Malam, Mendung dan Masih Merindumu

Malam ini mendung tak lagi nampak seperti hari” sebelumnya. Tapi sama seperti bintang, mendung itu selalu ada meskipun tak terlihat. Tidak selalu di langit. Kadang kita mengira saat awan menutupi langit yang kita pandangi, bintang tidak ada. Sesungguhnya jika Kau menyibaknya, bintang” itu masih di sana. Sama. Mendung juga demikian. Namun mendung yang ini bukan karena ribuan rintik hujan akan turun. Bukan pula karena rinai hujan akan mampir membasahi bumi yang aku pijak. Jauh dari itu, ini karena aku tak bisa lagi menghadirkan senyuman itu..
Sudah lama, lama sekali aku tak lagi mendengar suaramu. Bahkan aku tak pernah tau kabarmu dari mulutmu langsung. Dunia ini serasa begitu luas. Aku harus menempuh jarak berkilo” untuk menemukanmu. Aku hanya tau bahwa Kau saat ini tak lagi baik” saja karena kekecewaan yang menghinggapimu. Mungkin akan terdengar sangat menyederhanakan, tapi hadapi sja. Itu sudah jadi konsekuensi. Dikecewain dan mengecewakan saat Kau benar” ingin membuktikan kecintaanmu. Itu hal lumrah saat Kau menyimpan nama himpunan ini di hati.
Kau hebat, tak salah aku menaruh rasa suka padamu. Padahal aku butuh waktu setahun lebih untuk menggeser nama” di hati hanya untuk menempatkan nama, symbol dan semua dedikasiku untuk himpunan ini. Aku bahkan gila saat itu. Sangat menggilai himpunan ini. Sama seperti aku merindumu dengan gila. Padahal sekali lagi aku ingin sekali membunuh ingatan wajahmu di kepalaku. Tapi selalu tak bisa.
Kau tau, malam ini wajahmu hampir memenuhi semua layar komputer saat aku melakukan aktifitas daily-ku. Walapun kini Kau telah menghilang jauh dari pandanganku. Sialnya, aku tak bisa membohongi pendengaran dan setiap ragaku bahwa api ini tak pernah padam. Tulisan ini aku tulis tanpa semangat tak seperti biasanya, tapi aku harus menuliskannya. Jika tidak, aku bisa tambah gila menyebut namamu. Aku tak ingin kekuatanku terbenam dan ragaku remuk menahan rindu ini. Sampai jumpa.

0 komentar:

Posting Komentar