Pertemuan yang Membingungkan..

sabtu adalah siang, waktu benda ini diam-diam terpasang. aku tidak ingin bertanya banyak hal yang merepotkan. atau berdebat tentang semua peristiwa yang sudah terjadi dan membingungkan. perhatianku terpusat pada tawa itu, yang sudah lama kudengar hanya dari gelombang-gelombang sinyal. padahal jarak sebelumnya adalah sejauh kilometer dan harus ditempuh sebanyak jam dalam sehari.

aku tidak tahu bagaimana kita bercakap sebelumnya. memulai tukar pesan dan menjadikannya cerita. aku dan juga Kamu, samar-samar memiliki ingatan tentang perkenalan satu dekade itu. tanda yang teramat klise untuk bertemu. takdir yang sengaja datang di bulan ketiga setelah banyak kurasan hidup yang baru. sekali lagi menempuh satu jenjang pendidikan dan harus bertikai dengan batin untuk memilih langit lain yang juga biru.

semua persoalan menjadi riwayat. lakon hidup yang harus kita jalani dengan berat. ini bukan hikayat. kisah-kisah yang harus kita dengar saat sempat. tapi ini adalah rencana Tuhan yang harus kita isi. aku dan juga Kamu, merayakannya dengan berbagi. sepanjang hari dan tanpa spasi. sungguh, tawamu terasa aneh saat mendengarnya langsung. seperti betapa aku merindukan dia dan kenyataan saat bertemu.

takdir kembali bertindak dengan baik, juga membingungkan. saat yang dekat menjauh, lalu yang jauh mendekat dengan banyak pertimbangan.
Selengkapnya...

Menuju Patah Hati..

hitam dan putih itu bersebelahan. keduanya terpisah tapi tak memisahkan. dinding yang mereka bangun sangat tipis dan bisa dirasakan. sama halnya dengan perasaan. senang dan sedih itu berdiri sangat dekat. mereka duduk diantara sekat. tapi bukan mereka yang membuat. saat Kau sedih, senang juga ada di situ untuk hadir sewaktu-waktu. senang akan menggantikan sedih saat sudah rapuh dan tak bisa bertahan. sebaliknya demikian. tidak usah Kau tanyakan, itu sudah janji Tuhan.

aku, sedang menuju patah hati. karenamu. aku, sedang tak bisa bernafas dengan benar. nafasku tersenggal-senggal. terengah-engah mengontrol emosi yang sedang membuncah di dada. karenamu. aku, sedang tidak tau apa yang dirasa. aku menerka-nerka, tapi juga belum tau namanya. aku, seringkali merindukanmu tanpa sebab. aku, juga sering mereka-reka. apa namanya. banyak yang bilang jatuh hati. karena itu, berarti aku sedang menuju patah hati. karenamu. karena jatuh hati dan patah hati juga bersebelahan.

belakangan, aku jadi sering menarik nafas dalam-dalam. untuk mengatur emosi dan perasaan yang sedang aku bawa ini sampai malam. tapi seperti percuma. emosi ini menggumpal sudah lama dan dewasa. begitu nafas aku tarik, bukan kekosongan yang aku dapat. justru wajahmu yang muncul berkelabat. saat nafas aku hembuskan, emosi itu segera mengalir lagi dan mengisi ruang dada. seolah berada di sana sangat banyak dan siap berganti seketika. padahal aku melakukannya agar irama ini stabil dan meredakan emosiku.

sekali waktu, pereda itu bernama hujan. kejadian alam yang tak begitu Kau senangi. aku sebaliknya, merindukannya tiap hari. berbagi kesenangan dan menghantar tarian dengan bunyi. menjadikan langit agak gelap dari biasanya. biru tanpa cerah yang kerap menyembunyikan mega merah.

aku masih belum tau namanya. tapi aku sedang menuju patah hati. karenamu. karena aku menyukaimu, merindukanmu. mirip seperti hujan. aku tak bisa lama menatapmu, begitu juga hujan. aku hanya ingin merasakannya. mirip seperti hujan. membuatku jatuh hati dan merindukannya tiap hari.
Selengkapnya...