Pagi hari ini masih menampakkan suasana sisa air mata langit semalam. Dingin, begitu dingin. Dengan jaket berwarna coklat, orang itu keluar dari kamarnya mencoba mencari kegiatan di tempat komunitas yang Ia masuki dua bulan lalu. Berharap ada hal yang Ia bisa kerjakan atau setidaknya bisa Ia dapatkan dari perjalanan paginya.
Bertemu dengan kawan-kawan komunitas, bukan sebuah keinginan yang sangat Ia harapkan ditengah kerinduannya pada seseorang. Namun sebisa mungkin Ia masih bisa beraktifitas tanpa terus mengingat orang yang Ia rindukan dengan sangat. Banginya, hal ini-bercengkrama dengan gaya jadul dan gila- mungkin akan menjadi sebuah obat rindu yang sudah mengakar berat didirinya semenjak lima hari lalu. Akan tetapi pagi ini Ia harus berhadapan dengan panggilan yang membuatnya bingung seharian itu.
“Hpmu nyala tuch”, ujar seorang teman komunitasnya.
“O Ya..thanks..”, sembari berucap Ia terima sebuah panggilan dengan nomor baru pada Hpnya. “Ya Assalamualaikum..Bisa dibantu..?”, awal percakapan yang seharusnya tidak Ia lakukan.
“Ne saya Kak..Linda (bukan nama sebenarnya)”, ucapan seseorang diseberang sana dengan suara riang. “Ne nomor temenku. Saya cuma punya kesempatan kali ini aja, jadi tolong kakak terima telpon saya yach. Kakak apa kabar..?”, suara itu kini sudah menjadi manja.
“Ooo Linda. Alhamdulillah baek. Linda sendiri..?”, jawaban dan pertanyaan ini tak seharusnya Ia katakan dengan suara sangat welcome pada Linda yang kemudian diketahui adalah saudara jauhnya yang dulu sempat memberikan cinta padanya.
“Saya baek juga kak. Saya pagi ini pengen ngobrol banyak sama kakak. Saya nggak ganggu kegiatan kakak pagi ini kan..? Kakak kan selalu sibuk. Tapi kakak harus nerima telpon ini. Ni kesempatan yang sangat jarang Kak..”
“Yach, kebetulan kakak juga lagi boring nich Lin. Punya kesempatan nelpon, kenapa harus nelpon kakak..?”, pertanyaan bodoh yang Ia sampaikan ini adalah awal kebingungan serta dilemma yang Ia tanggung seharian ini.
“Sebenarnya, saya sangat kangen sama kakak. Bukan sebagai sodara atau sekedar temen ngobrol aja. Tapi pagi ini saya sangat ingin mendengar suara orang yang saya sayang sampai sekarang. Jadi tolong kakak terima dan temani saya ngobrol pagi ini. Ya Kak..!”
“Ach, Linda becanda nich. Kakak nggak suka Linda ngomong kayak gitu. Kita ngoobrolin yang laen aja ya. Gimana skulnya Linda..? Linda dah diterima di kelompok Pecinta Alam yang dulu Linda katakana itu..?”
“Masih proses Kak. Tapi saya yakin masuk kok. Soalnya kemaren waktu pendaftaran, saya sempat kenalan dengan salah seorang senior disana, dan kayaknya Dia bakalan bantuin saya masuk. Doain yach Kak..!”
“Ya. Pastinya kakak bakalan doain Linda. Trus, sekarang Linda lagi ada kegiatan apa aja..? Bukannya Linda kemaren sempat bilang kalo Linda mau belajar nulis..?”
“Kak, saya nelpon Kakak bukan pengen ngobrolin ini dan itu. Tapi saya pengen ngobrolin apa yang saya rasakan dan ingin sekali aku katakan pada kakak. Tolong Kakak jangan selenongkan lagi ya pembicaraan ini..!”
“Aku cuma ingin tau apa yang ingin aku ketahui aja dari Linda. Skul Linda, kegiatan Linda dan perkembangan Linda. Nggak boleh..?”
“Boleh. Tapi apa Kakak nggak pengen tau apa yang saya rasakan selama ini ke Kakak..? Apa yang selama ini saya pendam dan dilarang..? Apa yang selalu membuat saya mencuri kesempatan untuk ngobrol sama Kakak..? Dan apa yang membuat saya selalu tau nomor Kakak..? Kakak nggak mo tau semua itu..?”
“ Linda apa”an sich..? Kakak kan cuma nanya gima..”, terpotong.
“Kakak tau kan kalo saya selama ini menyukai Kakak..? Dan saya sangat menghargai prinsip Kakak itu. Karena saya ingin menjadi yang halal bagi Kakak. Bukan karena perjodohan yang orang tua saya pinta Kak. Tapi saya emang mencintai Kakak..”
Tuttt..tuutt..
Orang itu mematikan panggilan itu.
“Kenapa..? Kayaknya sebel gitu mukanya..?”, salah seorang temannya menanggapi kekusutan wajahnya setelah menerima panggilan tadi.
“Nggak, cuma pengen pipis ja. Aku ke toilet dulu Ya..”.
“Ya buruan. Belum kelar nich..”.
“Ya..Ya..palling lima menit doang..”.
Hp yang Ia taruh disaku celananya bergetar lama. Tanda ada panggilan untuknya. Nomor baru lagi dan sepertinya sama dengan yang sebelumnya.
“Kok dimatiin kak..?”, benar, seseorang dengan nama Linda itu lagi.
“Sorry Lin, lagi nggak ada signal. Ne juga lagi jelek..”, orang itu tidak pandai berbohong.
“Kakak bo’ong kan..? Kenapa sich Kak..? Kakak marah Ya..? Saya cuma pengen Kakak tau aja apa yang saya rasakan. Kakak pliiss..!”
Orang itu hanya terdiam mendengarkan permintaan itu. Permintaan yang sebenarnya harus Ia tolak. Permintaan yang semestinya tak pernah Ia sanggupi.
“Kak, saya nggak punya waktu banyak dan aku juga sangat jarang punya kesempatan seperti ini. Kakak tau kan gimana usaha saya buat nelpon dengan konsekuensi yang lumayan berat kalo ketauan..? Kakak, saya hanya ingin ungkapkan apa yang selama ini saya rasakan. Saya sayang Kakak. Dan saya sangat ingin kakak tau. Saya nggak maksa kalo Kakak nggak sayang ma saya. Dulu Kakak juga pernah bilang kalo cinta itu nggak harus memiliki, walaupun sebenarnya saya nggak bisa seperti itu. Tapi se-enggaknya Kakak hormati saya..!”
“Apa dan bagaimana aku menghormatinya Lin..?”
“Cukup Kakak terima kenyataan ini..”.
“Maksud Linda, Kakak harus terima cinta yang nggak Kakak miliki ini..? Kakak nggak bisa Lin. Akan ada yang tersakiti dan Kakak..”, pengelakan itu terpotong.
“Bukan Kak, tapi Kakak cukup terima kenyataan bahwa saya sayang dan cinta Kakak. Kakak nggak usah nolak kenyataan itu. Biarkan saya seperti ini. Saya akan senang kalo Kakak mengerti ini. Biarkan saya punya cinta ini. Dan saya tambah nggak peduli dengan kata orang.”
“Linda lebay dech. Linda tau Kakak kayak gimana. Kakak nggak pantas punya cinta dari kamu Lin. Linda, kamu bisa dapetin cinta itu dari orang lain yang jauh lebih baik dan lebih oke dari Kakak. Kamu tuch cantik dan Kakak yakin Linda bisa temuin cinta itu dari..”, sekali lagi harus terpotong dengan jawaban yang antusias.
“Ini yang saya maksud Kak. Kakak cukup menghormati cinta ini. Nggak usah Kakak ngelarang cinta ini. Biarkan. Tolong Kakak biarkan. Nggak usah mengelak. Emank dengan begitu Kakak bisa bikin saya senang..?”.
“Waduh..gimana sich Lin. Kakak jadi serba salah nich. Tapi kalo gini kan pasti ada yang tersakiti dan Kakak nggak pengen itu terjadi pada Linda. Dan parahnya, itu gara-gara Kakak.”.
“Sekarang berbeda Kak. Saya udah ngerti dan merasakan gimana menerimanya. Bagi saya, cinta itu bahagia jika orang yang kita cintai bahagia. Karena apapun itu. Saya juga akan merelakan Kakak jika itu yang membuat Kakak bahagia. Walaupun sebenarnya saya masih mencoba itu. Tapi pasti bisa demi kebahagiaan orang yang saya cintai.”, alasan Linda membuat orang itu bergetar dan tanpa sadar Ia meninju dinding tanda Ia merasa bersalah.
“Lin. Kakak nggak ingin Linda seperti itu. Tapi Linda tau kan kalo Kakak nggak bisa.”.
“Saya ngerti kok Kak. Nyantai aja. Sebenarnya dari beberapa teman, saya tau Kakak punya blog dan saya membaca print-outnya dari teman. Sebenarnya ini juga yang membuat saya mati-matian nyari kesempatan ngubungin Kakak. Di tulisan yang paling baru, Kakak cerita kalo Kakak sekarang lagi jatuh cinta. Saya senang mendengarnya Kak. Sebenarnya sich saya cemburu, tapi saya senang kok kalo Kakak senang. Apalagi disitu Kakak ceritanya dengan sangat terbuka dan emang bener-bener seperti itu. Saya seneng lho Kak. Nggak pake lebay-lebay gitu. Saya bener-bener senang Kak.”
Hening..
Tanpa ada yang tau, sesaat kemudian keduanya berbicara hampir berbarengan..
“Linda duluan dech..”
“Kakak duluan aja dech. Dari tadi kan saya ngomong panjang lebar. Kakak jadi nggak punya kesempatan ngomong.”
“Beneran Linda baca blog itu..? Emank temen Linda tau dari mana alamatnya..?”
“Temen saya kan punya Facebook. Kebetulan juga saya sempat cerita tentang Kakak ke dia. Pas kemaren dia cerita kalo Kakak confirm dia jadi temen Kakak. Abis itu dia buka blog Kakak. Katanya ada almatnya ada di profil Facebook Kakak. Nggak pa-pa kan Kak..?”
“Ya nggak pa-pa..Tapi jangan cerita-cerita ke yang laen Ya. Ntar pada ujan koment.”
“Tenang aja Kak. Tapi saya penasaran lho Kak ma orang yang Kakak suka itu.”
“Penasaran kenapa..?”
“Pengen tau aja orangnya seperti apa. Kakak kan orangnya sok alim. Hehehe..”
“Nggak ah. Buat apa..? Hehehe..Becanda. kapan-kapan aja dech..”
“Kakak lagi dimana..? Bareng dia nggak..?”
“Nggak. Nggak ada disini.”
“Eh Kak, udah dulu ya Kak. Ntar lagi saya ada kegiatan. Hapenya juga punya temen. Dah Kakak.”
“Ya..Linda yang rajin ya skulnya. Nggak usah ikut-iktan bawa hape. Ntar DO.”
“Hehehe..Ya..Ya. nyantai aja Kak. Assalamu’alaikum.”
“Wa’alaikumussalam.”
Banyak pertimbangan yang orang itu pikirkan dalam memulai percakapan yang Ia sendiri tak tau mengapa harus terjadi dan seperti itu kondisinya. Tapi setidaknya Ia dapat memberikan elakan dan penjelasan apa yang sebenarnya terjadi tanpa harus menyakiti siapapun termasuk Linda yang mencintainya. Bagaimanapun juga, Ia tidak ingin Linda tersakiti. Linda, cewek berparas manis yang saat ini mengenyam bangku SMA di sebuah pesantren yang mengharuskannya gaptek. Tidak boleh bawa alat” elektronik seperti Hp.
Entah apa yang membuat dia bingung dengan kejadian ini. Cinta yang menurutnya adalah perasaan yang harusnya membuat senang dan gembira, saat ini dengan cinta itu, Ia harus kebingungan dan resah mengharu biru menyesakkan dadanya mengetahui ada yang mencintainya seperti Ia mencintai wanita yang saat ini Ia rindukan. Tanpa kuasa, Ia merasakan kelegaan di tengah kekhawatiran.
Tapi diluar itu semua, Ia tak akan sanggup memilih. Karena bagaimanapun, Ia akan tetap memilih dia. Wanita bodoh yang dengan cerdasnya membuat hidupnya memberikan energy bagi semua orang yang dekat dengannya. Tanpa terkecuali orang itu.
Karena dia mencintai wanita itu.
Dan orang itu adalah aku.
Selengkapnya...
Cerita Cinta II; Dilema..
Cerita Cinta I
Aku sangat ingin memulai tulisan ini dengan pertanyaan yang sangat membingungkanku sejak lama..”Inikah rasanya jatuh cinta..?”
Kid..Kid..semua orang menertawakannya. Mencibir, seneng, marah bahkan ada yang kaget luar biasa. Mereka menertawakan karena bagi mereka aku adalah orang yang sangat sibuk dengan urusan akademisi dan cita-cita. Ketika tau aku sedang jatuh cinta, mereka tengah bersiap-bersiap meletakkan tangan di depan mulutnya agar tidak kelihatan mulut mereka yang nantinya terbuka lebar menertawaiku. Bagi mereka sangat aneh Kid bisa jatuh cinta. Dengan seorang wanita lagi..(mang dari kemaren ma Kebo’..?).
Apa yang aku alami ini juga dicibir oleh beberapa temen. Bagi mereka, aku orang udik akan cinta. “Masih terlalu dini Kid bagimu merasakan cinta..!”, jelas mereka saat aku tanya mengapa. Elu masih kecil Kid, banyak yang harus elu lakuin sebelum merasakan perasaan yang hanya orang dengan fase dewasa yang bisa mengerti. Nggak usah sok ngerti tentang cinta dech hanya karena elu cerpenis dan sering buat prosa keren tentang cinta selama ini. Tau apa elu..? Uughh..mereka emank benar” ngeremehin perasaan yang sudah bersarang kuat di diriku ini. Tapi bodo ah.
Tapi ada juga yang seneng coy. “Wah..akhirnya Kid jatuh cinta juga..”, ekspresi yang agak berlebihan sich menerutku dari seorang temen ketika tau aku sedang jatuh cinta. Bagus dech, akhirnya Kid bisa dewasa juga. Melihat Kamu setiap hari menjalani kelas tanpa grusak grusuk, berdiskusi tanpa wajah cemberut, bertanya dengan lembut, ternyata itu semua efek dari cintamu itu. Aku seneng lho Kid ngeliatnya. Kamu emank sudah terjangkit. Hehehehe..mereka senengnya lebay dech. But I’m Appreciate it.
Eh, ada yang marah juga ternyata. Disini adalah area orang” yang sangat ekstrem menilai perasaan jatuh cinta. Menilai bahwa perasaan itu akan membuat kegiatan ngerjaen tugasku diabaikan, makan nggak konsen, baca buku selalu ada pikiran laen (terbayang” wajahnya..), mandi pengen cepet” (soalnya mo ketemu doi..), terlalu lebay memperhatikan penampilan, bikin nggak tenang dalam kesendirian dan selalu memimpikannya dalam tidur. Intinya mengganggu praksis akademisiku dan kehidupan yang biasa aku jalani dalam mencapai keinginan”ku. DAN MEREKA NGGAK MAU ITU TERJADI PADAKU. Emank sich itu yang lagi aku alami, tapi aku selalu berusaha masih dalam jalurku sendiri dan aku tau apa yang sedang aku lakukan. Aku tekankan, AKU BUKAN ORANG BEGO’ YANG NGGAK TAU APA YANG AKU LAKUKAN.
Nah, bagian ini yang sangat lebay. Mereka kaget luar biasa setelah mengetahui aku sedang jatuh cinta. Mereka semua pada ngemengin peristiwa ini di FB. kolom message-ku penuh dengan kelebayan mereka. Wajar sich. Soalnya orang” disini taunya aku adalah orang yang sangat sulit respect terhadap wanita. Bahkan bisa dibilang menurut mereka aku adalah orang yang nggak mikirin cewek..!! (sotoy mereka..). ekspresi mereka beragam. “Apah..? Kid, kepalamu kebentur dimana..?”. “Hah..? Kid, kamu harus kenalin ke aku. Aku pengen tau cewek yang udah bikin sahabat sejenis kamu bisa merasakan cinta yang dulunya kamu selalu cuekin..”. “Tau nggak Kid, kamu dah bikin aku selalu bayangin betapa sakitnya cinta-cinta yang dulu pernah mampir di kehidupanmu dan kamu abaikan..”. “Kid, kamu apa”an sich..?! Nggak lucu tau. Cewek mana sich yang bikin orang homo macam kamu bisa jatuh cinta. Kamu tuch selalu cuek dengan cinta. Sekarang kamu kelepek”. Pasti ni orang lagi diguna”..”. Mereka lebay begete kan..? Huufft..
Kekhawatiran mereka nggak berelebihan sich. Mereka benar adanya (kecuali yang bilang kalo aku homo lho..Cuma analogi dia aja..). Sebelumnya aku emank pemalu tehadap wanita, sehingga mereka menertawai perasaan yang sangat aneh hinggap di diriku. Aku yang sebelumnya makan bareng temen wanita aja selalu canggung, kini tiba” menyatakan diri bahwa sedang jatuh cinta. Aku yang sebelumnya selalu menunduk ketika berbicara depan wanita, kini dengan lantang menyatakan bahwa lagi jatuh hati pada seseorang. Kid..Kid..Idup Lo Kid..!?
Aku juga emank masih manusia dengan status bau kencur dalam urusan beginian. Wajar mereka mencibir apa yang sedang aku alami. Aku yang dulunya selalu membuat prosa” tentang cinta, sekarang malah kejerat cinta itu sendiri. Aku yang dulunya masih menganggap cinta itu hanya bisa dirasakan ketika kita sudah benar” dewasa, sekarang aku yang masih remaja ini sudah berbicara tentang cinta seolah-olah sudah dewasa dan tau apa itu arti cinta. Aku emank nggak sedewasa yang dipikirkan mereka, tapi aku yakin penyakit (ada yang menganggap cinta itu virus..) ini dapat menyembuhkan hal” negative dengan energy positifnya.
Kadang aku juga merasa dikelas, kalo aku sering grasak-grusuk nggak jelas dan bahkan awut”an. Menanggapi pernyataan dosen dengan serius amad, diskusi kelompok terlalu kontekstual bahkan bertanya pada dosen dengan wajah yang nggak begete (sok serius gitu..). Tapi seketika itu, aku berubah menurut mereka. Ya..aku juga merasakannya. Aku lebih santai, lebih lembut dan enjoy di kelas dengan segala dinamika yang ada. Dan karena temen”ku lebih seneng aku yang kayak gini, aku akan tetap berusaha seperti itu dengan ditambahi keseriusan dikit.
Ini bagi yang terlalu ngekhawatirin aku pake ekspresi marah. Aku akan katakan sekali lagi, kalian harus percaya aku bahwa aku bukan orang bego’ yang akan lupa daratan ketika bertemu cinta seperti ini. Aku yakin bisa membalikkan keadaan” yang kalian khawatirin itu. Aku akan mengubah cinta itu menjadi energy positif yang nggak bakalan mengacaukan kehidupan sembilan belas tahunku ini. Percaya dech.
Hahahahahaa..Kalian emank lebay penasarannya. Tapi santai aja. Aku akan memberikan feedback yang sepadan dengan apa yang kalian ekspresikan. Aku hanya butuh space yang lebih gede untuk kemudian kita runtuhkan tembok” benci yang selalu ada dalam sebuah kehidupan manusia.
Bagiku semua ini adalah kanal baru yang aku hadapi. Terus terang aku belum punya cukup pengalaman tentang cinta. Aku hanya meraba-raba problematikanya dari pengejaran cita-citaku selama ini melalui tulisan-tulisan fiktifku. Dan setidaknya itu yang menuntun jalan cinta ini seperempatnya. Yach..cukuplah buat lika-likunya beberapa waktu ini. Walaupun sebenarnya aku terikat dengan keadaan yang selalu membingungkan ketika aku tercekik cinta itu sendiri.
Kadang aku sembunyi di balik bayang-bayang pepohonan yang menurutku cukup rindang untuk aku berteduh dari bara api cinta yang sudah membakar jiwa para pecinta, namun di lain sisi aku harus menantang teriknya sinar matahari untuk mengetahui seberapa kuatkah aku mengikuti alur cinta ini.
Cinta ini membuat aku menunggu. Membisu pun aku lakukan jika nantinya aku merasakan kenyamanan yang aku ingini. Tapi aku juga sudah mempersiapkan kepala untuk tegak jika berikutnya aku akan kecewa dengan konsekuensi pilihanku. Bukan karena aku pemberani, bukan juga karena aku berjiwa besar. Atau ada yang mau bilang karena aku pengecut atu karena aku terlalu pesimis dengan cinta ini atu kalian mau bilang aku ragu dengan perasaan yang sudah dahsyat melanda diriku ini..? Bukan. Tapi lebih dari itu, karena AKU TAU SIAPA CINTA INI.
Selengkapnya...