mimpi itu.

Kini kau sudah menapaki hidup ke-sembilanbelas tahun-mu dengan(lumayan) sukses. Dalam kurun waktu setahun ini kau sudah banyak memberikan bahan persiapan-persiapan yang memang seharusnya kau penuhi.sudah kau pelajari sejarah hidup sebagai perjalanan menuju impianmu. Kau rubah sedikit kebiasaanmu untuk menjadikan harapanmu berarti. Proses belajarmu telah kau sesuaikan dengan cita-cita yang selama ini kau teriakkan. Mulai mengenali dunia yang kau tujukan pada besarnya ambisimu. Dan berusaha mengunggah khayalmu dengan meyakinkan angan yang akan kau raih.

Hidup memang tak semudah dan tak seindah waktu kau kanak-kanak dulu. Panas dan dinginnya duniamu tak bisa diterka seperti kau menjawab soal-soal statistik yang akan kau hadapi semester depan. Butuh strategi hidup untuk bertahan dari seleksi alam yang berlaku. Tapi apapun yang terjadi, harus kau jalani dan harus kau hadapi dengan segenap hati. Walaupun dengan keadaanmu yang terluka yang kau sadari itu. Dan jangan pernah kau lari dari kenyataan ini. Karena belum waktunya kau berhenti. Dan jangan sampai cepat berpuas diri. Bekerja dan kejarlah apa yang sudah menjadi mimpimu hingga saat kau tak berguna lagi. Maka apapun yang terjadi, harus kau jalani dan harus kau hadapi dengan segenap hati. Walaupun dengan keadaanmu yang terluka yang kau sadari itu. Dan jangan pernah kau lari dari kenyataan ini.

Selamat Ulang Tahun yang ke-19..
Keep Moving Forward..!!
Bila hidup tak berputar, kau tak akan merasakan semuanya..
Be Ready..!! Selengkapnya...

Study Tour Kere..

Hari ini aku cukup disibukkan dengan agenda angkatan adik kelas SMA-ku dulu. Karena hari ini pun aku bukan tanpa kesibukan di kampus. Dan yang paling urgen adalah tugas resume dan presentasi mata kuliah Komunikasi Antar Personal. Tak lupa aku juga harus menemui dosen mata kuliah AIK(Agama Islam Kemuhammadiyahan)-ku yang telah siap memberikan waktu diskusi setelah jam ajarnya pagi ini.

Namun, Tuhan selalu memberikan jalan kepada setiap HambaNya yang sedang berdiri dalam dua pilihan. Akupun mendapatkan pertolonganNya.

Keterlambatanku memasuki kelas AIK masih bisa dimaklumi dosenku. Pagi ini aku harus sedikit olahraga. Ketika jam sudah memberitahukan keterlambatanku sekitar 12 menit, aku masih berada di depan laptop yang sedari subuh aku nyalakan untuk membantuku menyelesaikan tugas yang semalam harus aku pending karena keterbatasan tenagaku. Dan parahnya, aku masih disibukkan dengan sifat manusiawi-ku ketika sudah berada didepan masjid(mata kuliah AIK diadakan dimasjid). “Gawat..! aku lupa ruanganku..” Aku juga sedikit heran dengan peristiwa bodoh ini. Peristiwa yang berlangsung selama dua menitan ini juga mengundang tanya satpam masjid yang berdiri didepanku.

“Hmm..” Dan anehnya lagi, ingatan tentang ruanganku muncul ketika aku melihat kearah rumah makan Otoy yang berada didepan masjid.


Masalah muncul lagi saat aku harus memilih antara kuliah Komunikasi Antar Personal-ku dan amanatku sebagai guide angkatan adik” kelas SMA(mereka ngadain study banding kekampusku..nggak ada kerjaan nich..!?) yang telah tiba tujuh menit sebelum aku memasuki ruang kelasku.

Dengan sedikit keberanian, aku meminta ijin dosenku untuk menemui rombongan yang telah diterima di Aula Rektorat.

Setelah menemui dan berbincang” dengan mereka(adik” kelasku), aku harus berhadapan dengan orang” terhormat dari rombongan mereka. Memang tak sekeren Joe Sandi yang telah terpilih sebagai The New Master of Magic, tapi bagiku berhadapan dengannya akn ada rasa gugup dan segala kecanggungan yang menghampiri dalam diri. Mereka adalah mantan wali kelasku serta kepalah sekolah SMA-ku. Hufftt.. But its oke. Nothing problem waktu aku ngobrol dan lumayan terkendali. Bahkan aku sempat membincangkan pola pikir filsafat teologi klasik dengan mantan guruku yang sekarang akan melanjutkan S2-nya di Fakultas Filsafat Institut Agama Islam Negeri Surabaya.


Jam 11.45 adalah tenggat waktu mereka dikampusku dan waktunya melanjutkan agenda Study Tour yang telah direncanakan.


Rasanya cukup menyenangkan bertemu dengan mereka(lagi). Hampir setahun. Dan tidak ada media yang cukup efektif untuk sekedar ngobrol dengan mereka. Apalagi bersilaturahmi dengan Dewan Guru-nya. Seakan tidak percaya, ketika perpisahan dulu kerelaan kami dikarenakan tiada pertemuan yang abadi. Namun, sudah dan akan terbukti bahwa seperti pertemuan, tiada perpisahan yang abadi.

Selengkapnya...


Assalamu'alaikum Kak Hakim..

Sudah dua minggu ini aku belum memberikan sedikit bingkisan cerita padamu. Sebelumnya bisa aku kabarkan bahwa keadaanku sedikit lebih baik walau kemaren sempat demam dan flu..

Dimulai dari berita paling menghebohkan yang juga sempat menenggelamkan berita politik tentang koalisi partai yang saat itu tengah panas karena publikasi komunikasi SBY-Mega yang tak lagi romantis, kasus pembunuhan bos PT. Putera Rajawali Banjaran(PRB) Nashruddin Zulkarnaen. Kasus yang terjadi pada tanggal 14 April tersebut sukses menyeret nama Ketua KPK Antasari Azhar sebagai terdakwa. Bukan Dia yang membunuhnya, tapi disinyalir Dialah dalang dibalik pembunuhan itu. Sempat ada kabar, motif pembunuhannya adalah cinta segitiga antara Antasari, Sang Boz dan istri siri Sang Boz, Rani Mulyani. Namun sampai saat ini, walaupun resmi menyandang status tersangka, pengadilan masih belum bisa membuktikan kejahatannya.
Kasus ini juga sempat membuat gerah pemerintah yang sekarang sedang menikmati masa koalisi partai dan kompetisi mengejar RI-1 dan RI-2. Akhirnya, SBY sebagai presiden memberikan komentar sekaligus keputusan terkait dengan status Antasari Azhar sebagai Ketua KPK melalui Jubir-nya, Andi Malarangeng dan Menteri Sekretaris Negara, Hatta Radjasa. Dengan itu diputuskan Antasari Azhar dinon-aktifkan sebagai Ketua KPK untuk sementara.
Wah....Jurus apalagi nich...?!?

Informasi selanjutnya mungkin akan memberikanmu sedikit kejutan. Minggu kemaren Ketua Mahkamah Konstitusi(orang Madura itu lho...!) Mahfudh MD, dengan resmi membuka pendaftaran bagi Capres dan Cawapres bagi yang telah memenuhi syarat pendaftaran seperti partai yang mengusung nama mereka harus memiliki suara minimal 20%. Dan yang bikin kejutan pertama adalah pasangan Jusuf Kalla dan Wiranto. Pasangan Golkar dan Hanura yang tidak diprediksikan sebelumnya ini mendeklarasikan pencalonan mereka ditempat yang sedikit istimewa, Tugu Proklamasi. Alasan yang mereka kemukakan sebagai pertimbangan pemilihan tempat adalah tempat yang sesuai dengan momentum yang ada. Dan dengan lugasnya juga, pasangan pertama ini juga telah memberikan slogan(motto) yang nantinya akan mereka tebarkan; Lebih Cepat, Lebih Baik dan Lebih Tegas. Sureprise kan..?!

Huufff..........,,,,.,.,.,.,...
Hari ini sebenarnya aku capek banget Kak dan kebetulan saat aku menulis tulisan ini, aku sedang ngantuk dan lemas. Jadi, sorry kalo tulisannya terkesan bukan aku yang biasanya. Sedikit keburu juga, coz besok aku harus kuliah pagi.
Mungkin bisa aku cukupkan sampai disini aja. Oke..!? Satu sentuhan terakhir untuk aku rekomendasikan untuk jadi tambahan bahan renungan: "Kehilangan uang dapat tergantikan. Namun kehilangan waktu, siapa yang bisa ganti?"
Selengkapnya...

Hati yang terbungkus..


Assalamu'alaikum Kak Hakim..

Waduh..dah lama ya nggak ketemu. Gimana kabarnya sekarang..? Dah sejahtera ya..? Semoga aja kayak gitu..
Btw, trims ya kemaren bantuannya. Bukan berarti aQ syirik ato semacamnya, tapi bener dech nggak ada bantuan kakak kemaren, kemana lagi aQ harus memperjuangkan cita" yang selama ini aku banggakan dan selalu teriakkan ini..?
Sejak kau berangkat menjelajahi dunia dengan segala pengetahuanmu, aku selalu berusaha keluar dari bayang" semu yang selama ini mengurungku. Sumpah aku nggak betah. Dan itu sedikit membuat impianku kadang terjatuh berantakan di lautan suram yang pernah aku singgahi. Mungkin kau juga tau itu.
Btw, aku tau kau ingin aku menceritakan keadaan disini kan..? Hmm..lebih baik aku mulai dari keadaan negerimu yang sudah 8 bulan kau tinggalkan ini.

Negeri yang dulu pernah kau banggakan ini sekarang sedang dilanda banyak musibah dan kegilaan. Tuhan kita memberikan tidak sedikit musibah di "Zamrud Katulistiwa"mu ini. Yang paling anyar adalah peristiwa jebolnya Situ Gintung di Karawang 27 Maret lalu. Belum lama setelah itu banjir bandang mengahantam 2 daerah di Sumatera Barat. So..
Pekan awal April sebuah pesta besar"an serentak terselenggara dinegerimu. Sohibul Hajjahnya si KPU..sayang banget kau melewatkannya Kak. Walaupun sebenarnya aku tau kau akan sama denganku menilai pesta ini. MUNAFIK. Ya, aku pernah menangkap sedikit omonganmu tentang PEMILU2009 ini. Banyak hal yang kau ungkapkan dan tak bisa aku tangkap sepenuhnya. Kau juga sepakati kalo Golput yang dikatakan MUI haram itu merupakan sebuah partisipasi politik juga kan..? Sekarang setelah Quick Count dilegalkan, diketahui Demokrat menjuarai 'kompetisi' ini Kak. Menyusul Golkar dan PDI Perjuangan dibelakangnya. Kau masih memendam kekotoran SBY kan di benakmu..??? Jangan sampai kau hilangkan itu Kak. Sebaiknya aku teruskan ya. Seminggu yang lalu, Demokrat dan Golkar yang kita tau sudah bahu-membahu membangun negeri ini dalam kurun waktu lima tahun terakhir harus berpisah karena visi yang mereka usung sudah tidak bisa berjalan beriringan lagi. Dan kau tahu, Jendral Nagabonar yang kau jagokan dengan sembilan partainya itu sepertinya kehabisan bensin untuk motornya mengahadapi mobil-mobil pesaingnya Kak menuju RI-1. Sebenarnya membicarakan politik yang sudah terkontaminasi dengan banyak racun di negeri kita ini terkadang membuatku mual. Hanya sebagai informasi buatmu yang ntar lagi meninggalkan Amerika Tengah menuju Itali untuk sekedar bertemu Totti aku menceritakannya Men..
Sedikit sama dengan keadaan negerimu ini, nasibku tengah melebur. Banyak hal yang membuat suasana hatiku tak karuan. Kehidupan sosialku, atau mungkin yang lebih spesifik persahabatanku dan kisah cintaku. Sebenarnya aku benci mengakuinya, tapi suwer itu jujur.
Persahabatan dan Cinta. Dua hal yang berkaitan dan akan memiliki irama saat keduanya dipertemukan. Dan saat ini irama yang muncul dari ketukan persahabatan dan cinta yang aku miliki ada di titik 'Sol'. Berbahaya untuk orang sepertiku yang masih labil. Belum memiliki banyak ilmu tentangnya. Karena baru" ini seorang sahabat mengarahkan aku untuk menghindari sebuah urusan tanpa aku menguasai ilmunya. Wuih..lumayan ruwet sich bagiku Kak. Hanya saja aku nggak lagi fokus mikir itu. Stay Cool Men. Itu kan yang sering kau ucapkan ke aku saat aku kalah maen PS melawanmu...?
Aku hanya bisa mengambil pelajaran bahwa "Hati manusia selalu akan berbolak-balik sesuai dengan kodrat penciptannya". Selengkapnya...

Geram Kedua Kalinya..


Dear Zein..

Kemarin adalah hari yang sangat melelahkan bagi kakak. Banyak kegiatan yang merupakan kelanjutan dari tugas-tugas UTS kakak kerjakan kemaren. Tapi lebih dari itu, ada satu hal yang membuat kakak sangat terpukul terkait kegiatan yang melelahkan itu. Dan ini tidak pernah kakak alami sebelumnya.
Kakak kira, kakak nggak akan cerita ini disini. Karena ini sangat pribadi yang tidak harus menjadi beban. Tapi sekali lagi, ini merupakan kenyataan pahit (cie..cie..) yang baru kali ini kakak alami.
Kemaren saat kakak mengikuti sebuah lomba yang diadakan kampus dalam rangka Rektor Cup, kakak kalah di semifinal. Ini sebuah pencapain yang sangat tidak bisa kakak terima. Bukan karena gengsi atau sebuah penyesalan karena salah menjawab soal yang mengurangi poin yang sudah kakak peroleh, terlebih karena kekalahan ini tidak murni dari kesalahan yang dibuat kakak dan teman-teman kakak. Ada sebuah alasan mengapa kakak wajib kecewa atas kekalahan ini. Kami merasa DICURANGI. Ya, kami merasa itu bukan sebuah kompetisi yang adil. Ada sebuah kebodohan dalam tubuh panitia dan tentu ini bisa dikatakan sebuah hal yang wajib dibenahi oleh panitia yang merupakan anggota dari JF. Benar-benar tidak profesional.
Kakak kira bukan tindakan terpuji jika kakak menyebutkan kebodohan-kebodohan mereka disini. Biar kakak dan temen-temen kakak kemaren aja yang tau dan biarkan mereka intropeksi walau itu terkesan sulit terealisasi bagi mereka.
Hufmm hah..daripada itu ada beberapa hal yang harus kakak jadikan bahan intropeksi bahwa kita tak akan belajar bila tak pernah melakukan kesalahan. Selengkapnya...

Aku Manusia (6)..



Dunia sesak dengan rasa pahit
Ketika semua yang dilihat serasa menyempit
Bukankah itu karena kau yang sedikit
menganggap keagungan adalah penyakit

Tidak. Itu rasanya tidak benar.
aku keliru menilai sekelilingku dengan mata
sehingga kuragukan hati saat mengoceh

Kusetir kerinduan api amarah dalam-dalam
menyeruak, membuncah mendengarkan kesah
Begitu, rasanya keberadaan ini harus berdarah

Menusuk tangan syetan di telapak pikiran
Kemegahan langit memudar kehitaman
disiang hari yang penuh kebahagiaan

Mentah, karena sekarat akan beban
jujur, aku tak ingin nilai itu kuberikan

Menjadi buruk dengan tanda-tanda
bahwa aku bukan manusia seperti dia

Ingin rasanya berhenti bermimpi
Menyandang kekuatan bumi dan berdiri
Tak usah tegak, aku sudah belajar mandiri
Bukan ini yang akan musnah karena duri
Tapi perisai yang melindungi harga diri
Kehormatan bisa aku dapat saat berlari

Apa aku berbohong..?
Ini bukan omong kosong

Bukan sekedar bualan
juga bukan ucapan orang gila
Tapi kepenatan dari pikiran
Selalu mencari tanpa tau selingan

Selanjutnya dua dunia itu terbang
dengan angkuh, bayangan putih hilang
bersama kabut di pagi cerah
apa aku terlihat berdusta..?

Burung sering berkicau dengan riang
Tapi ini bukan kicauan burung
juga bukan isapan jempol

Semuanya akan berakhir

Kenanglah keindahan sejarahmu
Kau pasti butuh itu
Terus berlalu
Namun tak pernah berlalu

Menanamkan bayang semu
dalam kecaman dunia maya

Bukankah kau juga pesakitan
Menangis dan tertawa bersamaan

Kau anggap kau orang tenang..?
Gila, bisa jadi seperti itu
Karena kau belum tau siapa dirimu

apa tujuanmu selama ini..?
apa yang kau tuju..?
apa benar kau punya tujuan..?


Sumenep, 31 Jule 2007
Selengkapnya...

Obrolan Perjalanan Semalam..


Siang itu matahari serasa membakar kulit. Sangat tidak bersahabat. Aku liat jam di Hpku sudah menunjukkan angka 11.56 dan cuaca panas ini terus memberikan suatu peringatan bahwa bukan ide bagus berangkat ke Malang ditemani terik sinarnya yang menyengat. Ya, hari Sabtu siang kemarin aku melakukan perjalanan ke Malang setelah sebelumnya dua hari berada di Madura untuk turut berpartisipasi terhadap Pemilu Keparat 2009 ini.
Aku dan temenku saat itu tau akan keadaan ini, tapi rencana dan janji tidak dapat diubah semau kita. Kami punya rencana dan janji pada dua orang kawan yang tidak mungkin untuk kami ingkari. Tapi aku tidak akan membicarakan tentang perjanjian ini. Aku hanya ingin menggambarkan pada para pembaca tentang perjalanan melelahkan kami berdua kemarin. Fiuhh..aku rasa bisa kita mulai kan..?
Seperti yang kuceritakan diatas, siang itu sangat panas. Dedaunan dan pohon” yang berdiri disamping jalan tau itu. Berdua kami mengenakan jaket yang terbuat dari kain yang ringan. Temanku yang memakai jaket warna abu” terus mencoba berkonsentrasi mengemudikan motornya untuk kemudian lebih mengabaikan panasnya cuaca siang itu. Aku sendiri dengan jaket coklat berharap keluhan itu tidak aku ucapkan lagi dengan mengenakan topi.
Sekitar dua kilometer perjalanan aku membuat sebuah kecerobohan. Hah..? Topi yang aku kenakan terbang di terpa angin. Untung saat itu tidak ada mobil yang meremukkan topi itu. Huff..dan ini membuat aku dimarahi temanku. Rasanya dengan usahanya untuk konsentrasi itu, kesalahan sekecil apapun tidak bisa dimaafkan. Oke, aku mengerti. Perjalanan berlangsung kembali.
Sebelumnya aku ceritakan bahwa perjalanan ini dari Sepulu, sebuah desa sekaligus kecamatan tempat tinggal kami di Bangkalan Madura menuju kota yang saat ini menjadi domisili kami, Malang. Untuk itu kami harus melewati pelabuhan penyebrangan selat Madura, Surabaya, Sidoarjo, Pasuruan untuk sampai di kota yang katanya dikenal dengan Kota Pendidikan, Malang.
Cerita dilanjutkan sesampainya kami di pelabuhan Kamal. Pelabuhan untuk menyebrangi selat Madura. Seharusnya tidak ada masalah dengan pelabuhan ini. Tapi kemudian keluhan datang akan penumpang yang bejubel dan sekali lagi, cuaca yang panas.
Kami dengan ribuan penumpang lainnya harus berbagi antrian untuk banyak hal. Beli karcis, masuk kapal dan menempatkan kendaraan di atas kapal.
Tepat setelah kami mendapatkan tempat di belakang kapal (aku lupa apa sebutan untuk belakang kapal..!?), kami memutuskan naik ke lantai dua dari kapal ini. Dan aku lupa satu lagi kenyataan bahwa kami juga harus berbagi tempat duduk di kapal feri ini (sebutan untuk kapal penyebrangan..).
Sesampainya di Surabaya, kami sempat mendatangi dua tempat yang semestinya tidak ada dalam rencana perjalanan kami, yaitu GAMA MOTOR, toko onderdil resmi Vespa yang ada di jalan Indrapura untuk membeli beberapa barang terkait dengan keanggotaan temenku sebagai KOMPAS (KOMunitas vesPA Sepulu), dan tempat kost kakakku di daerah Stikes Yarsis tempat Ia kuliah untuk mengembalikan digi.cam dan menyampaikan beberapa pesan dari keluarga.
Setelah sedikit nyantai sejenak dan menyegarkan badan dan wajah, sekitar jam empat sore kami meneruskan perjalanan (yang sedikit) sial ini menuju kota berikutnya, Sidoarjo.
Kesialan yang berbuah keresahan ini diawali saat kami merasa ada yang aneh pada sepeda motor yang kami tunggangi sesampainya di Sidoarjo. Temenku bilang knalpotnya bocor dan harus segera dibengkelin untuk menghindari copotnya onderdil satu-satu.
Sejauh kurang lebih tiga kilometer kami melirik kanan kiri guna mencari bengkel yang dapat meredakan keresahan kami sampai akhirnya kami menemukan sebuah bengkel di kiri jalan. Sekali lagi, “Cuacanya panas nich..!”
Tak berhenti disitu saja, keresahan sekali lagi muncul ditandai dengan bunyi”an aneh dari roda depan kami. Setelah beberapa kali kami menghentikan motornya untuk diperiksa, akhirnya kami memutuskan untuk mengabaikannya (walau sebenarnya takut juga sich..!?) dan menuju kota berikutnya, Pasuruan.
Tidak banyak hal yang bisa diceritakan di Pasuruan. Antrian seperti biasanya di sepanjang jalan Raya Gempol ditambah udara panas yang menemani dan sesekali ikut menghantam bersama dengan debu jalanan menjadi cerita yang sudah biasa AKPER (AnaK PERjalanan) alami. Indahnya pemandangan dan banyaknya pabrik air mineral dalam kemasan menjadi hiasan mata orang-orang yang lewat di sepanjang jalan termasuk kami. Terbenamnya matahari dan berkumandangnya Adzan Maghrib ikut menandai tibanya kami di Malang.
Lawang, sesuai dengan artinya yang berarti ‘pintu’ adalah gerbang masuk ke kota Malang. Dengan semangat motor kami melalui berpendarnya cahaya matahri pada ilalang-ilalang di kanan-kiri jalan raya yang kami lewati. Nyaris tak ada yang bisa kami keluhkan setibanya disini. Udara yang tak lagi panas dengan sejuknya menyentuh pori-pori kulit dan menyeka peluh yang kami rasakan. Mungkin terdengar berlebihan. Tapi setidaknya kami tak lagi mengeluhkan panas dan debu berterbangan yang kami takuti menghilangkan manisnya wajah kami. He hee..
Singosari menjadi kecamatan kedua yang kami lewati. Disini temenku semakin kencang mengemudikan motornya. Namun, disini pula bencana terjadi. Ditengah perjalanan yang sangat menyenangkan dengan menikmati alam, tiba-tiba..”Breett..”, aku tidak tau pasti suaranya, tapi mungkin bisa sedikit mengimajikan suara motor mogok.
“Kenapa ne Him..?”, sembari kaget aku bertanya.
“Sepertinya bensinnya abis Mim..”.
“Hah..? Disini..? Sekarang..? Ya baguslah..”.
“Hmm..”. Ya, motor kami mogok. Bensinnya habis. Dan kami terpaksa harus melakukan kegiatan yang paling dihindari orang yang sedang berkendara: ‘Ayo dorong..!’
Tidak ada cara lain selain mendorong motor ini sampai menemukan tempat untuk membeli bensin. Kami pun dengan semangat yang sedikit mengendor mendorong motor sejauh mungkin. Tak kami hiraukan semua pandangan yang mengarah pada kami. Walaupun sebenarnya ada rasa malu yang terlalu berat untuk akmi singkirkan.
Setelah sekitar dua ratus meter mendorong, kami berhadapan dengan jalan menurun yang menguntungkan. Tentunya membri respon positif. Tanpa basa-basi kami kembali menunggangi motor dan “Ngeengg..”, motor kami melaju. Sepertinya motor kami juga senang meluncur tanpa harus menghidupkan mesin.
Namun, rasa senang itu segera menjadi beban bagi kami.
“Waduh..tanjakan nich Mim..”, temanku memberi peringatan beban yang harus kami tanggung sebentar lagi. Kami pun mencoba memberikan respon sepositif tadi. Dan huhf..kami pun mendorongnya sekuat tenaga hingga ke atas. Tapi sial tenaga kami sudah habis untuk acara semangat dorong-mendorong tadi di bawah sampai ke atas sini.
Untuk meringankan beban ini, kami pun ngobrol gaya jadul yang sudah lama kami tidak perankan. Sebelumnya perlu diketahui kami adalah satu angkatan dari TK dulu dan masih bertahan sampai saat ini.
“Kamu masih ingat liburan TK Cawu I kita di Malang..? Sudah lama banget ya..? Dan sekarang kita bolak-balik ke Malang untuk masing-masing urusan kita..! Dan bahkan pelabuhan untuk sebuah cita-cita..!”, temenku membuka obrolan ini dengan mengenang masa imut kita dulu.
“Ya, kadang aku juga merasa masa-masa seperti itu tidak ingin berlalu dan terus kita rasakan. Tapi itu hanya pikiran bodoh. Banyak yang akan kita lakukan di depan dan tidak akan berpengaruh pada masa itu..”.
“Jujur kadang aku iri pada kalian. Kalian sudah berhasil menjadi orang setengah jadi yang siap untuk dipakai. Aku yang amburadul seperti ini bahkan tidak tau apa yang terjadi esok. Apa kamu yakin bisa bertahan dengan kehidupan kita yang seperti ini menghadapi dunia yang semakin keparat ini Mim..”.
“Kehidupan seperti apa yang kamu maksud..?”.
“Kehidupan sosial kita yang pas-pasan ini. Kehidupan dengan gaya hampa dan tidak jelas ini..”.
“Kalo boleh aku bilang kehidupan ini yang aku merasa enjoy didalamnya. Kehidupan ini bukanlah suatu hal yang harus membuat kita malu kan..? miskin harta bukan berarti kita juga harus miskin hati dan cinta..! Bukan untuk dibebankan. Walaupun aku juga masih belum bisa bersyukur dengan kehidupanku yang sekarang..”.
“Ya, kamu pernah bilang kalo kaum yang pertama masuk surga adalah orang-orang miskin iya kan..? Kamu juga bilang kalo miskin juga bisa juga sebuah pilihan kan..?”.
“Ya aku ingat itu. Kenapa..?”.
“Aku hanya ingin bertaruh untuk itu. Aku sadar punya kekayaan hati pun bukan sebuah jaminan. Ada hal” lain untuk kita bisa sejahtera di akhirat ntar. Tapi setidaknya kita optimis dengan segala kekurangan yang kita miliki..”.
“Yup, bahkan untuk beribadah pun bisa jadi sebuah pilihan. Apakah kita akan mengingkari tujuan hidup kita atau sebaliknya..? Sama halnya dengan usia lanjut dan kedewasaan. Kamu kan yang sampaikan itu padaku..?”.
“Ya, aku liat tag line iklan (A-Mild) itu benar. Dan entah kenapa aku merasakan keduanya saat ini..?”.
“Dah ngerasa tua kali..! By the way, di depan kayaknya jual bensin tuch..!”, ucapku menunjuk bengkel didepan memberi isyarat selamatlah kita dari acara dorong-mendorong.
“Akhirnya..!”. Sebuah kata ujung dari kepasrahan itu mengakhiri komunikasi linear model New Comb (yang memberikan pesepsi yang sama dan selaras terhadap sebuah objek) kami.
Kami pun beli satu liter bensin untuk terus melaju sampai Tlogo Mas. Seperti kafilah yang menemukan air di tengah padang pasir, kami meloncat tanpa sadar dan langsung meluncur hingga akhirnya sampai di kost.
Sesampainya di kamar, mandi, shalat dan makan adalah kegiatan kami sebelum akhirnya merebahkan diri di atas kasur.
Perjalanan yang sedikit menguras tenaga untuk diceritakan. Tanpa banyak memikirkan hikmah apa yang terkandung di dalamnya, aku memberanikan menceritakan perjalanan ini setelah dipaksa beberapa kawan untuk menceritakan kisah konyol dengan kegiatan bodoh dorong-mendorong itu.
Selamat menikmati Bingkisan Cerita ini..
Selengkapnya...

Pengenalan Tokoh: Taufiq Ismail..


Sebagai seorang calon Jurnalis, hendaklah kita mengetahui tokoh-tokoh Penulis khususnya di bidang Jurnalistik. Oleh karenanya tulisan ini hadir mengisi kelangkaan pengetahuan akan tokoh-tokoh tersebut.


Mungkin salah satu tokoh yang aku rekomendasikan untuk kita ketahui bersama adalah Taufiq Ismail. Jurnalis yang juga seorang sastrawan-budayawan dan penyair besar ini dikenal dengan pernyataan tegasnya: “Bangsa tanpa sastra adalah bangsa tanpa nurani.”

Taufiq Ismail lahir di Bukittinggi, 25 Juni 1935. Masa kanak-kanak sebelum sekolah dilalui di Pekalongan. Ia pertama masuk sekolah rakyat di Solo. Selanjutnya, ia berpindah ke Semarang, Salatiga, dan menamatkan sekolah rakyat di Yogya. Ia masuk SMP di Bukittinggi, SMA di Bogor dan kembali ke Pekalongan. Pada tahun 1956–1957 Ia memenangkan beasiswa American Field Service International School guna mengikuti Whitefish Bay High School di Milwaukee, Wisconsin, AS. angkatan pertama dari Indonesia.

Ia melanjutkan pendidikan di Fakultas Kedokteran Hewan dan Peternakan, Universitas Indonesia (sekarang IPB), dan tamat pada tahun 1963. Pada tahun 1971–1972 dan 1991–1992 ia mengikuti International Writing Program, University of Iowa, Iowa City, Amerika Serikat. Ia juga belajar pada Faculty of Languange and Literature, American University in Cairo, Mesir, pada tahun 1993. Karena pecah Perang Teluk, Taufiq pulang ke Indonesia sebelum selesai studi bahasanya.

Semasa mahasiswa Taufiq Ismail aktif dalam berbagai kegiatan. Tercatat, Ia pernah menjadi Ketua Senat Mahasiswa FKHPUI (1960-1961) dan Wakil Ketua Dewan Mahasiswa (1960–1962). Ia pernah mengajar sebagai guru bahasa di SMA Regina Pacis, Bogor (1963-1965), guru Ilmu Pengantar Peternakan di Pesantren Darul Fallah, Ciampea (1962), dan asisten dosen Manajemen Peternakan Fakultas Peternakan Universitas Indonesia Bogor dan IPB (1961-1964). Karena menandatangani Manifes Kebudayaan, yang dinyatakan terlarang oleh Presiden Soekarno, Ia batal dikirim untuk studi lanjutan ke Universitas Kentucky dan Florida. Ia kemudian dipecat sebagai pegawai negeri pada tahun 1964.

Taufiq menjadi kolumnis Harian KAMI pada tahun 1966-1970. Kemudian, Taufiq bersama Mochtar Lubis, P.K. Oyong, Zaini, dan Arief Budiman mendirikan Yayasan Indonesia, yang kemudian juga melahirkan majalah sastra Horison (1966) yang sampai sekarang Ia pimpin.
Taufiq merupakan salah seorang pendiri Dewan Kesenian Jakarta (DKJ), Taman Ismail Marzuki (TIM), dan Lembaga Pendidikan Kesenian Jakarta (LPKJ) (1968). Di ketiga lembaga itu Taufiq mendapat berbagai tugas, yaitu Sekretaris Pelaksana DKJ, Pj. Direktur TIM, dan Rektor LPKJ (1968–1978). Setelah berhenti dari tugas itu, Taufiq bekerja di perusahaan swasta, sebagai Manajer Hubungan Luar PT Unilever Indonesia (1978-1990).

Pada tahun 1993 Taufiq diundang menjadi pengarang tamu di Dewan Bahasa dan Pustaka, Kuala Lumpur, Malaysia. Sebagai penyair, Taufiq telah membacakan puisinya di berbagai tempat, baik di luar negeri maupun di dalam negeri. Dalam setiap peristiwa yang bersejarah di Indonesia Taufiq selalu tampil dengan membacakan puisi-puisinya, seperti jatuhnya Rezim Soeharto, peristiwa Trisakti, dan peristiwa Pengeboman Bali.

Sebagai penyair besar yang sudah lama bergelut di dunia sastra, tentunya Taufiq Ismail memiliki banyak karya atau tulisan yang kemudian Ia dedikasikan untuk bangsa ini.

Hasil karya:
1. Tirani, Birpen KAMI Pusat (1966),
2. Benteng, Litera ( 1966),
3. Buku Tamu Musium Perjuangan, Dewan Kesenian Jakarta (buklet baca puisi) (1972),
4. Sajak Ladang Jagung, Pustaka Jaya (1974),
5. Kenalkan, Saya Hewan (sajak anak-anak), Aries Lima (1976),
6. Puisi-puisi Langit, Yayasan Ananda (buklet baca puisi) (1990),
7. Tirani dan Benteng, Yayasan Ananda (cetak ulang gabungan) (1993),
8. Prahara Budaya (bersama D.S. Moeljanto), Mizan (1995),
9. Ketika Kata Ketika Warna (editor bersama Sutardji Calzoum Bachri, Hamid Jabbar, Amri Yahya, dan Agus Dermawan, antologi puisi 50 penyair dan repoduksi lukisan 50 pelukis, dua bahasa, memperingati ulangtahun ke-50 RI), Yayasan Ananda (1995),
10. Seulawah Â, Antologi Sastra Aceh (editor bersama L.K. Ara dan Hasyim K.S.), Yayasan Nusantara bekerjasama dengan Pemerintah Daerah Khusus Istimewa Aceh (1995),
11. Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia, Yayasan Ananda (1998),
12. Dari Fansuri ke Handayani (editor bersama Hamid Jabbar, Herry Dim, Agus R. Sarjono, Joni Ariadinata, Jamal D. Rahman, Cecep Syamsul Hari, dan Moh. Wan Anwar, antologi sastra Indonesia dalam program SBSB 2001), Horison-Kakilangit-Ford Foundation (2001) dan
13. Horison Sastra Indonesia, empat jilid meliputi Kitab Puisi (1), Kitab Cerita Pendek (2), Kitab Nukilan Novel (3), dan Kitab Drama (4) (editor bersama Hamid Jabbar, Agus R. Sarjono, Joni Ariadinata, Herry Dim, Jamal D. Rahman, Cecep Syamsul Hari, dan Moh. Wan Anwar, antologi sastra Indonesia dalam program SBSB 2000-2001, Horison-Kakilangit-Ford Foundation (2002).

Karya terjemahan:
1. Banjour Tristesse (terjemahan novel karya Francoise Sagan, 1960),
2. Cerita tentang Atom (terjemahan karya Mau Freeman, 1962) dan
3. Membangun Kembali Pikiran Agama dalam Islam (dari buku The Reconstruction of Religious Thought in Islam, M. Iqbal (bersama Ali Audah dan Goenawan Mohamad), Tintamas (1964).

Selain karya berupa tulisan, Taufiq Ismail juga memiliki aspirasi yang Ia tuangkan dalam bentuk lagu bersama teman-teman musisi lainnya. Atas kerja sama dengan musisi sejak 1974, terutama dengan Himpunan Musik Bimbo (Hardjakusumah bersaudara), Chrisye, Ian Antono, dan Ucok Harahap, Taufiq telah menghasilkan sebanyak 75 lagu.

Ia pernah mewakili Indonesia baca puisi dan festival sastra di 24 kota di Asia, Amerika, Australia, Eropa, dan Afrika sejak 1970. Puisinya telah diterjemahkan ke dalam bahasa Jawa, Sunda, Bali, Inggris, Prancis, Jerman, Rusia, dan Cina.

Kegiatan kemasyarakatan yang dilakukannnya, antara lain menjadi pengurus perpustakaan PII, Pekalongan (1954-56), bersama S.N. Ratmana merangkap sekretaris PII Cabang Pekalongan, Ketua Lembaga Kesenian Alam Minangkabau (1984-86), Pendiri Badan Pembina Yayasan Bina Antarbudaya (1985) dan kini menjadi ketuanya, serta bekerja sama dengan badan beasiswa American Field Service, AS menyelenggarakan pertukaran pelajar. Pada tahun 1974–1976 Ia terpilih sebagai anggota Dewan Penyantun Board of Trustees AFS International, New York.

Ia juga membantu LSM Geram (Gerakan Antimadat, pimpinan Sofyan Ali). Dalam kampanye antinarkoba Ia menulis puisi dan lirik lagu “Genderang Perang Melawan Narkoba” dan “Himne Anak Muda Keluar dari Neraka” dan digubah Ian Antono. Dalam kegiatan itu, bersama empat tokoh masyarakat lain, Taufiq mendapat penghargaan dari Presiden Megawati (2002).

Kini Taufiq menjadi anggota Badan Pertimbangan Bahasa, Pusat Bahasa dan konsultan Balai Pustaka, di samping aktif sebagai redaktur senior majalah Horison.
Oleh karena memiliki peran besar terhadap kegiatan menumbuhkan minat sastra dan atas dedikasinya itu Ia juga mendapat banyak penghargaan.

Anugerah yang diterima:
1. Anugerah Seni dari Pemerintah RI (1970),
2. Cultural Visit Award dari Pemerintah Australia (1977),
3.South East Asia (SEA) Write Award dari Kerajaan Thailand (1994),
4. Penulisan Karya Sastra dari Pusat Bahasa (1994),
5. Sastrawan Nusantara dari Negeri Johor,
Malaysia (1999) dan
6. Doctor honoris causa dari Universitas Negeri Yogyakarta (2003).

Taufiq Ismail menikah dengan Esiyati Yatim pada tahun 1971 dan dikaruniai seorang anak laki-laki, Bram Ismail. Bersama keluarga ia tinggal dijalan Utan Kayu Raya 66-E, Jakarta 13120.
Telepon (021) 8504959
Faksimile (021) 8583190
Pos-el: Alamat e-mail ini dilindungi dari spambot, anda harus memampukan JavaScript untuk melihatnya.

Dilansir dari situs Balai Bahasa Bandung..


Selengkapnya...

Pemahaman sederhana tentang Jurnalistik..


Melihat realitas yang ada, sepertinya masih banyak kawan-kawan yang masih belum ngeh akan pemahaman dan pengertian Jurnalistik. Bahkan tulisan ini sengaja muncul akibat kekecewaan setelah mengikuti sebuah Diklat Jurnalistik baru-baru ini.

Sejarah Jurnalistik
Dimulai dengan sejarahnya, Jurnalistik pada mulanya hanya berkaitan dengan pengelolahan informasi rapat dan sidang senat Romawi yang ditempelkan pada selembar kertas dipusat kota (Forum Romanum). Namanya Acta Diurna yang sampai sekarang diakui sebagai produk jurnalistik pertama dan ada pada zaman Romawi Kuno ketika Kaisar Julius Caesar berkuasa. Dalam sejarah Romawi kuno, para ahli sejarah Negara Romawi pada permulaan berdirinya kerajaan Romawi (Imam Agung) mencatat segala kejadian penting yang diketahuinya pada annals (papan tulis yang digantungkan di serambi rumahnya). Catatan pada papan tulis itu merupakan pemberitahuan bagi setiap orang yang lewat dan memerlukannya.
Pengumuman sejenis itu dilanjutkan oleh Julius Caesar pada zaman kejayaannya. Caesar mengumumkan hasil persidangan senat, berita tentang kejadian sehari-hari, peraturan-peraturan penting, serta apa yang perlu disampaikan dan diketahui rakyatnya, dengan jalan menuliskannya pada papan pengumuman berupa papan tulis pada masa itu. Pada tahun 60 SM dikenal dengan Acta Diurna dan diletakkan di Forum Romanum (Stadion Romawi) untuk diketahui oleh umum. Terhadap isi Acta Diurna tersebut setiap orang boleh membacanya, bahkan juga boleh mengutipnya untuk kemudian disebarluaskan dan dikabarkan ke tempat lain.
Asal kata jurnalistik yang dianggap betul adalah “Journal” atau “Du jour” (Bahasa Prancis) yang berarti hari, di mana segala berita atau warta sehari itu termuat dalam lembaran tercetak. Karena kemajuan teknologi dan ditemukannya pencetakan surat kabar dengan system silinder (rotasi), maka istilah “pers” muncul, sehingga orang lalu mensenadakan istilah jurnalistik dengan pers. Sejarah yang pasti tentang jurnalistik tidak begitu jelas sumbernya, namun yang pasti jurnaliatik pada dasarnya sama yaitu diartikan sebagai laporan.
Seiring kemajuan teknologi informasi maka yang bermula dari laporan harian maka tercetak menjadi surat kabar harian. Dari media cetak berkembang ke media elektronik, dari kemajuan elektronik terciptalah media informasi berupa radio. Tidak cukup dengan radio yang hanya berupa suara muncul pula terobosan baru berupa media audio visual yaitu TV (televisi). Media informasi tidak puas hanya dengan televisi, lahirlah internet, sebagai jaringan yang bebas dan tidak terbatas. Dan sekarang dengan perkembangan teknologi telah melahirkan banyak media (multimedia).

Pengertian Jurnalistik
Definisi jurnalistik sangat banyak, namun pada hakekatnya sama. Para Pakar, praktisi, tokoh komunikasi atau tokoh jurnalistik mendefinisikan berbeda-beda. Secara harfiah, jurnalistik (journalistic) artinya kewartawanan atauhal-ihwal pemberitaan. Kata dasarnya jurnal (journal), artinya laporan atau catatan, atau jour dalam bahasa Prancis yang berarti ‘hari’ (day) atau ‘catatan harian’ (diary) atau dalam bahasa Belanda journalistiek artinya penyiaran catatan harian.
Istilah jurnalistik erat kaitannya dengan istilah pers dan komunikasi massa.. Dalam komunkasi massa, jurnalistik mempunyai fungsi sebagai pengelolaan laporan harian yang menarik minat khalayak, mulai dari peliputan sampai penyebarannya kepada masyarakat mengenai apa saja yang terjadi di dunia. Apapun yang terjadi baik peristiwa factual (fact) atau pendapat seseorang (opini), untuk menjadi sebuah berita kepada khalayak.
Jurnalistik merupakan kegiatan yang berhubungan dengan pencatatan atau pelaporan setiap hari. Jadi jurnalistik bukan pers, bukan media massa. Menurut kamus, jurnalistik diartikan sebagai kegiatan dalam mencari, menyusun, menulis, menyunting dan menerbitkan (mempublikasikan) berita di media massa (baik media cetak maupun edia elektronik).

Mungkin hanya itu yang bisa aku jelaskan secara singkat tentang pengertian Jurnalistik. Seperti yang aku sampaikan di awal, bahwa salah satu faktor munculnya tulisan ini dikarenakan kekecewaanku terhadap sebuah Diklat Jurnalistik yang aku ikuti bersama kawan-kawan Ilmu Komunikasi lainnya. Saat itu semangat kami yang menggebu-gebu harus dibayar mahal dengan sedikitnya pengetahuan tentang Jurnalistik yang kami dapati dan banyaknya waktu serta pikiran yang kami pakai disitu.
Entah kenapa pikiranku tidak bisa menerima pikiran-pikiran positif lainnya yang mencoba mengisi ruang utama otakku. Bahkan untuk menghindari keinginanku yang ingin meninggalkan tempat itupun aku tidak bisa. Tapi demi menghormati temanku yang merupakan Dewan Panitia dari acara ini, aku mengurungkan dan membuang niat itu jauh-jauh.
Oleh karenanya wahai kawan-kawan, semoga dengan adanya tulisan ini bisa sedikit memberi pemahaman tentang Jurnalistik.
Selengkapnya...

Strategi Emotional Appeal..

Kadang berada pada pijakan yang berbeda, membuat sebuah hubungan persahabatan sedikit bersitegang (dengan gaya bercanda..!). Adu argumen untuk menjagokan pijakan yang mereka pilih atau sebuah sindiran kerap kali terlontar dari masing-masing kubu. Bahkan debat kusir goblok layaknya Orang Awam, bisa jadi menu alternatif mereka untuk sekedar pembuktian kualitas. Seperti peristiwa yang aku alami kemarin sore dikampus dengan salah seorang sahabatku sehabis pulang kuliah.
Adalah sebuah stand diklat yang membuat kami melakukan hal bodoh ini hingga emosi kami (sedikit) terpancing. Sebelumnya, layak diketahui, kami adalah mahasiswa jurusan Ilmu Komunikasi dengan beda konsentrasi. Sahabatku yang memiliki minat terhadap konsentrasi Public Relations sedikit memberikan sindiran padaku yang sedari awal hanya memiliki satu tujuan menjadi seseorang dengan gelar mahasiswa; Jurnalistik. Kebetulan stand diklat tersebut adalah Stand Diklat Jurnalistik yang diadakan oleh sebuah jurusan di salah satu fakultas Universitas yang kami tempati.
“Diklat apa sich..? Dasar Jurnalis kere..!”, sindirnya ketika kami melewati stand tersebut bersama teman-teman lainnya.
“Haah..? Elu Humas kere..!”, dengan mudah sindirannya membuat aku terpancing untuk membalas, sehingga terjadilah perdebatan berbeda suku ini antara Jurnalis kere dan PR (piar,red) kere.
“Ini bukti bahwa PR itu kere. Mana pernah PR ngadain diklat..?!”.
“Ini juga bukti bahwa Jurnalistik gampang dipelajari. Hanya dengan kita mengikuti diklat yang 2-3 hari saja sudah bisa kita kuasai..!?”.
“Iya ya..?!”, salah seorang temenku tersentak dan seakan secara tidak sengaja menanggapi.
“Kalau PR nggak ngadain diklat atau semacamnya, artinya PR bisa dikuasai lebih mudah dari Jurnalistik donk. 2-3 jam misalnya..!”.
“Bener juga ya..?!”, tanggapan spontan temenku lagi.
“Bahkan Jurnalistik bisa dipelajari dimana saja. Banyak situs Jurnalistik yang ada internet. Dan kamu bisa temui, disana isinya orang-orang biasa dan luamayan kere-lah..!”.
“Justru itu sebuah bukti bahwa Jurnalistik populer dan bisa dipelajari dengan banyak media untuk diakses. Disitu kelebihannya Bung..!?”.
“Iya tuch..?!”, sekali lagi temenku ikut nimbrung.
“Pasti kamu tau kan bahwa dalam Jurnalistik ada yang namanya Civil..civil..mmm.. ya Civil Jurnalisme..”, sejenak berhenti.
“Civil Jurnalisme..? Citizen Jurnalisme kali..!!”, temenku membenarkan.
“Ya, maksudku Citizen Jurnalisme. Itu menandakan orang-orang biasa semacammu itu bisa mempelajarinya. Artinya Jurnalistik bisa dipelajari siapa saja kawan..!”.
“Mang napa..? Jurnalistik bisa dipelajari siapa saja tanpa membedakan status sosial Man (men,red). Bahkan untuk orang menyedihkan semacammu..!”.
“Aku pulang dulu ya..!”, salam perpisahan salah satu teman kami menghentikan perdebatan yang aku pikir lumayan lebih keren dari debat keroyokan yang diperagakan salah satu reality show di TV. Dan percakapan yang hangat dan akrab kembali mewarnai perjalanan pulang kami sampai akhirnya berpisah didepan gerbang kampus.

Sekilas, jika mengambil pernyataan dari Claude E. Shannon dan Warren Weaver yang memberikan 5 unsur pada berlangsungnya proses komunikasi, tujuan dari proses komunikasi antar personal yang terjadi diatas adalah sebuah pengakuan akan pijakan siapa diantara keduanya yang lebih keren. Artinya perdebatan keduanya hanya memberikan sebuah efek pada keyakinan keduanya akan pijakan masing-masing. Namun secara tersirat, keduanya memberikan sebuah pesan yang tersembunyi dan persuasif, yaitu tepatnya Emotional Appeal. Penyampaian pesan macam ini bertujuan untuk menggugah emosional khalayak. Khalayak..? Siapa..?
Tujuannya adalah teman-teman lainnya yang pulang bareng kami. Termasuk disitu adalah salah seorang temenku yang secara tidak sadar telah ikut mendengarkan perdebatan kami. Dan artinya komunikasi yang kami susun secara Emotional Appeal ini sedikit berhasil menggugah dirinya untuk berkomentar. Kebetulan teman kami yang satu ini lagi kebingungan memilih konsentrasi mana yang harus Ia pijak (He hee..).
So, secara tidak langsung tulisan ini juga merupakan bagian dari komunikasi yang kami susun secara Emotional Appeal tadi. Ya moga aja Ia membaca dan memberikan respon yang aku (bukan kami lagi dunk..!?) harapkan.......
Selengkapnya...

Keabstrakan budaya Indonesia..

Kemarin malam, malam Jum’at (nggak pake Kliwon..!), aku terdampar pada sebuah kebingungan antara menghadiri acara diskusi bersama kawan-kawan organisasiku yang sudah aku jadwal, menemui temanku yang tadi siang sempat menghubungi aku namun tidak aku angkat karena lagi kkuliah atau pergi ketempat seniorku (yang agak sibuk dan kebetulan malam itu Dia lagi nganggur..) untuk meminta bantuan mendiskusikan materi yang aku tidak mengerti. Belum habis kebingunganku, kamarku kedatangan tamu yang sedikit juga butuh tempat curhat. Waduhh..!
Namun saat itu juga, dua sahabat sekaligus anggota organisasi yang kami bernaung (kepanasan kali..) didalamnya datang menjemput aku untuk ikut hadir dalam acara diskusi. Fiuuhh..! Saat ini aku harus menentukan win-win solution (makanan apaan itu..?) yang pas untuk aku ambil.
Dengan banyak pertimbangan sana-sini, akhirnya aku memutuskan untuk ikut menghadiri diskusi bersama teman-temanku.
Sekitar lima belas menit kedatangan kami di markas, diskusipun dimulai. Dengan kondisi diskusi yang berantakan karena tidak adanya pemateri dan moderator yang sebelumnya ditunjuk, diskusipun dimulai dengan tema dan pemateri dadakan. Malam itu tema yang kami angkat adalah “Kebudayaan” yang diusulkan salah seorang kawan untuk lebih dispesifikkan lagi menjadi “Peranan Pemuda dalam Mempertahankan Budaya Indonesia”.
Diskusipun dimulai..

Diskusi dibuka dengan sebuah pertanyaan yang sangat dasar namun sangat intim. Telah disampaikan sebelumnya bahwa budaya kita tengah tercampur dan terasuki oleh budaya-budaya barat. Maka “Sebelum kita membahas lebih jauh tentang campur tangan dunia barat akan kebudayan kita, ada satu hal yang harus terlebih dahulu kita jawab..! Kebudayaan orisinil negeri ini yang mana..? Seperti apa..? Dan apa..?”. Aku pikir pertanyaan ini (lumayan) mengejutkan dan (lumayan) penting sebelum kita membahas lebih lanjut tentang kebudayaan kere Indonesia.
Seperti mendapatkan tamparan yang perih, pertanyaan ini menghantam dan memicu pikiran kami. Berbagai kesimpulan dan jawaban dilontarkan. “Rasanya budaya Indonesia tidaka kita ketahui secara pengetahuan dan cenderung abstrak. Dalam buku yang berjudul Lifestyle Ectasy, budaya Indonesia sudah bersinggungan sejak lama. Diceritakan bahwa budaya Indonesia telah terintervensi oleh budaya negeri lain yang jauh sebelumnya telah berkembang dan juga telah memberikan pengaruh budaya pada peradaban nageri-negeri lain yaitu, India.
Ironisnya, pribumi kita masih belum sadar dari mana budaya (Indonesia) ini ada..? Justru dengan menghilangnya tingkat kesadaran ini, Indonesia juga telah sukses memberikan pemahaman pada kita bahwa budayanya kini telah berbaur dengan kepentingan-kepentingan lain. Sehingga banyak kalangan menilai bahwa ‘ya..inilah budaya kita’. Budaya yang mana..?
Dalam diskusi ini, sebelumnya kami juga menyepakati bahwa budaya Indonesia berbeda dengan budaya daerah. Artinya budaya Indonesia adalah budaya bangsa secara general dan memiliki ciri akan kebangsaannya. Sedangkan budaya daerah merupakan budaya yang ada pada tiap wilayah Indonesia dengan khas yang dimiliki hanya oleh budaya wilayah itu sendiri.
Dilanjutkan dalam diskusi dengan pencahayaan yang sedikit merusak mata tersebut yang menyadarkan kita bahwa kecenderungan yang selama ini terjadi yaitu adanya sikap apatisme kita terhadap budaya yang kita miliki sendiri. Dan kami rasa, sikap seperti ini juga yang merupakan salah satu faktor terkikisnya budaya Indonesia. Budaya yang sampai saat ini masih banyak peminat serta penikmatnya dan mendatangkan simpatisan akan peristiwa terkikisnya budaya ini dari segala penjuru dunia.
Oleh karenanya “Aku sepakat akan pemikiran semacam itu dan aku tambahkan juga faktor yang pada dasarnya memberikan dampak pada keabstrakan budaya kita yaitu pemerintah dan media massa”. Intervensi keduanya tidak hanya berhenti pada zaman Orde Baru saja. Namun, hingga saat ini keduanya tampak telah memberikan efek yang jika dipresentasekan hampir mencapai 92%. Pemerintah dengan kekuasaan yang dimilikinya, mengatur serta (sedikit) memberikan perintah pada media yang memiliki pengaruh sangat besar terhadap ‘alur budaya’ yang diinginkannya.
Karena “Sebenarnya budaya Indonesia ini merupakan sebuah jendela yang seharusnya kita sangat bangga ketika membukanya.” Namun kemudian muncul budaya-budaya asing yang menawarkan akan ‘keberagaman’ budaya. Setelah sekian lama budaya-budaya asing itu sukses masuk tanpa filter, budaya Indonesia menggugat, mencuat dengan keras dan sangat frontal dan menghancurkan dikit demi sedikit image pemuda bangsa ini. Hingga muncul pembelaan diri bahwa bangsa kita adalah bangsa flexible akan budaya asing lain yang masuk kedalam kebudayaan kita. Lho kok..?!?
Lalu muncul pertanyaan ”Jika demikian, apakah kita akan antipati terhadap setiap budaya asing yang masuk..?”. Jelas hal itu menuntut kita untuk memiliki sikap dan filter yang jelas untuk budaya asing yang masuk. Dan hal semacam itu telah dibuktikan oleh kebudayaan Bali yang masih eksis ditengah keadaan yang sepertinya tidak memungkinkan kebudayaannya bertahan.
Diskusi ini alkhirnya diakhiri dengan solusi menggantung yang harus dijawab masing-masing solusi. Melalui tulisan ini juga, aku berharap akan tercipta banyak solusi dengan meneruskan diskusi. “Peranan apa yang harus kita miliki dalam mempertahankan budaya Indonesia..?”.

(diskusi bebas ForBas, 19 Maret 2009, 20.00-21.45 WIB)
Selengkapnya...

Plagiarisme: Penyakit Akademik Indonesia

Sebelum ini, mungkin kita diijinkan atau bahkan didorong untuk menggunakan karya orang lain tanpa memberikan pengakuan terhadap karya orang itu. Namun, dalam kebudayaan akademik, ada tradisi untuk menghormati hak pemilikan terhadap gagasan; yaitu bahwa gagasan dianggap sebagai properti intelektual. Karena itu, memberikan pengakuan terhadap gagasan orang lain yang diambil sebagai rujukan oleh mahasiswa adalah sangat penting. Sering kali kita menggunakan kata-kata dari penulis lain, oleh karenanya kita harus menghargai penulis itu dengan cara menyebutkan karya yang perkataannya sudah diambil (baik dengan teknik pengutipan formal maupun informal). Bahkan, setiap kali kita menggunakan hanya ide dari penulis lain, atau melakukan parafrase terhadap gagasan penulis lain, kita harus menghargai penulis tersebut. Jika tidak, maka kita dapat dikatakan telah melakukan kejahatan akademik yang serius yang selama ini kampus kita menyebutnya dengan ’kejahatan intelektual’ yaitu plagiarisme. Plagiarisme atau yang sering kita dengar dengan plagiat adalah penjiplakan atau pengambilan karangan, pendapat, dan sebagainya dari orang lain dan menjadikannya seolah karangan dan pendapat sendiri.
Plagiariasme dan berbagai bentuk kecurangan akademik lainnya dilarang di banyak institusi karena alasan sederhana bahwa kebenaran dalam ilmu pengetahuan tidak boleh dirusak, dan bagi banyak ilmuwan kebenaran inilah yang membuat seluruh pekerjaan ilmuwan menjadi berharga.
Dengan merujuk pada pengertian-pengertian di atas, maka sebenarnya hampir setiap hari kita menyaksikan plagiarisme, plagiat dan plagiator, baik yang sengaja maupun yang tidak. Para ‘pakar’ dalam berbagai bidang tidak jarang melontarkan pendapat yang sebenarnya merupakan hasil penelitian atau pendapat orang lain sebelumnya untuk menganalisis atau menjelaskan suatu topik aktual di bidang tertentu. Pada umumnya mereka ‘malas’ menjelaskan bahwa analisis atau pendapat itu berasal dari orang lain dan mereka hanya sekedar mengulangi atau meminjam pendapat tersebut. Demikian juga seorang pejabat yang membuka suatu pertemuan ilmiah, bisa mengambil secara tak sengaja pendapat orang lain. Hal itu dapat terjadi, misalnya, apabila konsep sambutan tersebut dibuat oleh orang lain (staf yang dia tunjuk untuk itu), yang barangkali kurang paham akan tatakrama pengutipan pendapat orang lain. Dalam keseharian para peneliti di lingkungannya, plagiarisme bisa terjadi di antara sesama mereka, misalnya melalui diskusi yang bisa melahirkan gagasan-gagasan asli dari seseorang tetapi gagasan-gagasan itu kemudian menjadi ‘milik bersama’ atau milik seseorang yang sebenarnya tidak berhak.
Nah, ironisnya mahasiswa sendiri sebagai civitas akademika, sering terlibat dengan perbuatan ‘kurang baik’ ini. Bahkan, institusi kita pernah ‘diasingkan’ oleh media karena perbuatan tidak terpuji tersebut selama kurang lebih dua tahun karena seorang mahasiswa kita menjiplak salah satu karya orang lain dan mempublikasikannya sebagai karyanya. Dan itu sudah cukup memberikan kita suatu pendangan bahwa dalam dunia pendidikan sangat membenci pelaku plagiarisme.
Sayangnya masih banyak mahasiswa kita yang belum tahu dan terkadang bersikap acuh tak acuh terhadap persoalan ini. Persoalan yang sampai saat ini masih banyak diperbincangkan dalam cakupan yang lebih luas. Persoalan yang sudah menimbulkan banyak polemik antara Negara kita dengan Negara lainnya. Terlebih, persoalan ini sudah mempermalukan UMM dikalangan media cetak dan mencemarkan nama baik institusi. Atau masih adakah alasan untuk kita tidak mengerti tentang plagiarisme ini? Karena alasan itulah pembahasan ini diadakan.
Plagiarisme di Indonesia
Plagiarisme ternyata sudah bermula ketika negeri ini dalam masa penemuan jati diri, tepatnya ketika Indonesia memperjuangkan kemerdekaannya. Lagu Indonesia Raya yang diciptakan Wage Rudolf Supratman, ternyata merupakan karya jiplakan (contekan). Tudingan tersebut datang dari budayawan dan seniman senior Indonesia bernama Remy Sylado saat menjelaskan hasil Festival Film Indonesia (FFI) 2006 yang kontroversial di Jakarta 4 Januari 2007. Menurut Remy yang bernama asli Yapi Tambayong ini, lagu Indonesia Raya merupakan jiplakan dari sebuah lagu yang diciptakan tahun 1600-an berjudul Leka Leka Pinda Pinda. Bahakan Remy juga mengungkapkan selain Indonesia Raya, lagu kebangsaan lainnya, Ibu Pertiwi juga merupakan karya jiplakan dari sebuah lagu rohani Kristen (lagu gereja) bertajuk "What A Friend We Have In Jesus”.
Yang sangat mengejutkan adalah Pancasila, yang diakui Bung Karno sebagai hasil karyanya dengan memerah nilai-nilai yang hidup di Nusantara, ternyata juga hasil jiplakan dari asas Zionisme dan asas Freemasonry, seperti Monotheisme (Ketuhanan Yang Maha Esa), Nasionalisme (Kebangsaan), Humanisme (Kemanusiaan yang adil dan beradab), Demokrasi (Musyawarah), dan Sosialisme (Keadilan Sosial). Karya contekan lain yang diakui Bung Karno sebagai karya otentiknya adalah teks Proklamasi yang dibacakannya pada tanggal 17 Agustus 1945. Sebagaimana bisa dilihat, dokumen sejarah asli teks Proklamasi berupa tulisan tangan Bung Karno, terlihat banyak coretan. Karena sesungguhnya naskah itu merupakan jiplakan dari naskah proklamasi Negara Islam yang dibuat SM Kertosoewirjo. Satu hal lagi, lambang Negara RI bendera merah putih merupakan adaptasi dari Belanda, Negara yang menjajah kita kurang lebih selama 350 tahun.
Analisa Teori Difusionisme
Sebelumnya, mari kita menjelajahi dari awal tentang teori difusionalisme. Gejala persamaan unsur-unsur kebudayaan ketika cara berpikir mengenai evolusi kebudayaan berkuasa, para sarjana menguraikan gejala persamaan itu disebabkan karena tingkat-tingkat yang sama dalam proses evolusi kebudayaan diberbagai tempat dimuka bumi. Sebaliknya ada juga uraian-uraian lain yang mulai tampak dikalangan Ilmu Antropologi, terutama waktu cara berpikir mengenai evolusi kebudayaan mulai kehilangan pengaruh, yaitu kira-kira pada akhir abad ke-19 (Hendra : 2002). Dari situ kita tahu bahwa gejala persamaan unsur-unsur kebudayaan diberbagai tempat didunia disebabkan karena persebaran atau difusi unsur- unsur itu ketempat tadi.
Sejarah persebaran unsur-unsur kebudayaan manusia anggapan dasar para sarjana tadi dapat diringkas sebagai berikut: Kebudayaan manusia itu pada pangkalnya satu, dan disatu tempat yang tertentu, yaitu pada waktu mahluk manusia baru saja muncul didunia ini. Kemudian kebudayaan induk itu berkembang, menyebar, dan pecah kedalam banyak kebudayaan baru, karena pengaruh keadaan lingkuangn dan waktu. Dalam proses memecah itu bangsa-bangsa pemangku kebudayaan-kebudayaan baru tadi tidak tetap tinggal terpisah. Sepanjang masa, dimuka bumi ini senantiasa terjadi gerak perpindahan bangsa-bangsa yang saling berhubungan serta pengaruh mempengaruhi. Tugas terpenting ilmu etnologi menurut para sarjana tadi ialah antara lain untuk mencari kembali sejarah gerak perpindahan bangsa-bangsa itu, proses pengaruh-mempengaruhi, serta persebaran kebudayaan manusia dalam jangka waktu beratus- ratus ribu tahun yang lalu mulai saat terjadinya manusai hingga sekarang (Panji : 2008).
Dalam teori ini ada dua aliran utama, yaitu aliran Inggris dan aliran Jerman dan Australia. Orang-orang Inggris yang beraliran difusi seperti G. Elliot Smith, William J. Perry dan W.H.R. Rivers beranggapan bahwa pada hakikatnya manusia tidak cenderung menciptakan hal-hal baru dan lebih suka meminjam saja penemuan-penemuan dari kebudayaan orang lain daripada mencipta unsur budaya sendiri (Ihromi 1999 : 58).
Kaitannya dengan plagiarisme bahwa masyarakat yang dalam hal ini adalah mahasiswa sebagai objek cenderung melakukan meniru atau bahkan menjiplak karya orang lain yang sudah ada.
Penyebab Plagiarisme
Dalam aktivitasnya sebagai civitas akedimika yang terkait dengan institusi, mahasiswa memiliki banyak aturan yang harus dipenuhi, salah satunya peraturan dengan dosen. Ketika diawal kita telah diberitahukan bahwasanya perjanjian dengan dosen tidak bisa diganggu. Dan dalam perjanjian tersebut disebutkannya tugas yang memiliki presentase lumayan bagus untuk memperoleh IPK tinggi. Disini bisa kita golongkan bahwa salah satu penyebab utama plagiarisme selain malas adalah keterbatasan pengetahuan mengenai seberapa banyak batas kutipan yang diperbolehkan.
Ketika keadaan itu terjadi, sepertinya meniru atau bahkan menjiplak menjadi alternatif yang sangat efektif. Selain itu penyebab implisit dari pelaku plagiarisme adalah sikap mental mereka yang ingin memperoleh sesuatu dengan mudah dan tidak biasa menghargai karya orang lain.
Cara Menghindari Plagiarisme
Lembaga pendidikan atau institusi kemungkinan memberikan panduan untuk membantu pelajar yang dalam hal ini adalah mahasiswa menghindari plagiarisme dalam bidang ilmu yang ditekuninya. Untuk tugas akademik tertentu, seperti skripsi, tesis atau disertasi, mahasiswa biasanya diharuskan membuat pernyataan secara formal bahwa karya tulis yang dikumpulkannya adalah murni hasil karyanya sendiri dan bukan hasil plagiarisme. Ini adalah salah satu instrumen yang bisa dipergunakan untuk mencegah terjadinya tindakan plagiat.
Namun, ada pengetahuan atau teknik-teknik tertentu yang dapat dikuasai mahasiswa agar terhindar dari tuduhan melakukan plagiarisme. Pengetahuan atau teknik ini antara lain berkaitan dengan tata cara mengutip dan melakukan parafrase. Pengetahuan dan teknik lain yang harus dikuasai mahasiswa seperti referensi di bahas dalam bagian lain buku ini.
Pesan paling penting dalam bagian ini adalah bahwa memberikan pengakuan kepada sumber yang dikutip dan kemampuan untuk mengutip secara akurat sumber tersebut adalah sangat penting.
a. Mengutip (cantumkan sumbernya dengan benar) dan
b. Melakukan parafrase.
Ada bahasan khusus mengenai tata cara mengutip dan melakukan parafrase ini.
Penutup
Saat ini ketika kita dihadapkan kenyataan bahwa plagiarisme sudah merambah budaya para kaum civitas akedemika yang merupakan salah satu agent of change, tiada lagi yang bisa diharapkan. Oleh karenanya, kesadaran yang tinggi bahwa budaya jelek ini harus dihentikan adalah salah satu cara kita untuk meningkatkan kualitas karya bangsa.
Lebih banyak lagi yang ingin disampaikan penulis, namun keterbatasan waktu serta pengetahuan menjadi alasan artikel ini disudahi sampai disini. Akhirnya tiada gading yang tak retak, masukan dan kritikan yang membangun diharapkan penulis dari pembaca agar bahan bacaan ini lebih baik.




Daftar Pustaka
Ihromi T.O., Pokok-pokok Antropologi Budaya, Jakarta, PT Gramedia : 1999.
Koenjaraningrat, Pengantar Antropologi I, Jakarta, PT Rineka Cipta : 1996.
Thalib, Muhammad, Doktrin Zionisme dan Idiologi Pancasila: menguak tabir pemikiran politik founding fathers Republik Indonesia, Jogajakarta, Windah Press : 1999.
http//www.wikipedia.com/D:\DOCUMENT\Kid Nitip\Doc\20 Desember '08\Plagiarisme.htm Selengkapnya...

Bingkisan Pesta Politik 2009..

Tahun 2008 telah lewat. Kurang lebih, sudah tiga bulan kita berada di tahun 2009. Tahun dengan agresifitas masyarakat akan politik. Tahun dengan animo politisi yang sangat gencar. Di tahun ini juga Negara kita melakukan Pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung. Pemilu demokratis ini yang kedua kalinya terjadi di bumi Indonesia yang saat ini menjadi agenda utama media-media baik cetak maupun elektronik. Beberapa stasiun televisi berlomba-lomba menghadirkan informasi sebanyak dan seaktual mungkin. Mulai dari acara talk show, debat kandidat, dialog, atau polling sms.
Fenomena ini merupakan gambaran dari peran penting media dalam suatu pemilihan umum (election) seperti dikemukakan oleh Oskamp & Schultz (1998), yakni memusatkan perhatian pada kampanye, menyediakan informasi akan kandidat dan isu seputar pemilu.
Media yang dalam hal ini adalah televisi sudah sangat gencar mengiklankan partai-partai politik ke masyarakat luas. Dimulai oleh gebrakan Prabowo S. dengan partai Gerindra, dilanjutkan dengan partai sang Presiden Demokrat, kemudian iklan politik paling kontroversial atas nama PKS dan sekarang makin banyak partai yang mengeluarkan tajinya dengan kampanye di televisi.
Banyak anggapan dari kalangan politisi bahwa media massa adalah jalan yang paling efektif untuk dan dalam menyampaikan kampanye. Lebih dikhususkan lagi adalah media elektronik Televisi. Dalam suatu kesempatan, Sekretaris Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (FPDIP) Ganjar Pranowo mengungkapkan bahwa media massa bisa mengangkat dan menjatuhkan dan dapat diakatakan bahwa media massa seperti melakukan silent revolution. Menurutnya lagi terkait dengan iklan parpol di televisi ada parpol baru yang tiba-tiba sangat besar hasil surveynya karena mengkapitalisasi media. Mungkin argumen itu ditujukan pada partai Gerindra yang begitu gencar berkampanye melalui televisi sejak awal.
Kaitannya dengan teori politik yang penulis anut dikatakan dalam teorinya, William Robson menyebutkan bahwa politik adalah segala kegiatan yang diarahkan untuk mencari dan mempertahankan kekuasaan dalam masyarakat. Jelas ini adalah salah satu tujuan dari partai politik yang dalam hal ini lebih tertuju pada perebutan kekuasaan.
Mari kemudian kita bahas lebih lanjut tentang peranannya dalam perkembangan politik yang saat ini tengah disibukkan dengan Pemilu 2009. Disini penulis akan menjelaskan tentang relevansi media serta teorinya dalam komunikasi massa: jarum hipodermik.
Akhir-akhir ini kita banyak melihat spanduk-spanduk dengan slogan-slogan yang sarat kepentingan. Baliho besar dengan gambar seorang tokoh politik tersebar dimana-mana. Berserakan dan cenderung berantakan. Hal ini tidak ada kaitannya dengan produk sabun atau kecap yang memakai jasa mereka. Tidak ada hubungannya juga dengan perempat final Liga Champions Eropa yang telah usai dan hanya memberikan mimpi buruk bagi tim-tim Italia. Tapi fenomena ini merupakan suatu persuasi para politisi menghadapi Pemilu 2009.
Ya, bahkan kini kita telah banyak menjumpainya di media elektronik yang paling banyak kita konsumsi, televisi. Pada jam-jam tertentu, iklan semacam itu bermunculan silih berganti. Ini tidak hanya dilakukan oleh politikus yang akan bertarung dalam pemilu. Yang belum mencalonkan pun memasang iklan. Bahkan, mungkin paling banyak.
Di dalam iklan televisi, mereka muncul dengan wajah yang ramah dan kata-kata manis. Mereka mengenakan pakaian rapi lengkap dengan peci. Tampaknya mereka ingin dipersepsi sebagai orang yang bijak, religius, dan berakhlak mulia. Mereka umumnya juga menegaskan diri sebagai tokoh patriotis, ahli menangani masalah, dan yang paling penting, peduli kepada rakyat miskin. Kepedulian itu, misalnya, mereka perlihatkan dengan mengajak rakyat ikut memberantas kemiskinan. Bahkan adapula yang mencontohkan untuk mendukung program pembelian produk Indonesia dengan membelinya di pasar tradisional.
Iklan semacam ini hanya akan membuat masyarakat mensejajarkannya dengan iklan produk biasa. Dengan bahasa lain, iklan politik itu sejajar dengan iklan kecap yang selalu mengklaim nomor satu. Iklan politik dan iklan kecap sama-sama sedang memasarkan produk agar dikenal dan kemudian dijadikan pilihan. Sebagian pengamat tidak yakin iklan politik seperti yang banyak beredar itu akan memengaruhi pilihan masyarakat dalam pemilu. Namun, dari sudut politikus, iklan semacam ini penting untuk memperkenalkan diri kepada masyarakat lengkap dengan citra yang dibentuknya. Karena itu, mereka tidak ragu mengeluarkan uang berjumlah besar.
Kita sudah banyak mendengar dan cukup sering menjumpai slogan “Ombak Besar pun Dia Berani” atau “Hidup adalah Perbuatan” di mana-mana. Dan hal ini akan kita jumpai sampai bulan mendatang tepatnya 5 April 2009, sampai masa kampanye habis.
Dalam komunikasi politik, media dan aktor politik adalah suatu hubungan yang mutualisme. Dimana dalam hal ini kedua belah pihak sama-sama menerima keuntungan. Di masa pemilu ini, media diuntungkan dengan adanya pemasangan iklan politik yang tentunya mempunyai tarif yang tidak sedikit. Apalagi dengan munculnya iklan politik yang mempunyai waktu durasi penayangan yang cukup lama dan ditayangkan pada jam prime time yang tentunya memiliki tarif yang sangat istimewa.
Oleh karenanya, untuk mendanai proyek pencitraan pada iklan televisi, seorang politikus bisa mengeluarkan uang miliaran rupiah. Makin kurang terkenal di mata publik, makin besar uang yang harus dikeluarkan.
Secara bahasa komunikasi massa adalah proses dimana organisasi media membuat dan menyebarkan pesan kepada khalayak banyak (publik).
Jika kaitannya dengan politik pada Pemilu 2009 ini, ada satu definisi yang sangat tepat tentang komunkasi massa: Komunikasi massa adalah suatu proses dimana komunikator-komunikator menggunakan media untuk menyebarkan pesan-pesan secara luas, dan secara terus menerus menciptakan makna-makna yang diharapkan dapat mempengaruhi khalayak yang besar dan berbeda-beda dengan melalui berbagai cara (DeFleur dan Denis, 1985).
Pentingnya peran media sebagai sarana komunikasi politik yang efektif kini kian terlihat. Kita sebagai khalayak tentu menjadi mengerti dengan sendirinya bahwa dunia politik saat ini sangat membutuhkan dukungan dari media. Karena dengan adanya media, dapat mempermudah para aktor politik untuk menyampaikan pesan pada khalayak yang lebih luas dan dengan cara yang lebih mudah dari pada harus mendatangi langsung ke daerah-daerah. Selain itu, kampanye lewat media dianggap penting karena masyarakat kita saat ini lebih sering atau aktif untuk mengkonsumsi media, sehingga opini dalam masyarakat dapat dengan mudah untuk dibentuk dan dipengaruhi. Hal ini sesuai dengan Hypodermic Needle Theory yang artinya, pesan yang disampaikan oleh media akan langsung mengenai sasarannya yakni para khalayak. Sehingga kita tidak dapat menghindar dari terpaan doktrin yang dilakukan oleh media. Teori ini menganggap bahwa kita sebagai khalayak dapat dengan mudah dipengaruhi dan dibentuk sesuai dengan apa yang diingkan oleh media tersebut (Nurudin,2007 : 165).
Dalam teori komunikasi massa jarum hipodermik, pesan dalam sebuah iklan yang dikirim atau ditonton oleh pemirsa akan langsung mengenai sasaran seperti sebuah peluru yang ditembakan kepada seseorang, bila telah mengenai sasarannya maka akan langsung mendapatkan efeknya, oleh karena itu iklan melalui televisi akan sangat efektif, keinginan para pengiklan akan langsung mengenai sasaran. Bila pun terdapat warga masyarakat yang cukup kritis, tetapi bisa dipastikan hanya segelintir orang dan itu pun tidak termasuk pengguna produk yang diiklankan.
Bila iklan ditempatkan dalam konteks globalisasi, akan muncul apa yang dinamakan budaya komunikasi global. Dengan demikian, posisi iklan dalam media televisi pun merupakan salah satu media dalam komunikasi global yang menembus sekat kultural dan batas negara. Dengan demikian akan menghilangkan unsur komunikasi dari suatu bangsa yang tradisional. Bila hal ini tidak kita antisipasi secara kritis, maka “cultural imperialisme” yang melekat pada kehadiran arus informasi dunia yang timpang, akan cepat menyebar, sesuai dengan karakteristiknya yang tak terbatas. Dalam hal ini, iklan dan televisi ibarat dua sisi mata uang yang selalu bersamaan masuk pada ruang privasi warga negara, menawarkan beraneka bentuk hiburan dan gaya hidup iklan yang begitu seolah menyenangkan. Sehingga tak diragukan lagi bahwa iklan yang ditayangkan melalui media televisi akan lebih efektif bila dibandingkan dengan iklan pada media lainnya.
Tahun 2009 menjadi sangat menentukan bagi kita, kehidupan sosialnya, negara dan pemerintahannya. Ini tidak lain karena di tahun ini kita akan mengadakan perhelatan yang sangat prestisius. Bukan karena agenda konser tour beberapa band luar negeri. Bukan juga karena akan ada banyak pendatang yang ingin menikmati keindahan Nusantara. Tetapi Pemilu 2009. Suatu perhelatan paling penting bagi Indonesia dan bangsa. Dan disini terlihat jelas pemanfaatan media yang dalam hal ini adalah televisi oleh para politisi itu.
Peran media televisi dalam komunikasi politik tentu sangat banyak. Dan dalam tulisan ini dikaji empat peran penting televisi dalam melakukan komunikasi politik. Seperti, televisi sebagai alat komunikasi politik, televisi menjadi sarana untuk melakukan persuasi, memberikan informasi politik pada khalayak, memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk dapat menilai apa yang disampaikan dari televisi.
Televisi sebagai komunikasi politik. Dimana para aktor politik membeli dan menggunakan tempat atau spot pada waktu tertentu untuk menyampaikan pesan pada khalayak luas. Tujuannya dari iklan politik itu sendiri adalah sebagai sarana untuk menyampaikan pesan dari aktor politik tersebut kepada khalayak dan untuk mendapatkan simpati tentunya.
Kedua adalah televisi dalam hal ini melakukan komunikasi secara persuasi dengan tujuan agar apa yang disampaikan dapat mempengaruhi khalayak. Televisi memiliki peran penting akan keberhasilan dari aktor politik yang melakukan kampanye.
Disini penulis memperkenalkan teori William Robson yang menyatakan bahwa politik adalah segala kegiatan yang diarahkan untuk mencari dan mempertahankan kekuasaan dalam masyarakat. Serta teori Jarum Hipodermik dalam Komunikasi Massa yang menyebutkan bahwa pesan dalam sebuah iklan yang dikirim atau ditonton oleh pemirsa akan langsung mengenai sasaran seperti sebuah peluru yang ditembakan kepada seseorang, bila telah mengenai sasarannya maka akan langsung mendapatkan efeknya.
Tiada gading yang tak retak, demikian juga dengan tulisan ini. Masukan serta kritik yang membangun diharapkan penulis untuk membuat tulisan ini lebih mendekati sempurna.



DAFTAR PUSTAKA

Partando, Pius A dan M. Dahlan Al-Barry. Kamus Ilmiah Populer. Surabaya : Arkola, 1994.
Samantho, Ahmad Y. Jurnalistik Islami : Panduan Praktis Bagi Para Aktivis Muslim. Jakarta : Harakah, 2002.
Wahyuni, Hermin Indah. Televisi dan Intervensi Negara : Konteks Politik Kebijakan Publik Industri Penyiaran Televisi Yogyakarta: Media Pressindo, 2000.
http://www.wikipedia.com/html. akses tanggal 29 Desember 2009
http://artgie’s weblog.com/html. Last update: November 17 2008, akses tanggal 2 Januari 2008 Selengkapnya...