Tidak Semestinya..

tidak semua hal bekerja dengan semestinya. seperti obat penyeri sakit kepala yang baru saja aku minum. sakitnya hampir hilang, tapi aku tak kunjung bertemu kantuk yang selalu menyertainya. aku menunggu efek samping itu datang, tapi justru membuatku semakin tak tenang. dari tadi aku hanya membolak balikkan badan ke kanan dan ke atas. menempatkan kepala di bawah dan kaki ke atas. sampai akhirnya nyeri itu reda, dan aku kembali mengangkat kepala.

malam sudah larut saat masa tungguku mulai usang. sepertinya kantuk itu memang tidak akan datang. atau mungkin dia terlambat. atau memang dia ingin membuktikan kalimat pertama di atas sana. juga ingin membuktikan hal-hal serupa yang diharapkan manusia. harapan, strategi yang tidak baik buat hidup yang dinamis. rencana yang membingungkan untuk gerak manusia yang seringkali taktis. bahkan, untuk hal-hal yang tidak berwujud bernama rasa.

beruntung toplesku masih penuh dengan bubuk kopi. aku tak bisa menolak untuk tak membuatnya. dan sepertinya malam ini menemukan energinya untuk dituliskan. tapi aku tak suka kamar yang terlalu tenang saat semangat sedang menyala, apalagi lampu masih benderang. aku tidak punya banyak amunisi untuk menulis tentangmu. meski aku sedang rindu-rindunya, meski katanya sebulan lagi hujan. mungkin memang benar, tidak semua hal bekerja dengan semestinya.
Selengkapnya...

Mimpi yang Sebentar..

ah come on. aku baru saja bangun dari mimpi yang sebentar. mimpi yang aneh. aku duduk di sebelahmu dan berbincang banyak. tentang kegiatan yang mungkin akan Kau lakukan selama di sini dan kemungkinan harimu pulang. aku tau senyummu sangat manis, tapi melihat langsung dari dekat rasanya tidak percaya bahwa senyummu sangat mempesona. seorang teman perempuan yang duduk di sampingku, yang bercerita banyak tentangmu, mulai memicingkan mata mencurigai gerak tubuhku yang tak biasa. 'Kau terlihat semangat sekali', dia berbisik di telinga kiriku yang segera aku jawab 'bukan, aku nervous'.

pembicaraan kita berhenti sebentar saat seorang lelaki berdiri di samping meja kita. dia melihatku, temanku, dan Kamu secara bergiliran. aku tau dia. dari cerita temanku, dia adalah mantan kekasihmu selama setahun. kalian berdua bagiku sangat serasi. tapi tidak bagi temanku. dia bilang, kekasihmu sangat keren dan terkenal. terasa tidak sebanding dengan dirimu yang masih seumuranku dan tidak punya banyak sensasi. tapi aku menyukaimu, dan aku katakan itu berulang kali pada temanku yang masih duduk di sampingku.

mantan kekasihmu menyapamu dan semua orang yang duduk bersebelahan denganmu di meja ini. dia menjulurkan tangan untuk menjabat tanganku. lalu kita berjabat tangan dan menyebut namaku. lalu dia menyampaikan bahwa dia punya acara di sudut lain cafe ini dan menanyakan kesediaanmu bergabung dengannya. tapi Kau menolak, Kau memilih melanjutkan obrolan di meja ini yang rasanya belum selesai. lalu dia pamit dan segera berjalan ke sudut cafe tempat dia akan mengisi acara, semacam talkshow.

aku tidak ingat bagaimana pertemuan kita akhirnya usai dan obrolannya berakhir. yang aku tau, aku dan temanku bersalaman serta bergantian memelukmu sebagai perpisahan. lalu kami berjalan menuju pintu keluar cafe dan ... aku terbangun. sial. padahal ceritanya belum purna.

sial. mimpi mengesankan yang terlalu singkat. kenapa juga aku harus menjadikanmu objek bunga tidur di sela tidurku yang sebentar tadi? apa karena baru saja aku terpaksa menyelesaikan drama series yang Kau bintangi? atau karena baru kemarin temenku bercerita banyak tentangmu selama di kantor? entahlah, aku hanya buru-buru menulis ini setelah aku bangun tadi. keraguanku hanya semakin menurun, bahwa yang masuk dalam mimpimu, adalah yang baru saja Kau pikirkan. sampai jumpa di mimpi lain, Kang Sora.
Selengkapnya...

Janji yang Pudar..

'aku sudah menerima suratmu. harusnya Kau tak perlu sampai ke sini', aku membuka percakapan yang sepertinya tak akan terjadi sore ini, di sini, di tempat biasa kita bertemu. di meja yang sama. meja yang seringkali diam saat kita bicara, tertawa, dan berpegangan tangan. meja tempatku diam" menyembunyikan korek apimu dan membuatmu kebingungan menyalakan rokok. aku tertawa terkekeh saat Kau masuk ke dapur kedai ini sembunyi-sembunyi menyalakan kompor. aku tambah terbahak saat petugasnya datang memergokimu di daun pintu. Kau tau itu ulahku setelahnya dan Kau akan menjitakku setelahnya. aku tau. tapi aku tak tau apa yang sedang terjadi sekarang ini. seperti cuaca belakangan, yang tak bisa kita prediksi karena anomali. seperti aku juga tidak tau kenapa aku tidak segera mengakhiri paragraf pembuka ini.

aku sudah lama kehilangan jejak kisah kita. lama. sepekan setelah aku cerita bahwa aku melihat orang itu di rumahku, Kau tak bicara banyak. Kau tak pernah lagi melintasi kotamu untuk menuju kotaku. begitu juga aku. diam di kota masing-masing untuk meyakinkan diri kalau kisah ini tak akan berakhir begini.

sekarang, sudah empat bulan berselang. Kau kirimkan surat, membalas pos yang pernah aku kirim sebelumnya. memutuskan apa yang terbaik bagi kita. egoku tidak bisa menerima. hatiku selalu ingin menolak kenyataan yang bersembunyi di balik senyum orang itu. aku tak ingin mempersembahkan luka di hari-hari bahagianya. sudah cukup aku datang dengan simpati, aku tak ingin ada caci maki.

sore yang canggung. Kau masih diam, sunyi seperti suasana belakang kedai ini. tak ada apapun di atas meja. hanya tanganku yang terlipat dan tangan kirimu yang memegang sebatang rokok serta tangan kanan yang menggoyang-goyangkan gelas kopi. sedangkan matamu, berputar memandangi dinding belakangku. bola matamu terus mengitari wajahku, tapi tak pernah sejajar mataku. Kau menghindari pandanganku, seperti biasa saat Kau sedang canggung.

'iya, sudah jelas. tapi aku ingin melihatmu untuk terakhir kalinya sebagai ... hmm, sebagai ... aku tak tau kita akan seperti ini. Kau taulah kita sebagai siapa', suaramu terdengar pelan dan lirih. lalu menghilang bersamaan dedaunan di belakangmu yang turun karena angin.

aku pegangi tangan kanannya dan berkata 'pekan depan kita akan bertemu lagi. persiapkan dirimu', sialan. sekarang aku menangis. perlahan air mataku yang sedari tadi menggenangi pelupuk mata, sekarang turun jauh ke pipi hingga berhenti di dagu.

'loh, kalian di sini. sudah saling kenal ya rupanya..?!', aku kaget lalu menoleh. ibuku berdiri di samping meja kita bersama seorang pria yang akan dia nikahi, ayahmu.


interpretasi lagu Mimpi, Isyana Sarasvati.
permintaan dari Silviani Sari, dibayar pake segelas kopi
.
Selengkapnya...