Aku selalu percaya takdir..
Entah dari mana si Manis itu dapatkan kata” bijak ini, tapi kini benar” aku rasakan bahwa kita hidup dengan orang laen..dan kadang jalan hidup kita dipengaruhi orang” di sekitar kita itu..bukan merasakan pasrah, karena memang itulah keadaan..
Ketika aku meyakini bahwa kehidupan pendidikanku akan aku habiskan di kota Gudeg tempat Duta, Eross, Anton, Adam, Sakti dan Brian berada saat SMP SMA dulu, aku malah terdampar di kota Apel ini..dan itu dengan proses panjang yang mengejutkanku..
Saat ini ketika aku yakin bahwa aku benar” menemukan cinta yang sangat hangat dan mampu mencairkan kebekuanku pada wanita, aku malah terjerat pada kenyataan bahwa ada orang” yang tersakiti dengan perasaan ini..yang mengharuskan aku membuangnya..
Dan ketika aku selalu bermimpi untuk menjadi yang aku inginkan dengan semua yang aku miliki, aku masih tersandung dengan kengkuhanku untuk menepikan mimpi itu..
Bodoh..!! JIka benar ini takdir, akan aku jalani..
Tapi kenapa aku yang selalu percaya dengan segala ketetapan Tuhan ini, ingin memberontak..mengkudeta bahkan ada keyakinan bahwa aku bisa mengubah takdir ini..
Selengkapnya...
TIME I : Takdirku..
Cerita Cinta IV; Daaaaaaddddd...
Hari ini aku harus berjibaku dengan rasa rinduku pada seseorang. Seseorang yang sudah terbiasa bersamaku walaupun aku tak dekat dengannya. Seseorang dengan perhatian lebih padaku walaupun tak pernah Ia ungkapkan. Seseorang yang telah menjadikan aku besar dengan usahanya. Seseorang yang telah memaksaku lahir ke dunia dengan keadaan busuk ini, Ayah.
Liburan di rumah sangat asing bagiku tanpa medengar senandungmu. Nyanyian dangdut yang biasa Kau lantunkan untuk menhibur dirimu sendiri tanpa sadar juga memberikan hiburan bagi orang-orang di sekelilingmu. Aku juga merasakannya. Terhibur. Sungguh. Mungkin karena suaramu juga yang bagus. Jujur.
Liburan kali ini juga sangat aneh tanpa sesekali tertawa karena lelucon-lelucon yang biasa Kau lontarkan. Sungguh sangat lucu bahkan menggelikan. Walaupun kadang tak jarang ada yang tersinggung dengan lelucon itu. Mungkin karena memang lelucon yang Kau lontarkan memang ditujukan pada seseorang. Tapi memang lucu.
Rumah yang biasa dipimpinmu kini harus Kau tinggalkan. Rasanya alasan mencari nafkah yang lebih gede masih tak bisa kuterima. Entah kenapa seakan banyak alasan untuk tak menerimanya. Aku harus terpaksa dan berharap ini memang yang terbaik yang dipilihkan Tuhan buatmu. Tapi tetap aku tak bisa menerimanya.
Tak habis pikir olehku, aku harus berada di rumah kurang lebih dua puluh hari di liburan semester kali ini tanpamu. Tanpa kehangatan yang biasa Kau hadirkan di rumah. Kehangatan yang hanya bisa keluarga kita rasakan dengan kehadiranmu. Bukan tanpa alasan, tapi cukup aku ingin merasakan.
Adikku yang paling kecil rasanya akan sangat terbiasa dengan keadaan ini. Keadaan tanpamu Ayah. Memang umurnya masih sebelas bulan, tapi kini tuh bocah sekarang sudah bisa mengelilingi ruang tamu dengan usahanya sendiri. Tentunya proses itu yang ingin dilihat oleh semua ayah di dunia ini, melihat anaknya tumbuh, berkembang, beranjak gede. Termasuk Kau kan Yah..?
Tapi entah bukan karena meragukan kepemilikan perasaan itu atau tidak, 2 hari terakhir ini Kau selalu menanyakan kabar si kecil. Mulai tentang bagaimana perkembangannya, sudah tidur atau belum atau sekedar ingin menyapa. Kontan, dengan pertanyaan yang terucap bertubi-tubi itu pada Ibuku, anakmu (Nurul) yang lain iri. Kadang, dengan perasaan berkecamuk Nurul membalas pesan-pesan dari Ayah yang memenuhi inbox Hp ibu dengan pernyataan-pernyataan menusuk tanpa basa-basi. “Ayah nggak rindu aku ya..? Yang ayah rindukan hanya adik aja ya..?” Bahkan karena seringnya peristiwa ini terjadi, Ibu, mbak dan nenek yang tau hal ini ketawa dan terpingkal konyol melihat tingkah Nurul. hahahaha..
Huufft..Ayah. Itu ulahmu. Kau masih saja bisa membuat ketawa tanpa kehadiranmu. Menggelikan.
Yang sering aku hadapi adalah pertanyaan-pertanyaan dari teman-teman sejawat dan sepermainanku yang sudah terbiasa dengan adanya Ayah di rumah. Sering kami mengingat tingkah-tingkah Ayah yang sering membantu kami menghidupkan suasana ketika kami berkumpul untuk rencana-rencana nakal kami atau hanya sekedar menemani kami ngobrol. Disitu ada kebanggaan akanmu yang muncul dalam diriku. Hahaha..aku tak tau entah kenapa.
Hhmm..yang jelas, aku bakalan sangat merindukanmu Ayah. Mungkin bukan aku saja, yang lain juga merindukanmu. Tapi kau harus tau bahwa aku selalu mengejar mimpi-mimpiku untukmu. Dan sekarang semakin jelas apa yang aku impikan dan tujuanku meraihnya.
Ayah, baik-baik di sana..!!
Selengkapnya...
Cerita Cinta III; dad..
Pagi hari kemaren menjadi moment yang sangat hangat di tengah dinginnya cuaca kota Malang bagiku. Kekuatan yang jarang aku dapatkan dengan seseorang yang sangat menyayangiku walaupun tak pernah Ia ungkapkan. Aku akan sangat merindukannya. Merindukan setiap amarahnya. Setiap perlakuannya yang aku anggap sebagai sikap memimpin. Dad, You Are My Hero.
Bahagia adalah keinginan akhir dari semua tujuan manusia di bumi ini. Diakui ataupun tidak, hal itu tak bisa di pungkiri. Bagi orang tua, konsep bahagia mungkin akan berbeda-beda satu sama lainnya. Tapi satu yang pasti, mereka ingin melihat anaknya sukses. Kurasa itu impian setiap orang tua, aku khususkan pada seorang ayah (kali ini bingkisan buatnya). Tidak ada ayah yang tak menginginkan hal itu.
Dalam ilmu sosial, dua hal yang diyakini bahwa manusia hanya memiliki dua karakter. Baik dan jahat. Walau begitu, tidak ada yang benar-benar baik dan tak ada yang benar-benar jahat. Begitu juga dengan orang-orang yang berada di belakang kita dari awal, keluarga. Walaupun ada kisah ayah yang apatis terhadap anaknya, tidak mendukung prestasi anaknya, tidak sejalan, bahkan cenderung menepikan keinginan-keinginan anaknya yang sejatinya untuk membanggakan; sadarilah tidak ada keadaan yang benar-benar busuk semacam itu. Jauh di lubuk hatinya yang paling dalam, dia menginginkan anaknya sukses. Dia hanya ingin tujuan di setiap geraknya banting tulang mencari nafkah terealisasikan dengan melihat anaknya merengkuh kesuksesan.
Alasan yang sangat mulia kurasa. Semua anak di bumi di sisi baiknya pasti akan menyetujui hal ini. Siapa pun itu. Maka, tidak ada alasan untuk membuat dia kecewa. Tidak akan ada alasan untuk membuat dia sedih. Walaupun sebenarnya ada kekhawatiran gagal untuk membuat dia berbangga hati dengan mengatakan ‘Aku bangga padamu, Nak..!’, atau ‘Siapa dulu ayahnya..?!’. Dan tentu kita juga menginginkan dia berkata saat kita menjadi orang sukses ‘Dia Anakku..!’.
Alasan itu pula yang membuat hawa pagi sedingin itu tak kurasakan. Begitu hangat. Jam menunjukkan angka 04.35, waktunya aku beranjak dari tempat tidur dan menunaikan kewajibanku atas keyakinanku. Namun, usai membasahi wajah dengan air wudhu’, aku lihat ada sms yang belum aku baca dari Ibuku untuk menelpon beliau di jam 5 pagi ini. Gawat, lima belas menit lagi. Dan yang paling mengkhawatirkan, aku tidak memiliki banyak pulsa. Waduh,..kenapa keadaan seperti ini harus muncul di saat seperti ini sich.
Dengan beberapa cara sebagai eksperimentku, juga dengan mengorbankan pulsa temanku (maaf Gih..), akhirnya aku berhasil berkomunikasi dengan ayahku di seberang sana. Hapeku nyala, tanda ada panggilan. Aku lihat namanya, ‘Abi calling..’
‘Assalamua’laikum Mim..’, suara yang sangat aku banggakan menggema di sela-sela telingaku.
‘Wa’alaikumussalam Pak..’, kelihatannya tak ada topik spesifik yang akan menjadi objek perbincangan kita.
‘Gimana kabarmu..?’.
‘Baik Pak..!’
‘Ayah berangkat pagi ini, kamu nggak keberatan kan..?’
‘Hhmm, kali ini walaupun aku keberatan tak akan artinya. Tidak akan menarik kembali keinginan Bapak untuk tetap tinggal. Percuma. Dan aku yakin Bapak juga meyakini itu.’
‘Cerdas. Buat Bapak lebih banyak memujimu lagi..! Bapak selalu ingin memujimu dengan semua keberhasilanmu..!’
‘Aku pun juga tidak mengingankannya, tapi bagaimana jika aku gagal Pak..? Apa yang bakalan Bapak lakukan..?’
‘Hahaha..Kamu menantang Bapak..? Bisa saja Bapak berhenti bekerja, pergi ke tempatmu untuk kembali menyemangatimu bahwa ada orang yang mendukungmu dari awal. Dari sejak kau dilahirkan. Atau Bapak bisa saja pergi ke tempatmu, menunjukkan kekeceawaan yang Bapak rasakan, lalu Bapak akan sangat sedih hingga tidak mengakuimu sebagai anakku. Jika kamu harus memilih, yang mana yang ingin Bapak lakukan padamu..?’, pertanyaan dan pilihan yang sulit. Tak kusangka ayah akan membalikkan tantangan dengan akhir pilihan yang sangat sulit. Semua anak akan memilih yang pertain ma aku kira.
‘Tantangan balik nich..? Pastinya aku pilih yang pertama lah Pak. Hanya orang bodoh yang mengingankan ayahnya melakukan pilihan kedua..’
‘Hhmm..Hamim. Di dunia ini semua orang menginginkan yang terbaik, Bapak akui kamu juga punya keinginan itu. Tapi tidakkah pilihan pertama itu cenderung bersifat manja dan enak. Padahal kamu tau untuk sukses, butuh langkah pahit yang pasti di tengah usaha untuk berdiri kembali setelah gagal..?
Hamim..Bapak tau kamu sudah sering terlibat dengan menasehati dan dinasehati. Bapak yakin, kamu sudah muak dengan nasehat karena saatnya giliranmu untuk menasehati adik-adikmu, saudara-saudaramu, istri dan anakmu kelak. Tapi Bapak hanya ingin berkata, jika terpaksa kamu akan menerima perlakuan pilihan yang kedua, kamu harus yakin bahwa ‘tantangan yang tidak membuat kamu langsung mati, akan membuat kamu lebih kuat dari sebelumnya..’. Camkan itu Mim. Itu yang selalu diyakini orang-orang sukses.
Walaupun Bapak belum pernah melakukan itu. Kali ini Bapak serasa melakukan itu. Bapak yang sudah banyak bergantung dan dibantu banyak orang lain untuk menunjangmu berpendidikan tinggi, Bapak kini sadar, Bapak harus melakukan sesuatu untuk kesuksesanmu. Orang tua kandungmu adalah Bapak, bukan orang lain yang selama ini membantu. Bapak ingin melihat kamu sukses dengan usaha di belakang yang Bapak lakukan sendiri. Keringat Bapak bukan air liur orang lain. Tangan Bapak, bukan kebaikan tangan orang lain.’, aku tidak yakin ini diucapkan oleh ayahku. Ayah yang seorang lulusan SD. Aku tidak ingin kelihatan seperti ini, tapi aku menangis. Air mataku perlahan turun membasahi pipiku. Apa”an ini. Aku tidak berbicara dengan ayah dengan kondisi seperti ini. Memalukan.
‘Pak, aku hanya ingin Bapak baik-baik saja. Sudah cukup semua yang Bapak bicarakan tadi. Aku tidak ingin Bapak kecewa. Maaf pertanyaanku tadi..’, suara parau di belakang membuatku kelihatan lemah.
‘Kamu nggak usah nangis. Jangan cengeng begitu. Bapak tau yang kamu khawatirkan. Mungkin kekhawatiran itu juga yang membuatmu melarang Bapak kerja di luar negeri ya..? Tapi kali ini masih di Indonesia. Tenang saja. Bapak juga ingin tau kabarmu sewaktu-waktu..’
‘Ya Pak. Aku tau. Semoga saja seperti itu..’, air wudhu’ yang membasahi wajah dan sebagian tubuh yang lain kini tak kurasakan lagi dinginnya.
‘Yaudah, teman-teman Bapak sudah pada datang. Bapak harus berangkat. Yang perlu kamu ingat, tidak ada Ayah yang sampai hati melakukan pilihan kedua. Bagaimanapun, seorang Ayah akan selalu berusaha mengerti anaknya ketika anaknya salah, walaupun kadang tidak menemukan titik itu. Dan Bapak ingin kamu tau, Bapak selalu membanggakanmu, karena Bapak yakin kamu bisa diandalkan..’
‘Maksud Bapak..?’
‘Artikan sendiri Mim. Sudah ya. Bapak harus berangkat. Bapak juga tau kamu lagi dekat dengan perempuan. Jangan dikecewain. Bapak senang mendengarnya..!’
‘Aku nggak heran. Kalo Ibu tau, nggak mungkin Bapak nggak tau. Pasti Pak. Yaudah dech, Bapak hati” ya..!’, closing yang payah. Tapi aku gemetaran untuk mengucapkannya.
‘Hahaha..Ya, ya..Bapak tau. Sukses selalu ya Mim.. Assalamu’alaikum..’
‘Wa’alaikumussalam Pak..’.
Pembicaraan habis. Kali ini aku harus merelakan ayah jauh dari keluarga. Satu”nya cowok yang tersisa di rumah harus pergi merantau juga. Memang bukan pilihan yang bagus, tapi itu mungkin menjadi tindakan yang sangat tepat.
‘Sepertinya aku bakalan merindukanmu Pak kalo aku libur ntar. Pulang ke rumah tanpa melihatmu bekerja di rumah harus aku biasakan di tahun” yang akan datang. Dan Bapak harus yakin, aku pun tidak akan membiarkan Bapak kecewa’..
Selengkapnya...
Bingkisan Tuhan III
Dua hari kemaren harusnya menjadi hari yang menyenangkan. Hari dengan ketenangan. Masih dalam suasana tahun baru masehi dan kebetulan dua hari kemaren adalah akhir pekan. Tenang dan senang harusna aku rasakan disana dengan santai seperti di pantai dan enjoy serta rileks. Tapi tidak. Aku merasakan tegang dan gelisah, resah dan galau, tertekan, sakit serta lelah dan capek.
Ini bukan yang orang-orang harapkan. Bukan yang di inginkan semua orang di bumi ini. Tak ada yang mengharapkan semua hal di atas. Di tahun baru yang sudah memasuki hari keempat ini, semua mengharapkan sesuatu yang baru dan berbeda serta lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya. Termasuk aku. Aku yang sekarang dengan terpaksa menyandang status mahasiswa juga tidak ingin ketinggalan merasakan nikmatnya dunia untuk kumaksimalkan dan aku akhiri di akhirat dengan nyaman sebagai bekal nantinya. Bahagia, adalah tujuan semua insane di dunia ini. Dan tentunya, tidak mudah mendapatkannya. Banyak jalan terjal, berliku bahkan harus berjibaku dengan iblis dan kadang merelakan sebuah kepentingan untuk pengorbanan.
Satu yang pasti, semua itu kita lalui dengan cinta.
Semuanya diawali dengan takdirku sebagai orang miskin. Ya. Kadang aku berpikir miskin ini sebuah perlawanan. Namun di lain cerita aku merasa miskin ini adalah konsekuensi dari Tuhan yang entah atas perbuatanku yang mana. Tapi bukan hidup namanya jika tidak ada hitam di atas putih dan sedih di samping senang. Walaupun begitu, aku bersyukur telah, sedang dan akan merasakan semuanya.
Hari sabtu aku merasakan ketegangan yang tidak biasanya. Aku ujian salah satu mata kuliah. Oral Exam. Di sinilah dimulai keteganganku. Dengan materi yang belum aku pelajari di hari sebelumnya, aku mengambil resiko untuk masuk ruangan memenuhi panggilan dosen bersama empat teman lainnya. Menghadapi dosen dengan pengetahuan seuprit bukanlah rencana yang cantik. Aku tegang dan gelisah. Deg-degan mendapat giliran mengambil soal yang sudah disiapkan untuk dicaplok tangan-tangan yang akan menjawab pertanyaan tersebut. Dan dasar sial, aku tidak bisa menjawab satu dari dua pertanyaan yang diajukan dosen padaku. Padahal mata kuliah ini begitu penting bagiku. Sebuah mata kuliah pengantar yang akan mengantarkan aku pada cita-cita dan obsesiku nantinya. Tapi aku mengecewakan pengejaran itu. But it’s oke.
Keresahan itu belum habis. Pulang dari kampus, aku harus mengantarkan tugas (sebelum) akhirku di mata kuliah lain ke tempat tinggal dosenku di Jalan Galunggung. Alamat yang belum pernah aku dengar. Mungkin tanpa sadar pernah aku jamah, tapi saat itu aku tidak butuh untuk mengingat-ingat lagi di mana aku pernah mendengar alamat itu. Atau kalau tidak, aku harus merelakan satu mata kuliahku tanpa nilai. Waw..aku yakin tidak ada yang mengaharapkan itu terjadi pada dirinya.
Siang itu juga, aku berangkat dengan sala seorang abangku yang sebelumnya telah bersedia meluangkan waktunya untuk mengantarkan aku ke alamat tersebut walaupun sebenarnya abangku juga tidak tau di mana tempat itu. Bertanya pada orang dan nyasar adalah harga yang harus aku bayar sebelum bertemu dengan dosenku. Perjuangan yang lumayan ringan jika dibandingkan dengan perjuangan Ikal yang berjuang mencari Arai, seorang manusia hebat yang di sekujur tubuhnya dipenuhi dengan semangat yang luar biasa, selama tiga tahun. Dan aku hanya butuh tiga puluh menit. Hehehe..
Usai perjuangan itu, aku menerima panggilan dari orang-orang yang paling aku cintai sepanjang perjalanan hidupku ini, my family. Ya nich, Ibuku nelpon. Wanita yang sangat aku cintai ini menelpon yang diawali wanita yang begitu mensupport aku, mB’Q.
“Assalamualaikum Mim, apa kabar..?”, mB’ yang selalu menyemangati aku mengawali perbincangan ini.
“Waalaikumussalam..baek aja mB’. Ada apa nich..? Oh ya mB’, lusa aku ujian lho. Doanya donk..!”, harapku.
“Pasti, tapi usahamu juga mesti di utamakan. Kamu pulang kapan..? Banyak yang nyari nich. Temen-temenmu juga dah da yang libur tuch. Tapi nggak usah mikirin di sini dulu. Pikirin UASmu, jangan pacaran terus..!?”.
“Apa”an sich mB’. Siapa tuch yang ngomong..?”.
“Just guess, cZ You so look like that. But now, I know You be there..”.
“Whatever. Maybe Yes. Hehehe..mang siapa ja temen-temenQ yang dah libur mB’..?”.
“Tuch kan benar. Bilangin Bibi ntar. Ada Bedur, Sofyan, Hilmi, Silvi, Hom dan yang laen. Anak” PS3 juga ada kemaren nyariin kamu. Yang buat Bibi kesel, da anak-anak SMP ikutan nyariin kamu”.
“Anak” SMP..? Ngapaen mB’..? Jangan bilang siswi”nya,,?”
“Emang iya. Nyariin Kak Hamim katanya. Hahaha..pasaranmu anak kecil ya Mim..!?”
“Hahaha..biasalah. Segmentasiku kan kemana-mana. Beneran lho mB’ jangan becanda donk..”
“Ya..nggak percaya. Teman”nya Erna juga ada yang nyari tuch. Kamu tuch emang. Kalo nggak percaya, ni ngobrol ma ibumu..”
“Ya dech, kasiin..”
“Apa Mim..?”, suara itu sepertinya sedang sebel, mirip dengan suara yang sering aku dengar akhir” ini.
“Assalamualaikum Bu..Nggak papa. Cuma kangen aja ma Ibu. Ibu apa kabar..?”
“Waalaikum salam. Baek” aja. Kamu gimana..?”
“Alhamdulillah baek. Ibu sekarang aku..”
“Kuliahmu gimana..? Jangan pacaran terus..”.
“Ah, Ibu ada” ja nich. Gosip dari mana lagi tuch..?”
“Nggak usah ngelak. Ibu tau. Gpp, asal sewajarnya. Ibu yakin kamu tau apa yang mesti kamu lakukan. Kamu sudah besar Mim. Jangan neko-neko. Seimbangkan dengan kuliahmu juga. Ibu belum tau tuch cerita-ceritamu yang suka nulis. Sekarang dibuktikan. Ibu pengen liat..”, waw, Ibuku mulai lebay nich. Benar” keren yang Ibu ucapkan. Bijak banget. Dapet dari mana ya kata” itu..?
“Ya Bu. Aku nggak tau Ibu tau dari mana, tapi jangan dimarahin ya. Katanya Ibu sakit ya kemaren..?”.
“Ya. Seminggu kemaren..”
“Lama banget Bu..?”
“Ne Ibu baru bisa jualan lagi. Oh Ya Mim, Ayahmu mau ke tempat kak Go-mu di luar kota..”
“Ngapaen Bu..? Kak Go mau nikah di sana..?”
“Nikah..?! Ya, ayahmu mau kerja di sana. Biayamu itu gede. Nggak cukup kalau masih melaut di sini dengan hasil pas-pasan. Sebenarnya Ibu nggak mau ngomongin ini ke kamu. Tapi harus di omongin. Ibu harap kamu nggak usah ngelarang ayahmu lagi. Kali ini alasannya sudah mantap. Jangan dilarang..!”
“Hah..Ibu beneran..? Tapi.. Di rumah nggak ada cowoknya donk..? Tapi..”
“Ini nich yang Ibu khawatirkan. Kamu nggak usah mikirin itu. Kali ini kamu ikhlasin ayahmu. Atau kamu mau Ibu nggak bisa ngirimin bayaran buat SPPmu lagi..? Ayahmu di sini susah mikirin kirimanmu tiap bulan. Kamu nyantae ajalah. Ibu tau yang kamu khawatirkan. Masalah kerjaan rumah, kita punya tetangga kok. Ada juga Mak jhosop yang nolongin kita. Pastinya, kamu dan kakak”mu nggak selamanya di luar kan..? Kalo libur, pasti pulang kan..? Nyantae ja ya..”.
“Hmm..kali ini aku ikut aja dech kalo emang kayak gitu alesannya..”
“Ywdah, Ibu lagi banyak kerjaan nich. Adikmu juga kemaren minta kiriman duit mendadak. Kamu ujian yang bener, deket ma anak orang juga hati”. Jangan sampe kelewatan. Sewajarnya aja. Oia, kalo lagi keluar berdua, ngabisin berapa duit..?”
“Sewajarnya aja kok Bu. Ibu apa”an sich..? Paling makan bareng..”
“Kamu kan suka ngemil, ke sana ke sini coklat bawaannya. Ywdah dech, Ibu tau kok kamu udah gede. Pikirin sendiri menjalani hidup. Pastinya jangan lupa hafalannya..”
“Ya Bu, makasih. Ywdah dech..”
“Masih mau ngobrol ma mB’mu..?”
“Nggak. Udahan aja dech. Oia Bu, temen”Q da yang maen ke rumah..?”
“Ya..makanya, Ibu heran ke kamu. Yang laen pada libur, kamu kok masih lama..? Trus, ada anak” SMP tuch yang nyari sama temen”nya Erna juga. Tapi nggak usah di bahas. Kamu kan suka ge-er..”
“Ibu apa”an sich. Lagian aku nggak tertarik..”
“Jadi bener, kamu udah punya pacar di sana..?”
“Tuch kan..siapa sekarang yang bahas..?”
“Ywdah Nak. Kamu sering berdoa juga ya buat kami di sini. Kesibukan boleh saja. Tapi jangan lupa shalatnya sama hafalannya. Assalamualaikum..”
“Ya Bu. Waalaikumussalam..”
Ibuku tau..? Dari mana..? Tapi yang lebih mengkhawatirkan, kabar ayah. Aku nggak habis pikir, tapi itu sudah kewajiban beliau. Aku yakin, bagaimanapun ayah adalah kepala keluarga. Beliau yang mencari nafkah. Buat makan dan sekolah anak”nya. Cukup mengejutkan, bahkan bagiku ini sebuah kabar yang harus aku terima dengan berat. Tapi nggak papa lah. Walaupun aku berat, tapi aku percaya sama keinginan ayah. Dulu juga ayah sempat berencana ke luar negeri. Tapi aku nggak mau dan aku tidak mengijinkan. Aku cukup punya banyak alesan untuk itu. Tapi kali ini, aku harus menuruti apa yang diyakini keluargaku.
Mendengar itu juga membuat aku tertekan. Aku harus pinter” mencari cara agar aku bisa mandiri di sini. Nggak melulu minta duit dan melongo nunggu kiriman duit dari rumah dengan tanggal yang nggak pasti. Setidaknya tekanan itu tak membuat aku terbebani. Karena aku tau skenario yang akan aku hadapi nantinya. Selama itu masih kehendak Tuhan.
Sakit juga aku rasakan ketika aku salah tempo makan. Lapar yang aku rasakan sangat menyiksaku. Dengan makan, akan membuat lapar itu hilang pikirku. Tapi shit..yang terjadi malah sebaliknya. Oh God, I know You are the director. Sakit yang sangat aku rasakan sesaat setelah makan bakso dengan porsi sekebon. Perutku seperti dikocok, ditonjok atau bahkan seperti ada yang sengaja ingin tumbuh keluar menekan. Sakit banget.
Lelah dan capek pun tak terhindarkan di dua hari itu. Hari-hari disaat orang-orang harusnya lebih santai dan enjoy menjalaninya, aku merasakan lelah yang sangat pada dua hari itu di penghujung hari. Dan kontan, waktu tidur, aku sangat ikhlas menjalaninya. Maksudnya pulas. Dan aku rasakan sampai terdengar adzan subuh, tanda aku harus bangun menunaikan sebuah kewajiban atas konsekuensi keyakinanku.
Dan disinilah kenikmatan aku menjalaninya. Di saat aku harus kesel dan sebel dengan dua hari itu, aku malah senang dengan kepenatan itu. Adalah dia yang mengembalikan senyum tersungging di bibirku. Menyebarkan damai dengan senyumnya. Menaburkan tentram di hati. Melenyapkan tegang dan gelisah yang kuhadapi saat ujian. Menyingkirkan resah dan galau saat ayahku harus memutuskan jauh dariku secara fisik. Menekan tekanan yang kuhadapi dan membalikkan beban menjadi peluang ke depan. Mengobati sakit yang terlanjur aku telan. Menarik lelah dan capek yang hinggap di pundakku.
Aku tidak tau siapa Bingkisan Tuhan yang diberikan-Nya padaku. Tapi aku harap dia-lah Bingkisan Tuhan itu. Dia yang telah membuat hari”ku lebih berenergi menghadapi hidup yang busuk ini.
Terimakasih Rumput Liar.
Selengkapnya...
Cerita Cinta II; Dilema..
Pagi hari ini masih menampakkan suasana sisa air mata langit semalam. Dingin, begitu dingin. Dengan jaket berwarna coklat, orang itu keluar dari kamarnya mencoba mencari kegiatan di tempat komunitas yang Ia masuki dua bulan lalu. Berharap ada hal yang Ia bisa kerjakan atau setidaknya bisa Ia dapatkan dari perjalanan paginya.
Bertemu dengan kawan-kawan komunitas, bukan sebuah keinginan yang sangat Ia harapkan ditengah kerinduannya pada seseorang. Namun sebisa mungkin Ia masih bisa beraktifitas tanpa terus mengingat orang yang Ia rindukan dengan sangat. Banginya, hal ini-bercengkrama dengan gaya jadul dan gila- mungkin akan menjadi sebuah obat rindu yang sudah mengakar berat didirinya semenjak lima hari lalu. Akan tetapi pagi ini Ia harus berhadapan dengan panggilan yang membuatnya bingung seharian itu.
“Hpmu nyala tuch”, ujar seorang teman komunitasnya.
“O Ya..thanks..”, sembari berucap Ia terima sebuah panggilan dengan nomor baru pada Hpnya. “Ya Assalamualaikum..Bisa dibantu..?”, awal percakapan yang seharusnya tidak Ia lakukan.
“Ne saya Kak..Linda (bukan nama sebenarnya)”, ucapan seseorang diseberang sana dengan suara riang. “Ne nomor temenku. Saya cuma punya kesempatan kali ini aja, jadi tolong kakak terima telpon saya yach. Kakak apa kabar..?”, suara itu kini sudah menjadi manja.
“Ooo Linda. Alhamdulillah baek. Linda sendiri..?”, jawaban dan pertanyaan ini tak seharusnya Ia katakan dengan suara sangat welcome pada Linda yang kemudian diketahui adalah saudara jauhnya yang dulu sempat memberikan cinta padanya.
“Saya baek juga kak. Saya pagi ini pengen ngobrol banyak sama kakak. Saya nggak ganggu kegiatan kakak pagi ini kan..? Kakak kan selalu sibuk. Tapi kakak harus nerima telpon ini. Ni kesempatan yang sangat jarang Kak..”
“Yach, kebetulan kakak juga lagi boring nich Lin. Punya kesempatan nelpon, kenapa harus nelpon kakak..?”, pertanyaan bodoh yang Ia sampaikan ini adalah awal kebingungan serta dilemma yang Ia tanggung seharian ini.
“Sebenarnya, saya sangat kangen sama kakak. Bukan sebagai sodara atau sekedar temen ngobrol aja. Tapi pagi ini saya sangat ingin mendengar suara orang yang saya sayang sampai sekarang. Jadi tolong kakak terima dan temani saya ngobrol pagi ini. Ya Kak..!”
“Ach, Linda becanda nich. Kakak nggak suka Linda ngomong kayak gitu. Kita ngoobrolin yang laen aja ya. Gimana skulnya Linda..? Linda dah diterima di kelompok Pecinta Alam yang dulu Linda katakana itu..?”
“Masih proses Kak. Tapi saya yakin masuk kok. Soalnya kemaren waktu pendaftaran, saya sempat kenalan dengan salah seorang senior disana, dan kayaknya Dia bakalan bantuin saya masuk. Doain yach Kak..!”
“Ya. Pastinya kakak bakalan doain Linda. Trus, sekarang Linda lagi ada kegiatan apa aja..? Bukannya Linda kemaren sempat bilang kalo Linda mau belajar nulis..?”
“Kak, saya nelpon Kakak bukan pengen ngobrolin ini dan itu. Tapi saya pengen ngobrolin apa yang saya rasakan dan ingin sekali aku katakan pada kakak. Tolong Kakak jangan selenongkan lagi ya pembicaraan ini..!”
“Aku cuma ingin tau apa yang ingin aku ketahui aja dari Linda. Skul Linda, kegiatan Linda dan perkembangan Linda. Nggak boleh..?”
“Boleh. Tapi apa Kakak nggak pengen tau apa yang saya rasakan selama ini ke Kakak..? Apa yang selama ini saya pendam dan dilarang..? Apa yang selalu membuat saya mencuri kesempatan untuk ngobrol sama Kakak..? Dan apa yang membuat saya selalu tau nomor Kakak..? Kakak nggak mo tau semua itu..?”
“ Linda apa”an sich..? Kakak kan cuma nanya gima..”, terpotong.
“Kakak tau kan kalo saya selama ini menyukai Kakak..? Dan saya sangat menghargai prinsip Kakak itu. Karena saya ingin menjadi yang halal bagi Kakak. Bukan karena perjodohan yang orang tua saya pinta Kak. Tapi saya emang mencintai Kakak..”
Tuttt..tuutt..
Orang itu mematikan panggilan itu.
“Kenapa..? Kayaknya sebel gitu mukanya..?”, salah seorang temannya menanggapi kekusutan wajahnya setelah menerima panggilan tadi.
“Nggak, cuma pengen pipis ja. Aku ke toilet dulu Ya..”.
“Ya buruan. Belum kelar nich..”.
“Ya..Ya..palling lima menit doang..”.
Hp yang Ia taruh disaku celananya bergetar lama. Tanda ada panggilan untuknya. Nomor baru lagi dan sepertinya sama dengan yang sebelumnya.
“Kok dimatiin kak..?”, benar, seseorang dengan nama Linda itu lagi.
“Sorry Lin, lagi nggak ada signal. Ne juga lagi jelek..”, orang itu tidak pandai berbohong.
“Kakak bo’ong kan..? Kenapa sich Kak..? Kakak marah Ya..? Saya cuma pengen Kakak tau aja apa yang saya rasakan. Kakak pliiss..!”
Orang itu hanya terdiam mendengarkan permintaan itu. Permintaan yang sebenarnya harus Ia tolak. Permintaan yang semestinya tak pernah Ia sanggupi.
“Kak, saya nggak punya waktu banyak dan aku juga sangat jarang punya kesempatan seperti ini. Kakak tau kan gimana usaha saya buat nelpon dengan konsekuensi yang lumayan berat kalo ketauan..? Kakak, saya hanya ingin ungkapkan apa yang selama ini saya rasakan. Saya sayang Kakak. Dan saya sangat ingin kakak tau. Saya nggak maksa kalo Kakak nggak sayang ma saya. Dulu Kakak juga pernah bilang kalo cinta itu nggak harus memiliki, walaupun sebenarnya saya nggak bisa seperti itu. Tapi se-enggaknya Kakak hormati saya..!”
“Apa dan bagaimana aku menghormatinya Lin..?”
“Cukup Kakak terima kenyataan ini..”.
“Maksud Linda, Kakak harus terima cinta yang nggak Kakak miliki ini..? Kakak nggak bisa Lin. Akan ada yang tersakiti dan Kakak..”, pengelakan itu terpotong.
“Bukan Kak, tapi Kakak cukup terima kenyataan bahwa saya sayang dan cinta Kakak. Kakak nggak usah nolak kenyataan itu. Biarkan saya seperti ini. Saya akan senang kalo Kakak mengerti ini. Biarkan saya punya cinta ini. Dan saya tambah nggak peduli dengan kata orang.”
“Linda lebay dech. Linda tau Kakak kayak gimana. Kakak nggak pantas punya cinta dari kamu Lin. Linda, kamu bisa dapetin cinta itu dari orang lain yang jauh lebih baik dan lebih oke dari Kakak. Kamu tuch cantik dan Kakak yakin Linda bisa temuin cinta itu dari..”, sekali lagi harus terpotong dengan jawaban yang antusias.
“Ini yang saya maksud Kak. Kakak cukup menghormati cinta ini. Nggak usah Kakak ngelarang cinta ini. Biarkan. Tolong Kakak biarkan. Nggak usah mengelak. Emank dengan begitu Kakak bisa bikin saya senang..?”.
“Waduh..gimana sich Lin. Kakak jadi serba salah nich. Tapi kalo gini kan pasti ada yang tersakiti dan Kakak nggak pengen itu terjadi pada Linda. Dan parahnya, itu gara-gara Kakak.”.
“Sekarang berbeda Kak. Saya udah ngerti dan merasakan gimana menerimanya. Bagi saya, cinta itu bahagia jika orang yang kita cintai bahagia. Karena apapun itu. Saya juga akan merelakan Kakak jika itu yang membuat Kakak bahagia. Walaupun sebenarnya saya masih mencoba itu. Tapi pasti bisa demi kebahagiaan orang yang saya cintai.”, alasan Linda membuat orang itu bergetar dan tanpa sadar Ia meninju dinding tanda Ia merasa bersalah.
“Lin. Kakak nggak ingin Linda seperti itu. Tapi Linda tau kan kalo Kakak nggak bisa.”.
“Saya ngerti kok Kak. Nyantai aja. Sebenarnya dari beberapa teman, saya tau Kakak punya blog dan saya membaca print-outnya dari teman. Sebenarnya ini juga yang membuat saya mati-matian nyari kesempatan ngubungin Kakak. Di tulisan yang paling baru, Kakak cerita kalo Kakak sekarang lagi jatuh cinta. Saya senang mendengarnya Kak. Sebenarnya sich saya cemburu, tapi saya senang kok kalo Kakak senang. Apalagi disitu Kakak ceritanya dengan sangat terbuka dan emang bener-bener seperti itu. Saya seneng lho Kak. Nggak pake lebay-lebay gitu. Saya bener-bener senang Kak.”
Hening..
Tanpa ada yang tau, sesaat kemudian keduanya berbicara hampir berbarengan..
“Linda duluan dech..”
“Kakak duluan aja dech. Dari tadi kan saya ngomong panjang lebar. Kakak jadi nggak punya kesempatan ngomong.”
“Beneran Linda baca blog itu..? Emank temen Linda tau dari mana alamatnya..?”
“Temen saya kan punya Facebook. Kebetulan juga saya sempat cerita tentang Kakak ke dia. Pas kemaren dia cerita kalo Kakak confirm dia jadi temen Kakak. Abis itu dia buka blog Kakak. Katanya ada almatnya ada di profil Facebook Kakak. Nggak pa-pa kan Kak..?”
“Ya nggak pa-pa..Tapi jangan cerita-cerita ke yang laen Ya. Ntar pada ujan koment.”
“Tenang aja Kak. Tapi saya penasaran lho Kak ma orang yang Kakak suka itu.”
“Penasaran kenapa..?”
“Pengen tau aja orangnya seperti apa. Kakak kan orangnya sok alim. Hehehe..”
“Nggak ah. Buat apa..? Hehehe..Becanda. kapan-kapan aja dech..”
“Kakak lagi dimana..? Bareng dia nggak..?”
“Nggak. Nggak ada disini.”
“Eh Kak, udah dulu ya Kak. Ntar lagi saya ada kegiatan. Hapenya juga punya temen. Dah Kakak.”
“Ya..Linda yang rajin ya skulnya. Nggak usah ikut-iktan bawa hape. Ntar DO.”
“Hehehe..Ya..Ya. nyantai aja Kak. Assalamu’alaikum.”
“Wa’alaikumussalam.”
Banyak pertimbangan yang orang itu pikirkan dalam memulai percakapan yang Ia sendiri tak tau mengapa harus terjadi dan seperti itu kondisinya. Tapi setidaknya Ia dapat memberikan elakan dan penjelasan apa yang sebenarnya terjadi tanpa harus menyakiti siapapun termasuk Linda yang mencintainya. Bagaimanapun juga, Ia tidak ingin Linda tersakiti. Linda, cewek berparas manis yang saat ini mengenyam bangku SMA di sebuah pesantren yang mengharuskannya gaptek. Tidak boleh bawa alat” elektronik seperti Hp.
Entah apa yang membuat dia bingung dengan kejadian ini. Cinta yang menurutnya adalah perasaan yang harusnya membuat senang dan gembira, saat ini dengan cinta itu, Ia harus kebingungan dan resah mengharu biru menyesakkan dadanya mengetahui ada yang mencintainya seperti Ia mencintai wanita yang saat ini Ia rindukan. Tanpa kuasa, Ia merasakan kelegaan di tengah kekhawatiran.
Tapi diluar itu semua, Ia tak akan sanggup memilih. Karena bagaimanapun, Ia akan tetap memilih dia. Wanita bodoh yang dengan cerdasnya membuat hidupnya memberikan energy bagi semua orang yang dekat dengannya. Tanpa terkecuali orang itu.
Karena dia mencintai wanita itu.
Dan orang itu adalah aku.
Selengkapnya...
Cerita Cinta I
Aku sangat ingin memulai tulisan ini dengan pertanyaan yang sangat membingungkanku sejak lama..”Inikah rasanya jatuh cinta..?”
Kid..Kid..semua orang menertawakannya. Mencibir, seneng, marah bahkan ada yang kaget luar biasa. Mereka menertawakan karena bagi mereka aku adalah orang yang sangat sibuk dengan urusan akademisi dan cita-cita. Ketika tau aku sedang jatuh cinta, mereka tengah bersiap-bersiap meletakkan tangan di depan mulutnya agar tidak kelihatan mulut mereka yang nantinya terbuka lebar menertawaiku. Bagi mereka sangat aneh Kid bisa jatuh cinta. Dengan seorang wanita lagi..(mang dari kemaren ma Kebo’..?).
Apa yang aku alami ini juga dicibir oleh beberapa temen. Bagi mereka, aku orang udik akan cinta. “Masih terlalu dini Kid bagimu merasakan cinta..!”, jelas mereka saat aku tanya mengapa. Elu masih kecil Kid, banyak yang harus elu lakuin sebelum merasakan perasaan yang hanya orang dengan fase dewasa yang bisa mengerti. Nggak usah sok ngerti tentang cinta dech hanya karena elu cerpenis dan sering buat prosa keren tentang cinta selama ini. Tau apa elu..? Uughh..mereka emank benar” ngeremehin perasaan yang sudah bersarang kuat di diriku ini. Tapi bodo ah.
Tapi ada juga yang seneng coy. “Wah..akhirnya Kid jatuh cinta juga..”, ekspresi yang agak berlebihan sich menerutku dari seorang temen ketika tau aku sedang jatuh cinta. Bagus dech, akhirnya Kid bisa dewasa juga. Melihat Kamu setiap hari menjalani kelas tanpa grusak grusuk, berdiskusi tanpa wajah cemberut, bertanya dengan lembut, ternyata itu semua efek dari cintamu itu. Aku seneng lho Kid ngeliatnya. Kamu emank sudah terjangkit. Hehehehe..mereka senengnya lebay dech. But I’m Appreciate it.
Eh, ada yang marah juga ternyata. Disini adalah area orang” yang sangat ekstrem menilai perasaan jatuh cinta. Menilai bahwa perasaan itu akan membuat kegiatan ngerjaen tugasku diabaikan, makan nggak konsen, baca buku selalu ada pikiran laen (terbayang” wajahnya..), mandi pengen cepet” (soalnya mo ketemu doi..), terlalu lebay memperhatikan penampilan, bikin nggak tenang dalam kesendirian dan selalu memimpikannya dalam tidur. Intinya mengganggu praksis akademisiku dan kehidupan yang biasa aku jalani dalam mencapai keinginan”ku. DAN MEREKA NGGAK MAU ITU TERJADI PADAKU. Emank sich itu yang lagi aku alami, tapi aku selalu berusaha masih dalam jalurku sendiri dan aku tau apa yang sedang aku lakukan. Aku tekankan, AKU BUKAN ORANG BEGO’ YANG NGGAK TAU APA YANG AKU LAKUKAN.
Nah, bagian ini yang sangat lebay. Mereka kaget luar biasa setelah mengetahui aku sedang jatuh cinta. Mereka semua pada ngemengin peristiwa ini di FB. kolom message-ku penuh dengan kelebayan mereka. Wajar sich. Soalnya orang” disini taunya aku adalah orang yang sangat sulit respect terhadap wanita. Bahkan bisa dibilang menurut mereka aku adalah orang yang nggak mikirin cewek..!! (sotoy mereka..). ekspresi mereka beragam. “Apah..? Kid, kepalamu kebentur dimana..?”. “Hah..? Kid, kamu harus kenalin ke aku. Aku pengen tau cewek yang udah bikin sahabat sejenis kamu bisa merasakan cinta yang dulunya kamu selalu cuekin..”. “Tau nggak Kid, kamu dah bikin aku selalu bayangin betapa sakitnya cinta-cinta yang dulu pernah mampir di kehidupanmu dan kamu abaikan..”. “Kid, kamu apa”an sich..?! Nggak lucu tau. Cewek mana sich yang bikin orang homo macam kamu bisa jatuh cinta. Kamu tuch selalu cuek dengan cinta. Sekarang kamu kelepek”. Pasti ni orang lagi diguna”..”. Mereka lebay begete kan..? Huufft..
Kekhawatiran mereka nggak berelebihan sich. Mereka benar adanya (kecuali yang bilang kalo aku homo lho..Cuma analogi dia aja..). Sebelumnya aku emank pemalu tehadap wanita, sehingga mereka menertawai perasaan yang sangat aneh hinggap di diriku. Aku yang sebelumnya makan bareng temen wanita aja selalu canggung, kini tiba” menyatakan diri bahwa sedang jatuh cinta. Aku yang sebelumnya selalu menunduk ketika berbicara depan wanita, kini dengan lantang menyatakan bahwa lagi jatuh hati pada seseorang. Kid..Kid..Idup Lo Kid..!?
Aku juga emank masih manusia dengan status bau kencur dalam urusan beginian. Wajar mereka mencibir apa yang sedang aku alami. Aku yang dulunya selalu membuat prosa” tentang cinta, sekarang malah kejerat cinta itu sendiri. Aku yang dulunya masih menganggap cinta itu hanya bisa dirasakan ketika kita sudah benar” dewasa, sekarang aku yang masih remaja ini sudah berbicara tentang cinta seolah-olah sudah dewasa dan tau apa itu arti cinta. Aku emank nggak sedewasa yang dipikirkan mereka, tapi aku yakin penyakit (ada yang menganggap cinta itu virus..) ini dapat menyembuhkan hal” negative dengan energy positifnya.
Kadang aku juga merasa dikelas, kalo aku sering grasak-grusuk nggak jelas dan bahkan awut”an. Menanggapi pernyataan dosen dengan serius amad, diskusi kelompok terlalu kontekstual bahkan bertanya pada dosen dengan wajah yang nggak begete (sok serius gitu..). Tapi seketika itu, aku berubah menurut mereka. Ya..aku juga merasakannya. Aku lebih santai, lebih lembut dan enjoy di kelas dengan segala dinamika yang ada. Dan karena temen”ku lebih seneng aku yang kayak gini, aku akan tetap berusaha seperti itu dengan ditambahi keseriusan dikit.
Ini bagi yang terlalu ngekhawatirin aku pake ekspresi marah. Aku akan katakan sekali lagi, kalian harus percaya aku bahwa aku bukan orang bego’ yang akan lupa daratan ketika bertemu cinta seperti ini. Aku yakin bisa membalikkan keadaan” yang kalian khawatirin itu. Aku akan mengubah cinta itu menjadi energy positif yang nggak bakalan mengacaukan kehidupan sembilan belas tahunku ini. Percaya dech.
Hahahahahaa..Kalian emank lebay penasarannya. Tapi santai aja. Aku akan memberikan feedback yang sepadan dengan apa yang kalian ekspresikan. Aku hanya butuh space yang lebih gede untuk kemudian kita runtuhkan tembok” benci yang selalu ada dalam sebuah kehidupan manusia.
Bagiku semua ini adalah kanal baru yang aku hadapi. Terus terang aku belum punya cukup pengalaman tentang cinta. Aku hanya meraba-raba problematikanya dari pengejaran cita-citaku selama ini melalui tulisan-tulisan fiktifku. Dan setidaknya itu yang menuntun jalan cinta ini seperempatnya. Yach..cukuplah buat lika-likunya beberapa waktu ini. Walaupun sebenarnya aku terikat dengan keadaan yang selalu membingungkan ketika aku tercekik cinta itu sendiri.
Kadang aku sembunyi di balik bayang-bayang pepohonan yang menurutku cukup rindang untuk aku berteduh dari bara api cinta yang sudah membakar jiwa para pecinta, namun di lain sisi aku harus menantang teriknya sinar matahari untuk mengetahui seberapa kuatkah aku mengikuti alur cinta ini.
Cinta ini membuat aku menunggu. Membisu pun aku lakukan jika nantinya aku merasakan kenyamanan yang aku ingini. Tapi aku juga sudah mempersiapkan kepala untuk tegak jika berikutnya aku akan kecewa dengan konsekuensi pilihanku. Bukan karena aku pemberani, bukan juga karena aku berjiwa besar. Atau ada yang mau bilang karena aku pengecut atu karena aku terlalu pesimis dengan cinta ini atu kalian mau bilang aku ragu dengan perasaan yang sudah dahsyat melanda diriku ini..? Bukan. Tapi lebih dari itu, karena AKU TAU SIAPA CINTA INI.
Selengkapnya...
Refleksi Setahun..
Mohammad Hamim Arifin..
Sudah sembilan belas tahun kau hidup di dunia ini terhitung mulai detik hari ini. Banyak hal tentunya yang sudah kau dapat dari usiamu ini. Dari enam tahun belajar mempersiapkan pencarian jati diri setelah enam tahun sebelumnya menjalani proses belajar dari lingkungan sekitarmu. Dan enam tahun berikutnya untuk mencari jati diri yang sebenarnya kau tau belum kau dapatkan sepenuhnya. Harus kau sadari itu dan segera memberikan sikap. Aku rasa akan sangat panjang jika harus dipaparkan disini kehidupan yang sudah kau jalani selama tiga kali enam tahun. Karena kau juga tau tidak sedikit yang kau alami dan kau dapatkan selama itu.
Setahun lalu kau masih bingung menentukan sikap sebagai persiapan menyongsong ambisi dan harapanmu itu. Masih terlalu dini kau pikir. Karena masih banyak PR yang belum kau selesaikan sebelum beranjak dari keterbelakangan pengalamanmu. Masih terlalu pendiam untuk manusia yang memiliki ambisi besar macam kau. Masih terlalu naif dengan tingkah lakumu yang sudah melampaui batas kewajaran. Masih hijau dengan syarat segudang pengalaman yang harusnya kau miliki sebelum melangkahkan kaki. Dan tentunya kau juga masih kekanakan untuk mencapainya. Namun dengan segala kekurangan yang kau miliki, saat itu kau dengan yakin melantangkan semua impian, harapan, cita-cita, ambisi dan anganmu walau kau juga belum tau apa yang akan terjadi dengan semua mimpi itu.
Kini kau sudah menapaki hidup ke-sembilanbelas tahun-mu dengan(lumayan) sukses. Dalam kurun waktu setahun ini kau sudah banyak memberikan bahan persiapan-persiapan yang memang seharusnya kau penuhi.sudah kau pelajari sejarah hidup sebagai perjalanan menuju impianmu. Kau rubah sedikit kebiasaanmu untuk menjadikan harapanmu berarti. Proses belajarmu telah kau sesuaikan dengan cita-cita yang selama ini kau teriakkan. Mulai mengenali dunia yang kau tujukan pada besarnya ambisimu. Dan berusaha mengunggah khayalmu dengan meyakinkan angan yang akan kau raih.
Hidup memang tak semudah dan tak seindah waktu kau kanak-kanak dulu. Panas dan dinginnya duniamu tak bisa diterka seperti kau menjawab soal-soal statistik yang akan kau hadapi semester depan. Butuh strategi hidup untuk bertahan dari seleksi alam yang berlaku. Tapi apapun yang terjadi, harus kau jalani dan harus kau hadapi dengan segenap hati. Walaupun dengan keadaanmu yang terluka yang kau sadari itu. Dan jangan pernah kau lari dari kenyataan ini. Karena belum waktunya kau berhenti. Dan jangan sampai cepat berpuas diri. Bekerja dan kejarlah apa yang sudah menjadi mimpimu hingga saat kau tak berguna lagi. Maka apapun yang terjadi, harus kau jalani dan harus kau hadapi dengan segenap hati. Walaupun dengan keadaanmu yang terluka yang kau sadari itu. Dan jangan pernah kau lari dari kenyataan ini.
Selamat Ulang Tahun yang ke-19..
Keep Moving Forward..!!
Bila hidup tak berputar, kau tak akan merasakan semuanya..
Be Ready..!! Selengkapnya...