Sebuah Pelajaran Tentang Duka

Luka hati akan mati jika jiwa terus menari dan bermimpi..
Hari ini tepat sepekan lalu aku bertemu dengan seorang perempuan, adik perempuan atau tepatnya adik kelas. Sudah dua tahun sejak pertemuan terakhir dengannya. Tak banyak perubahan yang aku lihat dari dirinya. Mungkin siang itu aku hanya melihat perubahan dari wajahnya yang agak pucat dan kehitaman. Akhirnya aku tau darinya kalau dia sedang dalam masa penyembuhan setelah sakit beberapa waktu lalu.
Siang itu seperti biasa, anak ini selalu ceria dalam bicara. Melemparkan senyum pada setiap kalimat yang dilontarkan. Selalu menyelipkan semangat dalam setiap geraknya. Dua tahun lalu aku sudah melihat itu berkali-kali dari dirinya. Tapi siang itu aku merasakan apa yang Ia perbuat begitu beda.
Siang itu, aku menyusuri panasnya Malang bersamanya dengan sepeda motor matic yang aku setir. Cerita” dari masing” kami kisahkan menemani perjalanan lumayan jauh ini. Cerita tentang kuliahnya, asmaranya, asmaraku, kegiatannya serta kegiatanku kami habiskan di setengah perjalanan yang kami lalui. Tapi tiba” darahku berdesir setelah perjalanan kami hampir mencapai tujuan.

Luka hati akan mati jika jiwa terus menari dan bermimpi..
Perempuan ini bercerita tepat di belakang telingaku. Hingga aku mendengar suaranya dengan jelas. Aku bisa dengan tepat mendengar intonasi bicaranya. Aku dapat dengan seksama mendengarkan setiap lembut tarikan nafasnya saat dia mulai bercerita bagaimana duka yang Ia terima selama dua tahun ini. Entah apa yang ada di kepalaku saat aku menghitung total dia kehilangan empat orang yang Ia sayangi dalam kurun waktu tersebut. Dua sahabat yang sudah Ia anggap seperti saudara, satu pria yang ia sebut kekasih serta seorang ayah yang sangat Ia cintai.
Secepat kilat, kepalaku kembali flashback pada apa yang terjadi padaku di Oktober lalu dengan setumpuk masalah yang sudah aku posting sebelum tulisan ini di blog. Terutama kehilangan Abah. Kisah perempuan ini menyadarkanku bahwa duka dan kesedihan bisa datang kapan saja pada kita, tanpa permisi, tanpa toleran, mungkin tanpa bahagia yang datang bersamanya dan duka itu bisa merenggut siapa saja.
Aku sedikit lunglai mendengar kisah”nya. Aku berusaha fokus pada caraku menyetir sepeda motor ini. Aku bahkan berusaha mendekatkan telingaku agar aku lebih dalam merasakan kesedihannya. Dari spion yang mengarah padanya, aku melihat matanya. Mata itu. Mata yang memancarkan kesedihan, namun terbesit ketegaran. Dari setiap suara yang dia keluarkan, aku merasa hatinya sangat sekali ingin menunjukkan ketabahan. Namun sepertinya tak bisa karena sedih ini terlanjur dalam dan menyayat setiap inci hatinya.

Luka hati akan mati jika jiwa terus menari dan bermimpi..
Banyak hal di dunia ini penyebab duka dan gugurnya kebahagiaan. Namun Tuhan sudah berjanji bahwa saat kesulitan datang, kemudahan hadir bersamaan dengannya. Walaupun tidak semua manusia dapat dengan sadar secara penuh bahwa ada suka yang terselip dalam dukanya.
Aku kembali tersentak saat sesampainya di Surabaya, aku menyempatkan melihat beberapa photo dirinya di akun facebook miliknya. Tak hanya sedih, tapi dia juga menyimpan sendu yang sangat gelap. Dia juga tak henti memendam serta menanggung rindu yang sangat dalam pada orang” tersebut. Namun begitu, gurat kesedihannya tak tampak saat pagi dan siang menghujaninya dengan banyak cahaya yang membuat matanya silau. Mungkin Ia percaya bahwa percuma sedih atau menangis. Air mata itu pasti akan segera kering di hadapan cahaya matahari.
Dan sialnya, hingga hari ini, sudah seminggu aku tak dapat melupakan ketajaman tekadnya itu di balik pilu yang Ia alami. Benar aku belum mengerti apa” tentang duka jika dibandingkan dia. Tapi aku cukup percaya bahwa luka hati akan mati jika jiwa terus menari dan bermimpi..
Selengkapnya...