Hanya untuk Membunuh Kebosanan

Malam ini kegelisahan hampir membunuh setiap jengkal semangat yang masih tersisa di tubuhku. Ini tidak sama dengan malam” sebelumnya. Panasnya kamar yang aku juga tak tau apa sebabnya semakin membuat temperature semangat itu panas dan menguap. Sudah beberapa waktu belakangan ini malamku tak kunjung baik. Selalu ada kepentingan yang manusia lain titipkan padaku sehingga menjelma menjadi kegetiran. Entah apa rencana Tuhan, yang jelas aku selalu memiliki kepercayaan padaNya dan setiap detik anugerahNya. Kadang ini menjadi resiko dan konsekuensi, tapi penolakan tak bisa dilakukan.
Malam ini memang terlalu dini untuk memberikan cap ‘membosankan’. Hanya saja dengan semua tak menariknya setiap aktifitas yang aku dapati, setidaknya cukup menggambarkan wajahku mengutuk malam ini. Mulai dari semua media sosial yang aku jamah meneriakkan ‘Hala Madrid’ dan ‘DPR Vs Dahlan Iskan’ hingga jenuhnya ambisi karena terbentur berkali” pada penguasa dunia: duit.

Malam ini sebenarnya lebih beradab dari siang hari tadi. Semua kebisingan yang terjadi tadi siang mulai merada bahkan padam. Hanya saja kemunculanmu tanpa senyum yang biasa Kau tampakkan tetap tak begitu ampuh memejamkan kedua mata ini. Jam digital di laptopku menunjukkan angka 02:02. Sudah sangat larut untuk menghabiskan hanya untuk menulis. Lagu ‘Demi Cinta’ milik pasangan fenomenal Anang & Ahsanty pun tak cukup membantu meramaikan keenggananku menyapa untuk membunuh sepi.
Malam ini terasa menyesakkan saat aku pandangi beberapa blok tumpukan buku. Tugas akhir yang terbengkalai. Tugas akhir yang terpinggirkan untuk urusan ambisi dan cita”. Hanya saja, setiap manusia selalu memiliki cara untuk mengembalikan semangat yang hampir hilang tadi. Karena tuntutan Stefan Melnik untuk selalu percaya pada kecerdasan akal manusia lainnya mengantarkan kita meraih kebebasan berekspresi yang positif, kreatif dan bertanggungjawab.

0 komentar:

Posting Komentar