Cerita Egois Untukmu Sista..

Hai Perempuan..
Langit Surabaya sudah gelap saat aku menulis ini. Mega merah yang menenggelamkan senja baru saja ikut terbenam. Sudah lama sekali aku tidak menemuimu. Bukan ku lupa, tapi aku hanya tak dapat lagi melukiskanmu. AKu sudah kehabisan kanfas. Sampai akhirnya aku menepi untuk menghela nafas.
Sayang sekali, kali ini bukan ceritamu yang aku sentuh untuk aku deskripsikan. Tapi selembar hubungan persahabatan dengan kekosongan kepercayaan yang sudah terlanjur aku sematkan. Kepercayaan yang luruh justru saat senyum yang aku lihat hanya kepalsuan. Alibi dari sebuah fakta yang tak terkatakan.

Hai Perempuan..
Aku sangat mengagumi sebuah hubungan persahabatan daripada duri yang ada dalam kisah asmara. Pertemanan dengan tangan yang selalu menggenggam hangat selalu hadir memberikan kenyamanan. Pertemanan yang selalu diselimuti kepercayaan tanpa jeda. Tapi mengharuskan selalu ada spasi yang tidak boleh disela.
Kota ini selalu memberiku panas yang tak sedikit. Aku selalu berusaha mengayunkan payung untuk berteduh. Tapi rindang pohon selalu berhasil memberiku lebih. Sembari berteduh, aku akan selalu berada di dekatnya menghalau aksi jahat burung gagak. Gagak yang tak Kau sukai. Karena di atas dahannya sudah ada sangkar burung lain yang menikmati hangatmu. Aku hanya tidak ingin ada burung lain yang menempati sangkar burung yang lebih dulu tersebut. Dan aku akan berbuat apa saja untuk menjaga burung dan sangkarnya dan dahan yang hangat tersebut dari ‘bujuk’ burung lain. Sungguh.

Hai Perempuan..
Kisahmu selalu inspiratif bagiku. Kau tampak kuat, jika aku mendengarkan ceritamu dengan seksama. Kau tampak hebat, saat aku membayangkan alurmu tanpa menyeka. Dan aku sangat tidak ragu menyebutmu sebagai sahabat, dengan begitu kita selalu terbuka. Aku bahkan menyayangimu layaknya saudara. Dan hanya itu alasanku untuk tetap menjagamu mempertahankan keberadaan burung dan sangkarnya di atas pohon tadi daripada menerima kerlingan mata burung lain.
Aku akan sangat sakit hati seperti dua hari ini, jika Kau benar” melakukan itu. Melupakan 'dia' untuk memilih 'dia'. Karena aku yakin dia selalu ada buatmu. Memberikan nyaman dan kesungguhan, bukan kehadiran sesaat yang meletup-letup. Dia selalu berusaha keras untukmu meskipun ada ragu terbesit, bukan mengalihkan fokusmu dengan bahagia sesaat.
Aku juga akan cemburu, karena nantinya Kau juga berhenti memberikan rindang itu pada yang lain termasuk padaku. Terdengar egois memang. Atau mungkin Kau berpikir ini adalah hidupmu dan aku hanya manusia yang numpang berteduh. Tidak ada urusan ataupun hak. Tapi..ah sudahlah. Maaf.

Hai Perempuan..
Seperti yang aku tulis sista, Kau bisa saja mengatupkan bibir untuk tidak berkata.. tapi tidak dengan senyum itu, senyum yang menandakan kebahagian dan menyimpan kebohongan..

0 komentar:

Posting Komentar