Akhir Februari..

Aku sudah menantikan besok, hari berakhirnya Februari. Terlalu banyak dinamika terjadi dengan ketidakberuntungan di sisiku. Bahkan, sampai sejam sebelum tulisan ini ada. Aku ingin sekali berteriak, mengatakan sesuatu seperti berkata kotor. Dada ini sesak, bahkan mataku tak berhenti memicing sampai tulisan ini selesai. Kulit diantara kedua alisku berlipat-lipat tanpa aku mau. Seolah ada iblis bersandar di bahuku, bergelantung di kelopak mataku dan mengelus dadaku dengan tawa riang. Aku tak berniat mengusirnya, aku ingin tetap begitu sementara waktu. Sampai aku tau, bagaimana cara menguasainya.
Aku sudah menantikan besok, hari berakhirnya Februari. Bulan yang katanya penuh kasih sayang. Is bullshit. Satu"nya kasih sayang yang aku dapat hanya saat mendengar suara ibuku di ujung telpon. Mungkin seminggu sekali, kadang lebih. Berulang kali aku berusaha tersenyum, tapi iblis lain datang dengan wujud manusia di sekitarku. Bahkan sejam sebelum tulisan ini dibuat. Ingin sekali aku menyiram setiap rupa itu dengan air, tapi pastinya hanya membuat masalah semakin rumit, dan membuat hari"ku semakin busuk. Bisa saja aku membiarkannya seperti ini sepanjang waktu, tapi aku tidak mau. Aku tidak ingin kebencian ini menguasaiku saat bertemu denganmu nanti.
Aku sudah menantikan besok, hari berakhirnya Februari. Mungkin tidak hanya aku, kedua teman juga demikian. Satu diantaranya malah menderita darah tinggi dan menerima siklus bulanan lebih cepat. Satu lainnya akhirnya memilih untuk selalu diam, menghindari bermasalah. Aku adalah perwujudan keduanya mungkin. Dua hari lalu, seorang teman bilang padaku, aku mengalami darah rendah. Kurang istirahat dan banyak pikiran. Aku juga akhirnya memilih diam, bukan karena dibungkam, tapi karena tidak sepaham. Bahkan sejam sebelum tulisan ini dibuat. Aku tidak tau sampai kapan aku membiarkan ini. Aku hanya ingin tau sampai mana batasku.
Aku sudah menantikan besok, hari berakhirnya Februari. Seperti manusia lainnya, aku memiliki harapan pada waktu yang semestinya atas kuasaku. Aku berharap Maret jadi bulan yang baik. Seperti Januari, bulan penuh pertemanan, persahabatan dan semua kasih sayang numpuk di sana. Aku ingin mengulanginya lagi. Maret, mestinya jadi usaha dan kuasaku untuk mengupayakannya.
Aku sudah menantikan besok, hari berakhirnya Februari.
Selengkapnya...

Talak 3; Pesan Moral yang Segar..

Apa jadinya jika sepasang suami istri yang sudah bercerai dengan vonis talak 3 ingin rujuk? Itu yang sedang diusahakan Bagas dan Risa setelah 3 bulan pengadilan negeri mengabulkan gugatan cerai mereka. Keinginan rujuk itu semakin menjadi setelah kerjaan utama mereka berdua menjanjikan bayaran besar yang akan menyelamatkan kondisi keuangan keduanya. Syaratnya, keduanya harus kembali bersatu. Tapi, niatan rujuk tersebut baru berhasil setelah si perempuan melewati satu kali pernikahan lainnya atau yang disebut muhallil. Jadilah Bagas dan Risa mencari seorang pria untuk jadi suami 'sementara'.

Usaha mencari muhallil ini tidak mudah. Dari seorang kenalan Bagas sampai mantan pacar Risa saat SMA sudah didatangi sebagai kandidat suami sementara ini, tapi selalu saja ada kriteria penting yang mengharuskan si kandidat gugur. Sebelumnya, Bagas juga sudah melakukan cara melanggar hukum dengan membuat identitas palsu dan menyuap, tapi juga tidak berhasil. Pada akhirnya, mencari muhallil tetap dilakukan dan pilihan tersebut jatuh pada Bimo; teman kerja Bagas dan sahabat Risa sejak SD.

Singkat cerita, Bimo harus melakukan peran sulit pertamanya sebagai orang yang akan melamar Risa, yaitu menaklukkan hati Budhe Risa. Tapi masalah utama muncul, benih-benih cinta antara Bimo dan Risa hadir di tengah usaha rujuk ini. Persoalan semakin runcing setelah Bagas mengetahui perasaan keduanya. Semua konflik ini bisa Kamu saksikan di film Talak 3, yang masih tayang di beberapa bioskop Indonesia hari ini.

Umumnya, animo orang nonton film karena keterkenalan salah satu unsur di dalamnya. Entah pemain, sutradara, penulis skenario atau cerita (diadaptasi dari novel terkenal atau biografi). Bahkan beberapa calon penonton menjadikan unsur-unsur itu sebagai jaminan kalau film tersebut bagus. Film ini, banyak. Pemainnya, Vino G Bastian sebagai Bagas, Reza Rahardian sebagai Bimo dan Laudya Cintya Bella sebagai Risa. Soal reputasi, ketiganya tidak perlu lagi diragukan. Vino adalah aktor utama terbaik FFI 2008, Reza menerima penghargaan yang sama di tahun 2010 dan 2013, sedangkan Bella sudah malang melintang di banyak sinetron, FTV dan film bioskop sejak masih sangat belia. Maka, kombinasi ketiganya dalam satu film, itu keberuntungan kita sebagai penonton.

Sutradaranya dua sineas kreatif; Hanung Brahmantyo dan Ismail Basbeth. Mungkin Kamu sudah tau karya-karya Hanung, tapi agak asing dengan Ismail. Pria 30 tahun ini memang besar sebagai sutradara film indie. Tapi tahun lalu, Ismail adalah penerima piala FFI ‘Sutarada Terbaik’ lewat film bioskop pertamanya ‘Mencari Hilal’. Sudah? Belum. Sampai di sini mungkin Kamu merasa tulisan ini muji habis”an film Talak 3. Santai, penulis bukan tipe gawat muji karena hal” tertentu, tapi film ini memang maksimal menyajikan semua komponen dalam film. Hanung, Ismail serta Hilman (penulis skenario) terasa berhasil mengeluarkan kemampuan akting ketiga aktor utamanya, sehingga alur ceritanya kuat dan konflik yang dibangun benar” greget.

Talak 3 tidak hanya memberikan cerita adem dengan konflik, tapi kesegaran ide beserta pesan moralnya. Kehidupan rumah tangga sederhana yang dimunculkan Talak 3 seolah nyata bisa ditemui di sekitar kita. Pasangan muda, kerja keras, egoisme, ekonomi kreatif, intrik, pengkhianatan, persahabatan, kejujuran, cinta terpendam dan ikhlas. Semuanya mengepung film ini dengan persoalan yang seakan tiada putus sejak awal. Lalu jujur pada diri sendiri yang bermuara pada ikhlas muncul sebagai antiklimaks. Segar.

Belum lagi latar tempat yang dipilih kedua sutradara ini adalah Jogjakarta; wilayah yang penuh dengan kreatifitas dan budaya. Kamu yang pernah, datang, tinggal di Jogja terasa diajak bernostalgia dengan jalan-jalan, bangunan ikonik dan tempat wisatanya, meskipun cuma satu. Sekaligus jadi nilai minus yang penulis temukan, eksplorasi latar tempat yang tidak banyak. Hanung dan Ismail tau betul memainkan sisi emosi lainnya; romansa.

Sampai tulisan ini dibuat, 2 pekan di bioskop, Talak 3 menempati posisi kedua film Indonesia dengan penonton terbanyak (368.736)*. Btw, seperti biasa, Hanung (sepertinya beserta Ismail) muncul di salah satu adegan. Hmmm, dengan kesotoyan ilmu film yang penulis buat, nilai film Talak 3: 8.5/10. Layak ditonton.


*sumber: filmindonesia.or.id
Selengkapnya...

Mengasingkan Diri..

Semalaman aku sengaja mengasingkan diri di sini, di sudut ruang New Media. Telingaku menikmati suara Adele dalam alunan lagu 'When We Were Young', sementara jemariku tak berhenti mengetik sejak petang, saat Surabaya diguyur hujan deras. Sebenarnya, aku hanya berpura menikmati lagu ini, aku berusaha. Aku sedang mengembalikan mood menulisku, yang perlahan memudar. Saat mendengar intro single ini, aku seperti menemukanmu, seperti aku menemukan cara mengembalikan mood menulis beserta inspirasinya.

Malam ini aku berada dalam gelisah yang jumlahnya tak sedikit. Aku ingin menulis banyak hal, aku sudah tak ingin menampungnya di kepala kecil ini. Terlalu banyak, berkecamuk ingin keluar semua bersamaan. Baru" ini aku berusaha mengingat menulis review film, genre yang sudah lama tak aku lakukan sejak SMA. Aku ingin sekali menulis review film 'Talak 3', film bagus yang aku tonton di tayang perdana kemarin. Saat nonton film ini, kepalaku tak berhenti mengatur alur untuk menulis sinopsisnya. Tapi, selalu begitu. Muncul saat tak diinginkan, dan menguap saat di kamar, di depan meja, di depan laptopku.

Suara bass dan piano lagu 'When We Were Young' masih menggema di telingaku saat ini. Keresahanku bertambah saat melihat gelas berisi kopi di samping keyboard. Sekilas mengingatkanku, kopi Lanang Malangsari di toplesku menipis. Aku bingung harus diisi kopi yang mana lagi tu toples. Berharap besok aku bisa menemukannya. Belum lagi, aku masih memikirkan bagaimana cara menulis review film yang baik. Aku sudah mencari file majalah SMAku dulu sebagai komparasi. Tapi hasilnya nihil. Ironis, hal itu juga yang terjadi padaku. Semakin berusaha mencari dan menemuimu, semakin tebal tembok yang ada di hadapanku untuk aku robohkan. Tapi aku enggan. Aku tidak ingin merusak apapun, merobohkan apapun, jika akhirnya bukan menyisakan senyum di bibirmu.

Malam ini, sekali lagi, aku berpura tak terjadi apa". Aku menggerakkan kaki sepanjang tulisan ini dibuat dan mematikan androidku. Aku sedang berusaha mengembalikan mood, memintalnya hingga menumpuk dan menulis review film 'Talak 3'. Bodoh. Cara menulis review film-nya saja aku masih mencari. Aku lupa. Aku tidak ingin menulis dengan struktur biasa" saja untuk review film yang tidak biasa saja. Ini juga yang sedang aku lakukan untukmu, mungkin. Aku tidak ingin menjadi biasa" saja, untukmu yang tidak biasa saja.
Selengkapnya...