Kebutuhan yang Menenangkan..


persimpangan ini sangat aneh. seperti aku sedang menyeret semua persoalan semakin dekat ke arahku. mulutku berhenti bicara. pikiranku terus berkelana. memikirkan sesuatu yang aku juga tidak tau kenapa harus dipikir. sepertinya aku butuh sebuah pelukan, yang tulus, dan juga hangat. aku butuh itu, tapi aku risih melakukannya. aku tau butuh itu, karena dulu seseorang pernah melakukannya padaku dan menenangkan.

kelas dua SMA, saat sekolah ingin aku bertahan tapi aku tidak, aku pulang ke rumah dengan lusuh dan jenuh. aku pulang membawa dua hal. kabar aku ingin keluar dari sekolah dan alasan tidak masuk akal karenanya. sore itu aku juga sudah siap dengan dua konsekuensinya. ibuku menangis dan ayahku kecewa. tapi tidak, setelah panjang lebar bercerita alasanku ingin keluar, ibu menarik lenganku dari belakang, memutar badanku dan memelukku dari depan. ibu menangis, aku tau karena pipinya yang basah juga membasahi pipiku.

aku sudah siap dengan situasi ini. aku tau ibu pasti akan menangis. tapi aku tidak siap dengan pelukan ini. aku tidak memprediksi akan adanya pelukan ini. ibu tidak berkata apa-apa. ibu hanya memelukku sangat erat. tapi tidak terasa menyesakkan. tidak menjerat. malah sangat menenangkan. aku tidak membalas pelukan ini. tapi aku sangat bisa merasakan dampaknya. menenangkan.

ternyata seperti ini rasanya dipeluk.

bertahun-tahun setelahnya, masalah hidup terus berdatangan. kopi dan pernah sesekali alkohol menghilangkan persoalan-persoalan itu. hilang. kadang, persoalan-persoalan itu lenyap setelah ngobrol dengan orang yang tepat. tapi tidak banyak orang seperti itu. tidak semua orang tepat untuk semua orang. dan aku, bajingan kecil yang sangat introvert. aku bisa ngobrol hanya dengan seseorang yang aku kenal dan dekat.

dua tahun setelah kerja, hidup yang penuh masalah itu hilang dalam sehari. siang setelah keluar wisuda dari Dome UMM, seorang perempuan yang meneriaki namaku dari kejauhan mendekat. aku berbalik arah lalu dia memelukku dari depan. ternyata ibuku. lama, enam puluh detik. nyeesss. aku tidak peduli lalu lalang orang di depan-belakangku. aku hanya menikmati pelukan hangat ini. terasa sangat menenangkan.

dua jam setelahnya, ibu dan keluarga pamit pulang. sebelum masuk mobil, ibu memelukku, lagi. kali ini aku malu. karena semua orang melihatnya, terutama teman-temanku. tapi sekali lagi, rasanya menyenangkan. menyenangkan dan menenangkan.

setelah itu, aku nyaris tidak tau rasanya dipeluk. bahkan, malam lebaran yang harusnya khidmat dengan bermaaf-maafan, aku hanya sungkem. sedangkan tiga adikku memeluk ibu berkali-kali. memeluk ayah berkali-kali juga. aku ingin melakukannya, tapi rasanya belum butuh.

dan sekarang, saat berdiri diantara semua persoalan ini, saat terjebak di persimpangan aneh ini, rasanya aku butuh pelukan itu.
Selengkapnya...