Surat Berantakan Untukmu..

dingin tak pernah berakhir di kota itu. meski musim panas tiba, atau saat Kau diam meninggalkan kata-kata. aku mulai mengingat satu per satu sentuhan yang pernah kita buat. atau rayuan-rayuanmu dalam surat. dan semua pesan-pesan yang membuat hati kita hangat. aku mulai mengingatnya. satu per satu. tapi visualnya tak utuh. mungkin karena aku tak melakukannya dengan sungguh. atau memang cinta kita yang tak pernah teduh?

aku tak ingin lagi mencari alasan-alasan untuk bertemu denganmu. harusnya Kau juga begitu. menemui takdirmu yang sudah tertulis dan setengah Kau jalani. kita bukan lagi sepasang burung camar yang ke sana kemari terbang beradu pandang. bagiku, mengingatmu dalam kenang adalah kehormatan. harusnya Kau juga begitu. ingatlah seadanya. jangan semuanya. karena Kau tidak akan tau apa yang terjadi setelahnya.

aku tak ingin ada cumbuan dalam tulisan pendek ini. menggodamu dan memaksa kita kembali pada romansa dingin di kota itu. aku yakin Kau juga begitu. aku sempat mencintaimu, yang membuatku menghormatimu sampai saat ini, sampai mungkin Kau baca paragraf ini.

aku sengaja menulisnya sambil menyesaki telinga dengan lagu-lagu One OK Rock yang tak kumengerti liriknya. agar tak ada rayuan yang terselip. aku menulisnya pagi hari saat kopi sisa semalam sudah habis. agar tak ada umbuk yang mengintai. aku menulisnya saat moodku tak beraturan. ada rindu, jelas. ingatan-ingatan yang aku bangkitkan membuatku begitu. tapi rindu itu tak kubiarkan membesar. hanya sebagai pengingat bahwa aku pernah menjalin kasih denganmu yang aku tujukan surat ini.

anggap saja ini bukan surat. karena digital, aku upload, dan bisa dibaca oleh banyak mata. bukan surat seperti yang kita sepakati dulu. surat berisi tulisan tangan di atas kertas. ditulis dengan hati yang berbunga atau terluka. anggap ini bukan surat, tapi aku tujukan padamu. setelah malam itu kita bertemu. malam yang harusnya menjadi malam biasa. malam yang bisa terjadi di malam-malam lain. bertemu seseorang yang bukan siapa-siapa.

sepertinya aku tak bisa menggenapinya menjadi tujuh paragraf. karena aku sengaja menulisnya saat berada di meja redaksi yang sibuk. yang membuatku cepat-cepat menulis ini. agar tak terbawa suasana. agar tak ada rasa yang tersisip. agar rasa yang sudah kering tidak kembali basah. agar segera aku akhiri dengan berantakan. agar aku sudahi dalam satu kalimat ini.
Selengkapnya...

Pagi yang Kacau..

kacau sekali hari ini. aku bangun dengan wajah yang kusam. rambut acak-acakan dan ke atas seperti Son Goku yang baru berubah jadi Super Saiyan 2. tubuhku agak dingin tapi kaosku agak basah. seperti aku baru saja olahraga. ada kantong plastik hitam di pinggir kasurku, saat aku buka ada cairan baunya kurang enak. sampingnya ada piring dengan potongan apel. aku mengingat" apa semalem aku menjamu tamu. aku kembali mengingat apa saja yang aku lakukan semalem.

hmmm. aku mulai ingat kronologinya. ternyata aku sakit dan hari ini tidak masuk kerja. aku ingat setelah barusan lihat semua pesan whatsapp yang masuk. pantesan kepalaku masih agak berat. tapi aku masih belum tau sakit karena apa. tapi apel-apel ini semua yang beli? ada banyak chat panting yang belum aku balas dari semalem, tapi tidak ada satupun yang ngomongin apel. entahlah, mungkin nanti aku ingat. aku mulai balas satu-satu chat dengan permintaan maaf, termasuk Ardi yang seharusnya semalem akan mengajariku sesuatu penting.

aku mulai memakan apel-apel ini dengan lahap. aku lapar, tenagaku tak terisi dengan baik. padahal musim penghujan baru memperlihatkan sekali hujannya. meski tiap malem cuaca jadi dingin dan angin tak ubahnya Piranha yang sedang menyerang siapapun di luar rumah dengan kencang. oh oKee. aku ingat sekarang. sepertinya Selasa malem lalu aku baru saja begadang di jalanan Embong Malang. sampai dini hari. tanpa jaket tebal. dan tanpa perut terisi penuh. sialan. aku tau penyebabnya. atau mungkin bukan itu?
Selengkapnya...

Malam yang Itu..

tidak ada yang bisa aku lakukan dengan nostalgia. kenangan yang mampir seenaknya. ingatan yang datang semaunya. bahkan menunjukkan batang hidungnya di depan mata. tapi hari selalu berlangsung dua puluh empat jam. hanya saat kita bangun pagi sampai kembali terpejam. jadi, tidak usah terlalu lama dipikirkan. cukup dinikmati hingga kembali terlewatkan.

hari-hari itu sudah lama berlalu. saat semua tawa dan alasannya adalah milik kita. senyum yang Kau sunggingkan, adalah ketidakmampuanku menjawab situasi yang Kau tanyakan. hari ini pun aku menegaskan, semua waktu itu sudah lama berlalu. tapi kita duduk di satu teras yang sama, tanpa sengaja. permainan nasib yang menyenangkan, tapi menyebalkan. Kau mulai bercerita, tentang luka-luka yang Kau kisahkan dengan suka-suka. tawa kita semakin lebar, saat rahasia satu-per satu terbongkar.

malam semakin pekat, dan Kamu semakin nekat. mengajak menyusuri jalanan dengan langkah kaki. ingin mendengarkan semua kisah yang sudah aku lalui selama ini. tentang karir, sekolah, terutama perjalanan asmara yang aku jalani. obrolan yang tak bisa aku tolerir hanya dengan ingatan. tapi kita cukup tau diri tentang semua isi percakapan ini. hampir memuncak saat Kau diam-diam mencarikanku cinta. aku menolak. lalu berakhir 'hidup harus berlanjut. aku mencintaimu, tapi aku menikah dengan orang lain. Kau juga harus begitu'.
Selengkapnya...

Selamat Datang, Hujan..

hari pertama hujan di Surabaya. hari yang dinantikan banyak orang, begitu juga aku. cuaca Surabaya sudah banyak menerima keluhan. menerima surat dari warganya dan orang-orang yang datang sebentar lalu pergi. melakukan perjalanan ke sini sama halnya menerima nasib yang tak bisa Kau benci begitu saja. karena Kau sudah tau konsekuensinya sebelum menerima takdir itu. tapi Kau tetap melakukannya karena ada hal lain yang Kau sukai di Surabaya selain cuaca panasnya. tapi Kau memilih melakukannya berpura-pura tak ada yang dikhawatirkan dari kondisi ini. dari udara, aspal, dan tanganmu yang mulai menghitam. tapi, hanya karena Kau mengabaikannya, bukan berarti itu tidak ada. saat Kau menyadarinya, kemarau makin tersenyum padamu.

hujan lalu turun sesuai prediksi, yang berganti-ganti karena anomali. musim yang diperkirakan datang bulan kemarin, pertengahan, lalu mundur sampai November dan berhasil tepat. hujan akan terus turun kemudian. tapi Kau menjadi manusia lagi. mengeluh, sampai Kau berada di titik aman yang Kau inginkan. mengeluh karena hujan membuat cucianmu tak kunjung kering, membuatmu telat melakukan perjalanan, dan membuat banjir. keluhan itu menjadi-jadi, Kau mulai mengumpat, dan memaki. tapi pada siapa? karena Kau tak tau, Kau sampaikan pada banyak pihak. pada pemerintah setempat, pada langit, dan pada Tuhan. lalu Kau sadari, bahwa yang membuatmu marah, adalah dirimu sendiri. tapi saat menyadarinya, semuanya terlambat. it's happenned.

kadang, hidup memang lebih mudah dalam kebohongan. berpura-pura tak terjadi apa-apa. berpura-pura tak marah saat cuaca panas sangat menyiksamu. Kau hanya perlu menyiapkan diri dan sedikit trik menghadapinya. sama halnya saat iklim membawamu pada hari-hari yang akan Kau lalui dengan hujan dan semua masalah yang menyertainya. berbohong pada dirimu bahwa Kau sedang excited dengan musim penghujan. ini adalah weekend yang biasa. yang sama seperti hari lainnya. Kau hanya perlu menyiapkan diri dan sedikit trik. seperti membawa payung sebelum hujan datang. mungkin jas hujan jika memakai sepeda motor. atau trik lainnya. seperti tidak membuang sampah sembarangan. berbohong. hmmm, berpura-pura. ini adalah hari-hari biasa, yang mungkin akan dipenuhi hujan. berpura-puralah. berpura merindukan dia yang seringkali mengalihkan perhatianmu.

tapi, hanya karena Kau mengabaikannya, bukan berarti rindu tidak ada.
Selengkapnya...

Tidak Semestinya..

tidak semua hal bekerja dengan semestinya. seperti obat penyeri sakit kepala yang baru saja aku minum. sakitnya hampir hilang, tapi aku tak kunjung bertemu kantuk yang selalu menyertainya. aku menunggu efek samping itu datang, tapi justru membuatku semakin tak tenang. dari tadi aku hanya membolak balikkan badan ke kanan dan ke atas. menempatkan kepala di bawah dan kaki ke atas. sampai akhirnya nyeri itu reda, dan aku kembali mengangkat kepala.

malam sudah larut saat masa tungguku mulai usang. sepertinya kantuk itu memang tidak akan datang. atau mungkin dia terlambat. atau memang dia ingin membuktikan kalimat pertama di atas sana. juga ingin membuktikan hal-hal serupa yang diharapkan manusia. harapan, strategi yang tidak baik buat hidup yang dinamis. rencana yang membingungkan untuk gerak manusia yang seringkali taktis. bahkan, untuk hal-hal yang tidak berwujud bernama rasa.

beruntung toplesku masih penuh dengan bubuk kopi. aku tak bisa menolak untuk tak membuatnya. dan sepertinya malam ini menemukan energinya untuk dituliskan. tapi aku tak suka kamar yang terlalu tenang saat semangat sedang menyala, apalagi lampu masih benderang. aku tidak punya banyak amunisi untuk menulis tentangmu. meski aku sedang rindu-rindunya, meski katanya sebulan lagi hujan. mungkin memang benar, tidak semua hal bekerja dengan semestinya.
Selengkapnya...

Mimpi yang Sebentar..

ah come on. aku baru saja bangun dari mimpi yang sebentar. mimpi yang aneh. aku duduk di sebelahmu dan berbincang banyak. tentang kegiatan yang mungkin akan Kau lakukan selama di sini dan kemungkinan harimu pulang. aku tau senyummu sangat manis, tapi melihat langsung dari dekat rasanya tidak percaya bahwa senyummu sangat mempesona. seorang teman perempuan yang duduk di sampingku, yang bercerita banyak tentangmu, mulai memicingkan mata mencurigai gerak tubuhku yang tak biasa. 'Kau terlihat semangat sekali', dia berbisik di telinga kiriku yang segera aku jawab 'bukan, aku nervous'.

pembicaraan kita berhenti sebentar saat seorang lelaki berdiri di samping meja kita. dia melihatku, temanku, dan Kamu secara bergiliran. aku tau dia. dari cerita temanku, dia adalah mantan kekasihmu selama setahun. kalian berdua bagiku sangat serasi. tapi tidak bagi temanku. dia bilang, kekasihmu sangat keren dan terkenal. terasa tidak sebanding dengan dirimu yang masih seumuranku dan tidak punya banyak sensasi. tapi aku menyukaimu, dan aku katakan itu berulang kali pada temanku yang masih duduk di sampingku.

mantan kekasihmu menyapamu dan semua orang yang duduk bersebelahan denganmu di meja ini. dia menjulurkan tangan untuk menjabat tanganku. lalu kita berjabat tangan dan menyebut namaku. lalu dia menyampaikan bahwa dia punya acara di sudut lain cafe ini dan menanyakan kesediaanmu bergabung dengannya. tapi Kau menolak, Kau memilih melanjutkan obrolan di meja ini yang rasanya belum selesai. lalu dia pamit dan segera berjalan ke sudut cafe tempat dia akan mengisi acara, semacam talkshow.

aku tidak ingat bagaimana pertemuan kita akhirnya usai dan obrolannya berakhir. yang aku tau, aku dan temanku bersalaman serta bergantian memelukmu sebagai perpisahan. lalu kami berjalan menuju pintu keluar cafe dan ... aku terbangun. sial. padahal ceritanya belum purna.

sial. mimpi mengesankan yang terlalu singkat. kenapa juga aku harus menjadikanmu objek bunga tidur di sela tidurku yang sebentar tadi? apa karena baru saja aku terpaksa menyelesaikan drama series yang Kau bintangi? atau karena baru kemarin temenku bercerita banyak tentangmu selama di kantor? entahlah, aku hanya buru-buru menulis ini setelah aku bangun tadi. keraguanku hanya semakin menurun, bahwa yang masuk dalam mimpimu, adalah yang baru saja Kau pikirkan. sampai jumpa di mimpi lain, Kang Sora.
Selengkapnya...

Janji yang Pudar..

'aku sudah menerima suratmu. harusnya Kau tak perlu sampai ke sini', aku membuka percakapan yang sepertinya tak akan terjadi sore ini, di sini, di tempat biasa kita bertemu. di meja yang sama. meja yang seringkali diam saat kita bicara, tertawa, dan berpegangan tangan. meja tempatku diam" menyembunyikan korek apimu dan membuatmu kebingungan menyalakan rokok. aku tertawa terkekeh saat Kau masuk ke dapur kedai ini sembunyi-sembunyi menyalakan kompor. aku tambah terbahak saat petugasnya datang memergokimu di daun pintu. Kau tau itu ulahku setelahnya dan Kau akan menjitakku setelahnya. aku tau. tapi aku tak tau apa yang sedang terjadi sekarang ini. seperti cuaca belakangan, yang tak bisa kita prediksi karena anomali. seperti aku juga tidak tau kenapa aku tidak segera mengakhiri paragraf pembuka ini.

aku sudah lama kehilangan jejak kisah kita. lama. sepekan setelah aku cerita bahwa aku melihat orang itu di rumahku, Kau tak bicara banyak. Kau tak pernah lagi melintasi kotamu untuk menuju kotaku. begitu juga aku. diam di kota masing-masing untuk meyakinkan diri kalau kisah ini tak akan berakhir begini.

sekarang, sudah empat bulan berselang. Kau kirimkan surat, membalas pos yang pernah aku kirim sebelumnya. memutuskan apa yang terbaik bagi kita. egoku tidak bisa menerima. hatiku selalu ingin menolak kenyataan yang bersembunyi di balik senyum orang itu. aku tak ingin mempersembahkan luka di hari-hari bahagianya. sudah cukup aku datang dengan simpati, aku tak ingin ada caci maki.

sore yang canggung. Kau masih diam, sunyi seperti suasana belakang kedai ini. tak ada apapun di atas meja. hanya tanganku yang terlipat dan tangan kirimu yang memegang sebatang rokok serta tangan kanan yang menggoyang-goyangkan gelas kopi. sedangkan matamu, berputar memandangi dinding belakangku. bola matamu terus mengitari wajahku, tapi tak pernah sejajar mataku. Kau menghindari pandanganku, seperti biasa saat Kau sedang canggung.

'iya, sudah jelas. tapi aku ingin melihatmu untuk terakhir kalinya sebagai ... hmm, sebagai ... aku tak tau kita akan seperti ini. Kau taulah kita sebagai siapa', suaramu terdengar pelan dan lirih. lalu menghilang bersamaan dedaunan di belakangmu yang turun karena angin.

aku pegangi tangan kanannya dan berkata 'pekan depan kita akan bertemu lagi. persiapkan dirimu', sialan. sekarang aku menangis. perlahan air mataku yang sedari tadi menggenangi pelupuk mata, sekarang turun jauh ke pipi hingga berhenti di dagu.

'loh, kalian di sini. sudah saling kenal ya rupanya..?!', aku kaget lalu menoleh. ibuku berdiri di samping meja kita bersama seorang pria yang akan dia nikahi, ayahmu.


interpretasi lagu Mimpi, Isyana Sarasvati.
permintaan dari Silviani Sari, dibayar pake segelas kopi
.
Selengkapnya...

Hanya Ingin Bercerita..

hai. aku hanya sedang gak bisa tidur, bukan merindukanmu. semua urusan baru selesai jam segini, sebagian serba mendadak dan meeting yang bertubi-tubi. semuanya terjadi dalam sehari, yang tak hanya menguras tenaga, tapi pikiran dan juga waktu ngopi. aku hanya ingin cerita. jika di paragraf ini Kau sudah bosan, baiknya hentikan.

hari-hari belakangan cukup sulit. banyak cerita yang harus aku baca. semuanya berupa muka. yang tak bisa aku pilih dan membuat letih. aku harus menganalisis beberapa senyum di wajah, dahi yang mulai mengkerut, sampai kata-kata di balik amarah. karenanya, aku harus mengatur emosi dengan cepat. jika telat, aku hanya bisa mengungkapnya dengan sambat. mungkin, seperti yang sedang aku tulis sekarang. yang pura" aku ceritakan padamu, yang pura" sedang Kau baca.

hai. kabar baiknya, akhir" ini Surabaya kadang berawan. jalanan jadi rindang dan kamar tak segerah yang aku ceritakan. Kau juga, Kau juga mengeluhkannya kadang". berawan, meneduhkan pandangan, dan menghembuskan ilir angin yang tak sengaja lewat di samping pipimu. berawan, seperti mau hujan. cuaca yang tepat untuk bepergian.

sekali lagi, aku hanya ingin bercerita. bahwa playlist di Spotify-ku tak lagi bisa menolong dengan cermat aku menulis. aku lebih banyak menghabiskan waktu senggang yang sangat sedikit ini untuk tidur. beruntungnya, aku bisa tidur di mana saja dalam kondisi apa saja. aku cukup melihat jadwal dua puluh satu menit ke depan, jika kosong, aku hanya perlu menyenderkan badan dan kepala, lalu memejamkan mata. bahkan film yang ingin aku tonton di laptop harus aku putar enam kali baru kelar.

hai. terima kasih jika Kau membaca sampai paragraf ini. abaikan jika Kau pikir aku merindukanmu. aku hanya ingin bercerita. sekarang giliranmu.
Selengkapnya...

Bertemu Kali..

sesampainya di Surabaya, saya masih mikir-mikir buat nulis cerita ini. karena akan terdengar norak, alay, dan lebay. tapi mengungkap kesenangan, apa salahnya..?!

Sabtu (3/8/2019) malem hari, adalah hari terakhir liburan saya di Jogja. dua list yang masih tersisa di catetan adalah ngopi di Warung Mojok dan Klinik Kopi. saya gak peduli makan-minuman apa yang akan saya beli di sana nanti, saya ingin experience-nya. ingin merasakan suasananya. warung yang sering dijadikan aktivitas banyak penulis mojok dan sang kepala suku, juga kedai kopi yang mengakomodir banyak petani kopi.

bersama teman menjelang petang, saya berangkat dari penginapan di Sosrowijayan Malioboro dengan GoCar. timingnya kurang tepat. jam segitu Kota Jogja macet di mana-mana. ditambah ini adalah malem minggu, malem yang membunuh semua jalur di Jogja, kata drivernya gitu. jauh dan mahalnya gak jadi soal, tapi lamanya kita berada di jalanan adalah hal yang disesalkan. karena waktu Magrib yang sebentar dan kami tertahan di jalan.

setelah sekitar 40 menit, kami sampai di Warung Mojok. driver kami memilih jalur Palagan, ketimbang Kaliurang yang macet. hanya dua meja yang terisi, berpenghuni masing-masing dua orang. kami pesan sekenanya. saya pesan Wedang Cabai, yang pernah dipromosikan Puthut Ea di twitter.

semua tampak biasa. ada toiletnya, saya buang air kecil di sana, biasa. ada mushallanya, saya shalat Magrib di sana, seneng karena jarang ada warung menyediakan mushalla, tapi masih biasa. semuanya tampak biasa, sampai pada akhirnya seorang perempuan datang bersama seorang anak dengan tas ransel AS Roma.

saya dan temen saya adalah pembaca mojok.co. nyeleneh, tapi lucu dan pemberi jeda dari mumetnya deadline. awalnya kami membaca mojok.co karena Puthut. cara dia menyampaikan gagasan sangat baik dalam tulisannya. dia menganalisa persoalan dalam tulisannya dengan nyaman, hingga akhirnya menyentuh kesimpulan yang seringkali masuk akal. darinya, lalu saya juga menyukai tulisan" di circle mojok.co seperti Arman Dhani, Dea Anugerah, Sabda Armandio, sampai Agus Mulyadi dan Kalis. tapi semalem, saya ndredeg. bukan karena ketemu nama-nama itu, tapi sosok yang sering diceritakan Puthut di tulisan"nya; Kali.

apa jadinya, atau, begimana perasaanmu, bertemu seseorang yang sebelumnya hanya Kau dengar cerita-ceritanya dalam tulisan..?! freeze..? salting, mungkin. tapi saya jauh lebih kikuk dari bertemu dan mewawancarai Sheila On 7 di backstage, Ivan Makhsara di festival literasi FMF 2018 lalu, dan Aan Mansyur di acara yang sama. ketiganya adalah beberapa idola yang akhirnya berhasil saya jumpai. tapi bertemu Kali ini kayak beda.

saya memang belum pernah bertemu Puthut Ea, paling ya ndredeg juga. tapi ketemu Kali kok bisa se-ndredeg ini. kami saling pandang dan ngobrol gak penting beneran 'masak itu Kali..?!' | 'kampret, iya bener itu Kali. itu ibunya, saya pernah liat' | 'gilak itu beneran Kali..?! anak kecil yang biasa kita baca ceritanya..?!'.

karena profesi, saya biasa bertemu dan mewawancarai orang terkenal di bidangnya. karena gak nge-fans, saya biasa aja. saya juga gak tau kenapa ketemu Kali kudu ndredeg begini. harusnya kan sama Puthut-nya. ah entahlah. males mikir. kami malah nyari cara saat itu gimana caranya bisa ngobrol atau foto lah sama Kali. mau izin, tapi ibunya sedang rekap laporan warung dengan salah satu pekerja warung. jadilah kami hanya mendiskusikan beberapa tulisan Puthut tentang Kali, baik yang ditulis di instagramnya, maupun di buku Dunia Kali.

sialan, kayak gak ada kerjaan di Warung Mojok ngomongin Kali dan jalan pikirannya di tempat yang ada orangnya. Kali duduk terpisah dua meja dari kami, dengan tab di tangan dan matanya gak bergeser memandanginya dengan sesekali tertawa. sedangkan ibunya, duduk tepat di belakang meja kami. saya gak yakin ibunya dengar obrolan kami, karena pembicaraan tentang Kali ini sangat pelan dan ibunya ngobrol serius.

sampai jam lapan malem, kami masih membicarakan Kali dan betapa senangnya menjumpainya. akhirnya, kami memutuskan untuk mengakhiri ketidakjelasan ini dengan pergi dari warung. masih dengan peci haji warna kecoklatan, Kali masih sibuk dengan tab-nya. kami ngloyor dan sengaja lewat di celah mejanya lalu menyapa.

'halo, Kali', Kali menoleh dan menjawab 'halo, Om'.
Selengkapnya...

Badai Rindu..

tidak ada rindu-rindu yang harus disampaikan. semua menjadi buih dengan terlanjur. atau mungkin sengaja. saat kita beradu jarak, atau kita yang memilihnya begitu. tidak ada rindu-rindu itu, begitu juga isyarat yang tiap malam bercumbu bersama semilir angin. karenanya, jangan ditunggu, tidak ada lagi yang seperti itu. dariku, juga darimu.

kita mendatangi badai dengan percaya. menyelam di tengahnya dengan jemawa. bermain-main tanpa melihat luka-luka. diam lalu berkejaran bersama-sama. kita tak pernah tau ada yang mengintai di kejauhan. perlahan mendekat tanpa suara. bicara terbata dengan senyum belum purna. kita mengabaikannya, juga semua pesan yang dia sampaikan dengan tangan kanan yang menggenggam bara. kita mengabaikannya. sangat disayangkan, kita mengabaikannya.

kita mendatangkan badai tanpa sengaja. diam-diam menjadikannya teman sehari-hari. menjadi lawan bicara, mendiskusikan beberapa lagu, sampai bersembunyi dari bulan purnama. kita tak tau badai itu. bentuknya, rupanya, dan suaranya. kita tidak pernah tau. hingga akhirnya dia membelenggu tanganmu, mencengkram kakiku, dan memperlihatkan sosoknya. memporak porandakan rumah yang kita tinggali dan semua yang bersemayam di dalamnya. termasuk rindu-rindu itu.
Selengkapnya...

Orang yang Rumit..

beberapa teman mengatakan bahwa aku orang yang rumit. aku juga tidak tau kenapa. sama halnya saat beberapa teman bilang aku adalah orang yang tidak bisa berpura-pura. harusnya bisa tersenyum meski situasi sedang merutukmu. berbicara biasa meski hati sedang kacau. aku tidak tau kenapa hal itu disematkan padaku. mungkin aku rumit, tapi aku mudah tersenyum saat bersamamu. dan aku sering berpura-pura di depanmu. aku adalah pembohong yang nyata. selalu merasa berantakan di depanmu dan tak bisa menyapamu dengan manis. dan aku sedang berpura-pura tidak merindukanmu, padahal aku sangat membutuhkanmu karena Kau tau alasannya. Kau selalu tau. selalu.

hari ini aku mendapatkan buku Puthut EA yang baru. iya, aku membelinya. salah satu kalimat yang dia tulis 'tanpa rasa gembira, semua hanya sia-sia'. aku lalu mencari sesuatu yang membuatku bahagia hari ini. ternyata lumayan sulit, karena aku sedang berada di ruangan yang penuh dengan deadline dan aku ada di dalamnya. sore sudah usai, petang datang melambai. aku pulang dan menemukan diriku yang lain sedang terbaring lunglai. membiarkannya sampai mega merah memanggil. hingga akhirnya menyadari Yesterday mulai tayang hari ini. petang itu juga, aku sudah mendapatkan satu kursi di studio 6 Sutos untuk Yesterday.

setelah menontonnya, aku menyadari beberapa hal. bahwa aku adalah orang yang rumit, bisa jadi. aku sudah tidak jujur pada diriku sendiri dan orang lain selama ini tentang perasaan-perasaan. aku membiarkannya blur dan kabur. tidak terlihat jelas bagaimana bersikap dan membodohi diri sendiri dengan banyak penyangkalan. membiarkan waktu berjalan banyak dan melihatnya berputar sendirian. padahal ada orang lain yang ingin Kau ajak menyaksikannya berlalu. tapi benar, aku orang yang rumit. aku tidak bisa mengatakannya karena aku adalah pembohong besar. aku tidak bisa berpura-pura bahwa aku merindukanmu, terlihat jelas di semua gerak kecilku, tapi aku masih bertahan untuk berbohong.

aku hanya tidak tau harus berjalan ke arahmu lagi, atau diam mendendam. aku juga sedang tidak bahagia. aku tidak sedang bersama rasa gembira saat menulis ini. aku merasa kacau. sedikit kesepian dan rindu, entah pada apa. aku hanya ingin berkata jujur, bahwa nanti-nanti, aku harus ...
Selengkapnya...

Cela dalam Dirimu..

terlalu banyak yang akan menyakitimu setiap hari. kata, suara, bahkan sunyi yang ada di hatimu. Kau akan mendengar suaramu sendiri. kalimat yang menyayat karena pikiranmu sendiri. kekhawatiran yang membuatmu takut tak diterima. kegelisahan yang membuatmu berkali-kali ragu. it's oKee. Kau hanya belum siap menatap cahaya di balik pintu itu. hatimu masih mengumpulkan keberanian. mungkin juga membutuhkan tangan lain untuk menguatkan.

Kau akan dicaci tanpa sepengetahuanmu. mungkin olehku juga, secara sengaja atau tidak. seringnya sengaja. dengan kata, suara, bahkan sunyi yang sengaja ditempatkan di sampingmu. Kau akan terus menerimanya, sampai Kau sadar Kau ditempa olehnya. sampai Kau sadar tak ada hidup yang lebih baik dari yang sedang Kau jalani. aku tau Kau membenci sebagian dari hidupmu, tapi bukan karena Kamu. bukan karena Kamu, tapi apa yang terkonstruk dalam pikiranmu. bukan karena Kamu.

Kau akan terus menerima pengkhianatan. begitulah siklus kehidupan bekerja. tersakiti, Kau terdiam, berpikir, menolak, melawan, tersakiti lagi, bangkit melawan, begitu seterusnya sampai Kau berencana mengubah hidup dan caramu hidup. Kau hanya harus menyadari bahwa ada cahaya terang di dirimu yang perlu Kau kuatkan, Kau buka, dan sebarkan.

you're gud just the way you are. mudah mengatakannya bagiku, karena aku berada di seberangmu. Kau tak perlu mengubah apapun, karena suatu saat dunia bisa menerimamu. yang Kau perlukan hanya menoleh ke kanan, juga kirimu. di sana ada kekuatan yang Kau butuhkan, tangan yang akan menggenggammu, dan hati yang akan selalu ada di sampingmu. jangan lupakan itu.


*ngadaptasi penampilan Alessia Cara menyanyikan Scars To Your Beautiful di The MTV VMAs, 2017.
Selengkapnya...

Sebelum Jarak, Sampai Sekarang..

aku biasa mendengarkan lagu-lagu ini menjelang pertemuan kita. di jalan. di perjalanan dari parkiran tempat motorku berada, ke kediaman yang Kau sebut kos. lalu jarak perlahan terbentuk, mendekati kita yang masih duduk bersama dengan tawa, dan berhasil memisahkan kita pada akhirnya.

semua malam adalah perjalanan panjang kita. tantangan untuk ditaklukan dalam teriakan dan wajah yang murung. tantangan untuk mengubahnya menjadi tawa dan kesah. kita membicarakannya berbisik, bermain mata seolah tidak ada yang tau, dan menganggukkan kepala tanda setuju. kita merutuk di sepanjang jalan pulang. tapi seringnya kita menepi karena rindu bertemu masih tertuang.

lagu-lagu ini jadi aneh saat aku dengarkan sendiri, sekarang. membuatku tersenyum dan menghubungimu. bicara lama seolah tak terjadi apa-apa, sampai sekarang.


ngadaptasi Us.
Selengkapnya...

Tidak Berjarak..

malam tak pernah menolongku menyembunyikan rindu. dia menggerutu keras dan memaksa mulut bersuara tegas. percuma melawan. aku pernah menghalanginya, tapi jalanan berubah sunyi saat pandanganku menatap tepat pada matamu. Kamu langsung tau kalau dadaku merutuk dan berdegup. Kamu membalasnya dengan senyum dan berlalu. berjalan pelan lalu menoleh, memintaku mengejarmu, berjalan beriringan dan bercerita.

Kamu selalu tau kalau rindu menghinggapi kita bukan saat tak bertemu. bukan saat berjarak dan membiarkan jeda berarak. tapi saat seperti ini. saat kita bicara dan jalan kaki di trotoar. bercerita tentang banyak hal tidak penting yang kita tertawakan. atau saat kita berada di satu meja tanpa sengaja. lalu memilih duduk bersebrangan agar pandangan kita bertemu. senyap, tapi selalu berhasil kita lakukan. malam ini juga sama. senyap, tanpa banyak cakap.

berkali-kali kita beradu pandang. berali-kali pula kita berebut memulai pembicaraan. rindu yang membuat kita begini. membuat pertemuan ini jadi canggung dan tanggung. ingin lama, tapi tak banyak kata yang kita sebut. ingin lama, tapi sebentar lagi harus usai. rindu juga yang membuat kita tak pernah berhasil mengalihkannya. semua kalimat yang kita ucapkan selalu berakhir senyum. semua hela nafas selalu berakhir dengan kerlipan mata. dan setiap malam yang kita lewati begini, berakhir sunyi. tidak ada kata. Kau melihatku, aku tersenyum. Kau membalasnya, memandangiku lalu tersenyum.



*ngadaptasi Us and Night.
Selengkapnya...

Bepergian..

sunyi baru saja tiba di pintu kamarmu. mengetuk perlahan agar Kau tak bangun dan beranjak. setelah terbuka, dia melihatmu berdiri memegang handphone. berjalan merunduk dari depan cermin ke arahnya. dia menutup pintu dari dalam dan mulai memperhatikanmu. malam sudah sangat larut, tapi Kau masih segar dengan jaket dan kerudung. seolah bersiap pergi dan beranjak.

sunyi duduk di atas kasurmu. melihatmu yang masih berjalan merunduk memegang handphone. berjalan dari pintu ke arah depan cermin. lalu kembali lagi. dia yakin Kau menunggu pesan dari seseorang, yang sepertinya akan mengajakmu keluar meninggalkannya. Kau melihat ke arahnya, tersenyum dan membuka lemari. di sana, ada sepi dan kantuk yang bersembunyi dari tadi. Kau mempersilakan mereka berdua keluar dan meminta ketiganya ngobrol. 'di sini dulu ya, aku mau keluar. daahh'.

aku duduk di atas motor, di depan pagar rumahmu dan merunduk memegang handphone. Kau menyunggingkan senyum dengan membawa helm. menyapaku dari belakang dan duduk. motor melaju, Kau diam, aku juga. jalanan masih ramai. karena kita sedang ada di kota yang tak pernah mati. karena kita, sedang ada di malam yang tak akan pernah sepi. dan akan berlangsung lama. sebulan, dan sudah berjalan sepertiganya. bepergian yang menyenangkan. yang akan sering diulangi.

*ngadaptasi dari Night and Us
Selengkapnya...

The Dark Night..

kota ini memabukkan di tiap sudutnya. Kau bisa merasakan gelap yang sangat sunyi di malam hari, atau gempita di sudut lainnya. masih di kota yang sama, Kau juga akan menemukan kesedihan tiba sendiri tanpa Kau undang. kota ini memabukkan, tapi tak ada tempat yang cocok untuk kita berdua. hanya kesendirian yang bisa bertahan dan menetap. mereka yang bising, adalah kumpulan kesepian yang terlampiaskan.

malam hari selalu jadi rumah saat kota sudah larut. kita menyusuri penat dan merangkul jenuh yang berserakan. kita berjalan beriringan dengan happy together terputar di sepanjang langkah. tidak ada dingin, tidak ada ingin. kita baik-baik saja selama Gerard Way terus menyanyikannya. tidak ada gandengan tangan, tidak ada kata rayuan. Kau mempersilakan kita berangkulan dan bicara omong kosong.

kota ini bukan tempat menghasilkan senyuman, karena yang kita tau, pembunuhan berkali-kali datang darinya di awal. membunuh karakter, membunuh kepercayaan dan kemanusiaan. kita terus berjalan lurus ke depan, ke tempat baru yang meninggalkan kenangan. atau, maksudnya, kita membuatnya. takdir mempertemukan kami, aku tidak bisa terus mengabaikannya. hari ini adalah hidup, besok adalah misteri. ketidakjelasan yang orang-orang kejar dan berusaha taklukkan. besok adalah jalan yang sangat panjang dan bisa menipu. besok, adalah pembohong. sama seperti rupa kota ini saat malam.

*ngadaptasi dari lagu Kill of the Night - Gin Wigmore
Selengkapnya...

Rencana yang Tertunda..

Kau terbiasa merutuk berkali-kali, karena hujan turun gak henti-henti. di pagi saat Kau ingin tau, di siang saat kita berencana, dan di malam saat kita hampir bertemu. tapi senyummu selalu tersimpul di ujung sunyi, karena percakapan kita tidak pernah sepi. hujan hanya memberi jarak, tidak pernah sungguh memisahkan. ragaku dan tatapanmu. pandanganku dan kursi yang sedang Kau duduki. hujan hanya menawarkan jeda, yang bisa kita tolak hanya dengan seperangkat baju.

Kau biarkan kaki-kakimu basah saat hujan turun. berdiri di antara batas lantai dan percikannya. melamun heran memandangi air-air itu mengalir. bunyi-bunyian yang keras. kendaraan yang masih melaju. dan nafasmu yang Kau tarik dalam-dalam. Kau ingin memaki, tapi tak punya kata yang tepat untuk mencaci. hanya saja, satu rencana sudah pergi. tidak terjadi. malampun tak lagi hening. semuanya menjadi bising. bahkan saat Kau tengadahkan wajah, tidak ada yang membalasmu dengan ramah.

Kau masih merutuk satu dua kali, karena hujan baru berhenti sekarang ini. saat jam tak lagi nyaman buat mengadakan pertemuan. untuk berencanapun sudah terlambat. apalagi untuk mengangkat tubuh dari atas kasur, pasti terasa berat. yang tersisa hanya kehendak, sebuah harapan kecil dengan rencana-rencana lain. dan juga rindu.
Selengkapnya...

Di Rumahmu..

hai, apa Kau baik-baik saja..?! aku bangun tidur dan baru melihat semua panggilanmu. jadi aku pergi buat membalasnya. aku mampir ke rumahmu, kosong. aku melompati pagarnya. Kau tidak ada. rumahmu sepi. hanya ada ragaku dan jejak wewangian yang biasa Kau pakai di balik pintu. masih harum. Kau baru saja pergi. tapi aku tak ingin mengejarmu, aku di sini saja, di depan rumahmu yang sepi.

rinai hujan mulai turun. rintiknya mengenai kaki dan sepatu yang aku pakai. teras rumahmu basah. aku tidak ingin mengetuknya. aku tidak ingin tetanggamu mendengar dan tau kalau ada penyusup di rumahmu. jika boleh, aku ingin duduk di kursi terasmu. sebentar saja, sebelum aku meninggalkan rumahmu. duduk dan mereka-reka apa yang sebenarnya ingin Kau sampaikan di telpon tadi.

perlahan, aku mencium wewangian yang aku kenal. samar, dan semakin mendekat. itu Kau, membuka pagar rumah dan melihatku kaget. Kau menutup mulutmu, rambutmu terurai ke depan wajah dan menutupi sebagian mata. Kau berlari menghampiriku, memegang tanganku dan berbisik pelan. aku mengangguk. aku masih mendengar ... juga melihat luka yang dulu. aku mendengar suaramu, juga derita itu.

*ngadaptasi puisi 'Mampir' Joko Pinurbo (2002)
Selengkapnya...

Sebelum Petang Juga Memerah..

Kau mulai memejamkan mata, tak peduli sedang di mana. Kau tau Kau sedang di mana. dengan semua bunyi klakson dan desing knalpot itu, Kau tau sedang di mana. tapi Kau ingin memejamkan mata, karena menghela nafas saja sudah tak sanggup menyelesaikan persoalan ini.

Kau di jalan menuju rumah. aku tau Kau tau itu. hanya saja Kau tidak bisa membedakan pagi yang baru lahir dan sore yang merana. langitnya merah, tak lagi jingga atau kuning pudar. merah merana, seperti sedang terluka dan marah. sepertimu yang sekarang sedang memejamkan mata.

Kau masih memejamkan mata, tak peduli Kau sedang di mana. Kau pikir mati sekarang atau besok sama saja. kesedihan ini tidak mengantarkanmu pada banyak kejernihan. terlalu susah menggapainya. dada terasa sesak dengan amarah. ingin meledak bersama peristiwa yang bisa saja terjadi di jalan.

banyak kilometer yang harusnya Kamu tempuh sore ini. ditambah macet yang pasti terjadi, Kamu tau akan menemui petang di sini, di jalan, seperti biasa. tapi jalan begitu sunyi. Kau hanya mendengar teriakan dan bising suara dari kepalamu. pikiran itu berkecamuk di antara ributnya jalanan.

sore ini hanya ada Kamu dan semua pikiran yang ingin Kau diamkan, tapi tak bisa. bising gak karuan. Kau pejamkan mata meski Kau tau sedang di mana. Kau sudah tidak bisa lagi membedakan banyak hal. lampu jalanan yang berbaris dan langit merah yang bergaris. petang sebentar lagi. Kau bahkan tak bisa bedakan rintik hujan dan air mata yang mulai mengalir di pipimu.

kondisi itu tidak bisa Kau hentikan, sampai akhirnya Kau tiba di rumah. memanggil-manggil namaku, mencari, dan menemukanku. sambil terisak, Kau memelukku. Kau ingin bercerita, tapi suaramu tidak keluar. Kau ingin mengatakan sesuatu, tapi tertahan. Kau diam, dan masih terisak. tapi aku tau Kau sedang sedih. entah kenapa keheningan membuat kami lebih terhubung ketimbang berkata-kata.

*ngadaptasi puisi 'Di Jalan Menuju Rumah' M Aan Mansyur (2016)
Selengkapnya...

Bangunan yang Roboh..

kita menatap ke arah yang sama, tapi beda.

siang sangat menyejukkan hari ini. tidak terlalu panas, juga tidak terlalu redup. jam tiga aku harus kembali memasukkan blueprint ini, dengan harapan yang selalu aku bawa, disukai dan diterima kerja di tempat itu. sekarang masih jam satu, aku punya dua jam lagi untuk menenangkan diri. sudah sebelas tempat yang menolak proposalku kerja. setiap kembali dari kantor-kantor itu, aku mencoret nama-namanya satu per satu di papan dinding apartemenku.

siang ini sama seperti tiga puluh hari sepanjang bulan ini. tidak terlalu panas, juga tidak terlalu redup. aku bukannya tidak lelah begini terus. ditolak sana-sini. tapi aku harus mencari tempat kerja baru sesuai dengan bakatku yang lain, menggambar. aku sudah menghancurkan karirku sebagai penulis. jangan ditanya ceritanya. terlalu panjang dan menyedihkan. sangat menyedihkan. lebih menyedihkan dari cerita penolakan perusahaan-perusahaan itu pada blueprintku. menyedihkan, karena menyangkut kisah yang aku percayai; cinta.

wawancara kerjaku masih jam tiga, dan aku punya dua jam lagi menghabiskan waktu siang ini. cuacanya bagus. tidak terlalu panas, juga tidak terlalu redup. aku memilih duduk di bangku Taman Raddin, menunggu jam wawancara dan menenangkan diri. aku menyukai pemandangan dari taman ini. hampir sama seperti pemandangan dari lobi kamarku yang ada di lantai sembilan apartemen. gedung-gedung ikonik dan penuh sejarah, di bawah awan yang selalu bergerak berarak tanpa kawalan. sesekali aku menggambarnya. memenuhi semua kertas sketsaku di masing-masing lembarnya. meski sudah tujuh tahun kerja menulis sebelum ini, aku tidak lupa kalau aku sarjana arsitek dan bisa menggambar. aku suka pemandangan dari bangku taman ini.

aku masih duduk di bangku ini saat seseorang memanggil namaku, dari belakang. dia menyebut namaku, dan aku menoleh ke arah suara itu. sialan. sedetik aku tidak tau harus bereaksi gimana. aku berpikir cepat. Shelly. itu suara Shelly. wajah yang aku lihat adalah Shelly. teman, partner, pasangan, atau apapun istilahnya untuk menjelaskan Shelly. perempuan yang setahun ini bersamaku. perempuan yang sudah puluhan hari tidak aku jumpai. perempuan yang aku cintai, mungkin, lalu hilang dan kita memisahkan diri seperti tidak ada apa-apa.

akhirnya aku memilih tersenyum untuk membalas sapaannya. aku tersenyum dan pandangan kita masih bertemu sampai delapan detik kemudian. dia bicara, dia bilang tempat ini mulai jadi favoritnya setelah aku pernah mengajaknya ke sini saat masih bersama. hm, bersama. kata yang membingungkan yang pernah aku pilih untuk menjelaskan hubunganku dengannya.

Shelly mendekat ke arah bangku yang aku duduki. dia lalu duduk di sampingku. canggung rasanya. dia tidak bicara. aku pun demikian. kita hanya menatap ke arah yang sama, tapi beda. pemandangan ini menenangkan bagiku. baginya, pemandangan ini hanya menyenangkan. setelah dua menit, akhirnya kita bicara. melakukan obrolan dengan ungkapan-ungkapan. rahasia perasaan yang sebelum ini tidak pernah kita bicarakan. aku mendengarkan semuanya. pahit semuanya. dia bicara dengan pelan, mengungkap semua kejujuran yang dia rasakan selama aku dan dia bersama. bersama, tanpa mengikatnya sebagai hubungan dengan status. tentang alasan dia menyukaiku, alasan kenapa kita tak lagi bersama, tentang dia menikah dengan orang lain, alasan kenapa dia masih berkencan denganku meskipun sudah bersama orang lain, dan tentang keraguannya padaku.

pembicaraan siang ini berakhir. kita berdua diam setelah mengungkap semua yang ingin ditanyakan dan didengar. semua jadi jelas. aku masih mengernyitkan dahi dengan semua isi percakapan ini. aku marah. tapi jauh di lubuk hati, aku puas mendengarnya. pertanyaan-pertanyaan yang belakangan ini mengepung hari-hariku sudah pergi. terkubur oleh akhir pertemuan tak sengaja ini. Shelly pamit. dia meninggalkan bangku ini dengan memegang tanganku. dia ingin memastikan semuanya baik-baik saja. kita berdua tau itu tidak mungkin. tapi aku harus menarik nafas, berharap bahwa semuanya baik-baik saja. karena aku ada wawancara kerja jam tiga ini. aku sudah cukup tenang sekarang, sama seperti siang ini. tidak terlalu panas, juga tidak terlalu redup.


*ngadaptasi film (500) Days of Summer (2009)
Selengkapnya...

Pertarungan Rindu..

Kau masih sering membenarkan kaca mata saat ingin bercerita. memindahkan ragamu lebih maju ke depan sebelum bercerita. memberi jeda sepuluh detik lalu bercerita. Kau bercerita seolah sedang ada mata-mata yang mengintai pembicaraan kita. rahasia dan dalam. Kau memandangiku, mempertemukan matamu dengan mataku, lalu tersenyum. karena Kau tau aku akan membuang pandangan saat mata kita beradu. brengsek.

waktu yang kita punya tak banyak. pertemuan tak disengaja ini bagiku adalah anugerah yang tak bisa dibayar dengan empat belas lembar saham Microsoft sekalipun. kita berdua tau itu. karenanya, Kau selalu menganggukkan kepala setiap kali aku meminta berpindah tempat. obrolan kita tak akan pernah usai. ada banyak paragraf dalam ingatan yang sudah lama aku kumpulkan untuk aku tukar dengan ceritamu. terlalu banyak. berdesakan dengan bayang wajahmu yang menempel di dinding-dindingnya.

sesaat, Kamu ingin begini terus, ingin pertemuan ini bertahan di banyak menit di depan. berandai-andai menghentikan detik, meminta waktu tak berjalan dan aku selalu di sini. aku, tentu aku, juga sama. biarkan malam ini kita hanya berdua. aku dan Kamu. tidak ada siapapun, tidak ada lagi yang lain. biarkan aku dan Kamu saja. jangan ada nama lain.

aku tau Kau sudah dengannya. Kau juga tau aku sedang bersama yang lain. kita berdua tau pertemuan ini kesalahan yang seharusnya tidak ada dalam urutan nasib. tapi hari selalu berakhir dan pagi akan menjemput pagi segera. tidak ada gunanya berpikir dua kali untuk tidak menikmati pertemuan ini. jarak akan menyusul memisahkan aku denganmu, segera.

sesekali Kau bercerita tentangnya, Kau juga mendengarkanku saat bicara tentangnya. aku kenal senyum itu, senyum saat aku bercerita tentangnya. senyum yang sangat menyenangkan saat dulu aku bersamamu. senyum kebahagiaan. aku tau Kau bahagia bersamanya, tapi aku juga melihat bola matamu perlahan membesar saat kita bertatapan. pertemuan yang menyenangkan, tidak ada cemburu, tidak ada sendu. pertemuan ini bukan tentang aku dan Kamu saja, atau ingatan yang kembali, tapi pertarungan sengit rinduku dan rindumu.

*ngadaptasi lagu 'Jangan Ajak-Ajak Dia' Melly Goeslaw (2016)
Selengkapnya...

Temu Setelah Hujan..

petir bergemuruh di ruang tidurmu. Kau panik, karena Kau tau dia gak datang sendiri. dia mengajak hujan deras dan angin kencang setelahnya. sesekali Kau melihat jendela tempatmu berada sekarang. berdiri, mendekatinya, melihat ke luar, kembali ke kasur, duduk, dan mengernyitkan dahi. Kau gelisah, bingung mau ngapain, dan kembali mendekati jendela.

setelah semuanya reda, resah pergi meninggalkanmu sendirian di ruang tidur. Kau buka mata. beranjak dari kasur dan kembali melihat jendela. mendekatinya dan mendengarkan suara ranting yang mengetuk-ngetuk kaca. Kau menutup tirainya, dan membuka lemari. mencari kaos dan jaket untuk dipakai lalu mengambil kunci sepeda motor.

kita bertemu, diantara sahut angin dan sapaan ranting pohon yang berjatuhan. tidak ada rindang, yang ada hanya hembusan angin yang kencang. tidak ada bincang, semua kata terkunci diantara rongga mulut dan terhalang. pandangan kita beradu, tapi isyaratnya tidak satu. pandangan kita beradu, tapi di luar rindu.

*ngadaptasi puisi 'Tengah Malam' Joko Pinurbo (1989)
Selengkapnya...