Fine, I'm Out.. Keep Going On..

Surabaya siang ini terik seperti biasa, menegaskan kota metropolitan yang padat penduduk. Memang hari ini libur, tapi lalu lalang kendaraan masih ramai. Angka 27 di kalender berwarna merah, tapi tak merona. Merahnya pudar dengan kebohongan yang masih melekat di sudut pandangku.
Siang ini semuanya tak berjalan biasa. Gumpalan amarah terlihat jelas di handphone-ku karena kesalahan yang aku buat. Belum lagi wejangan pagi dari Pak Kos jelang aku berangkat kerja. Semuanya tambah ruwet saat beberapa rekanan di Malang meminta dan mengingatkan ini dan itu. Jadilah hari libur ini tidak sedap akhirnya. Paling parah, ada kebohongan yang tertinggal.

Tidak ada yang sempurna di planet ketiga dalam Tata Surya ini. Sama seperti penghuninya, semua rasa-nya juga tidak sempurna. Termasuk di dalamnya adalah kejujuran. Tidak ada kejujuran yang sempurna. Kejujuran akan luruh oleh sepercik kebohongan. Satu kebohongan akan menyertakan kebohongan lainnya. Begitu terus siklusnya hingga Kau berhasil menghentikannya di titik itu.
Hahahahaa.. Tiga paragraf di atas seperti meracau. Maaf, aku hanya sudah jengah dengan lingkaran sialan ini. Kau masih bersama 'dia' dan berbohong saat aku tanya. Padahal ada 'dia' yang masih berjuang menuju ke arahmu dengan gigih, dengan cucuran keringat serta air mata. Entahlah, semoga Kau memiliki alasan yang rasional. Semoga Kau tau apa yang Kau lakukan. Bukan aku jahat dengan tidak mengatakannya langsung. Tapi ini cukup menjadi pembatas bahwa aku hanya teman, partner, sahabat, saudara atau apapun namanya. Itu cukup membuatku tahu diri bahwa ada sekat privasi yang tidak bisa aku masuki berkali”.
Sudahlah, aku tidak ingin lagi membicarakan hal ini. Aku juga bingung kemarin saat ingin menyapa. Bukan karena sakitku, tapi karena bingung memilih kata pertama sebagai sapaan saking kesal mengatahui hal ini. Pusingku bertambah saat bangun dari sofa melihatmu yang sudah duduk dengan baju merah yang menyala. Seperti nyala api asmara yang belum bisa Kau sembunyikan.
Siang sudah berganti sore. Sinar matahari juga berpendar dengan gagah menunggu mega merah yang sunyi. Harusnya aku ikut si Kurus satunya memilih ikan di Pasar Ikan Gunungsari sana. Harusnya aku memindahkan sejenak senja dengannya bersama beberapa batang tembakau yang untungnya tidak membuat langsung mati. Biarlah, sudah sore, sudah saatnya senja Surabaya kembali hadir menguning di atap” rumah. Jelas sekali terlihat dari sini. Memintaku untuk mengabadikannya.
Aktivitas soreku ini kembali berlangsung di ruangan ini. Ruangan yang semakin aku benci, tapi di sinilah aku hidup dan belajar. Mengeluh tidak ada gunanya saat ini. Aku tidak ingin merasa angkuh dengan merasa tidak adil hanya masalah kecil yang aku anggap besar. Karena di luar sana, di dunia sekitarku ada manusia” lain yang tidak seberuntung aku duduk dengan pendingin bekerja menulis sesuai passionku. Oleh karenanya, aku tidak ingin meracuni ini dengan mengurusi hal” yang bukan urusanku dan terlibat kencang di dalamnya. Aku sudah berjanji untuk diam dan tak akan mengusik urusanmu yang satu ini. Ya, hanya urusanmu yang satu ini. Keep smile Sist, I still love You. Eh, ini sayang lho.. Ntar dikira lain, bisa berabe. ^_^

0 komentar:

Posting Komentar