Tawa Itu..

Akhirnya sampai di sini kita, di tempat duduk yang dipisahkan meja. Berhadapan, sesekali bertukar tawa. Dari sini, aku hanya lihat sorot matamu yang tajam dan caramu bicara. Mungkin ini sebab kerisauanku beberapa hari belakangan, rindu yang tidak jelas hanya ingin melihatmu secara fisik, lebih dekat, tanpa banyak bilang.
Siang sangat panas, itu juga yang jadi alasanmu menutup kepala, atau mungkin ada alasan lain. Sedangkan aku, selalu membiarkan topi Ride Rocket To Mars-ku menetap di ujung rambut serampangan. Beberapa kali aku mencuri pandang, tepat di depanku, ada Kamu yang memainkan gadget. Lalu lihat ke bawah, ada meja coklat yang memisahkan kita. Di atasnya, ada ayam bakar yang soal rasanya, kita tidak sependapat. Selanjutnya, seperti biasa, mataku mengacuhkannya, berkeliaran pada benda” di sekeliling. Hmmm. ternyata aku masih begini, takut pada kaummu.
Aku bukan canggung, aku hanya menunggu menit yang tepat untuk bicara. Berharap Kau kembali tertawa dan memastikan aku melihatnya. Bibirmu yang merah perlahan terbuka dan kembali mengatup bergantian. Proses yang disebut tertawa itu terjadi berkali”, kadang diselingi wajah sinismu karena beberapa kalimat yang aku sampaikan. Benar kata orang, bahagia itu banyak macamnya. Melihatmu seperti ini misalnya.
Sekilas, aku hanya cemburu, mungkin tawa ini tak hanya aku yang membuatnya. Mungkin ada canda lain dari raga lain yang membuatmu bicara lebih banyak dan menyunggingkan senyum lebih sering. Tapi, itu lebih baik daripada aku kehilangannya. Saat itu, ketakutanku bukan kehilanganmu, tapi melihatmu kehilangan tawamu. Sore, Perempuan..
Selengkapnya...