Cerita Cinta III; dad..


Pagi hari kemaren menjadi moment yang sangat hangat di tengah dinginnya cuaca kota Malang bagiku. Kekuatan yang jarang aku dapatkan dengan seseorang yang sangat menyayangiku walaupun tak pernah Ia ungkapkan. Aku akan sangat merindukannya. Merindukan setiap amarahnya. Setiap perlakuannya yang aku anggap sebagai sikap memimpin. Dad, You Are My Hero.
Bahagia adalah keinginan akhir dari semua tujuan manusia di bumi ini. Diakui ataupun tidak, hal itu tak bisa di pungkiri. Bagi orang tua, konsep bahagia mungkin akan berbeda-beda satu sama lainnya. Tapi satu yang pasti, mereka ingin melihat anaknya sukses. Kurasa itu impian setiap orang tua, aku khususkan pada seorang ayah (kali ini bingkisan buatnya). Tidak ada ayah yang tak menginginkan hal itu.
Dalam ilmu sosial, dua hal yang diyakini bahwa manusia hanya memiliki dua karakter. Baik dan jahat. Walau begitu, tidak ada yang benar-benar baik dan tak ada yang benar-benar jahat. Begitu juga dengan orang-orang yang berada di belakang kita dari awal, keluarga. Walaupun ada kisah ayah yang apatis terhadap anaknya, tidak mendukung prestasi anaknya, tidak sejalan, bahkan cenderung menepikan keinginan-keinginan anaknya yang sejatinya untuk membanggakan; sadarilah tidak ada keadaan yang benar-benar busuk semacam itu. Jauh di lubuk hatinya yang paling dalam, dia menginginkan anaknya sukses. Dia hanya ingin tujuan di setiap geraknya banting tulang mencari nafkah terealisasikan dengan melihat anaknya merengkuh kesuksesan.
Alasan yang sangat mulia kurasa. Semua anak di bumi di sisi baiknya pasti akan menyetujui hal ini. Siapa pun itu. Maka, tidak ada alasan untuk membuat dia kecewa. Tidak akan ada alasan untuk membuat dia sedih. Walaupun sebenarnya ada kekhawatiran gagal untuk membuat dia berbangga hati dengan mengatakan ‘Aku bangga padamu, Nak..!’, atau ‘Siapa dulu ayahnya..?!’. Dan tentu kita juga menginginkan dia berkata saat kita menjadi orang sukses ‘Dia Anakku..!’.
Alasan itu pula yang membuat hawa pagi sedingin itu tak kurasakan. Begitu hangat. Jam menunjukkan angka 04.35, waktunya aku beranjak dari tempat tidur dan menunaikan kewajibanku atas keyakinanku. Namun, usai membasahi wajah dengan air wudhu’, aku lihat ada sms yang belum aku baca dari Ibuku untuk menelpon beliau di jam 5 pagi ini. Gawat, lima belas menit lagi. Dan yang paling mengkhawatirkan, aku tidak memiliki banyak pulsa. Waduh,..kenapa keadaan seperti ini harus muncul di saat seperti ini sich.
Dengan beberapa cara sebagai eksperimentku, juga dengan mengorbankan pulsa temanku (maaf Gih..), akhirnya aku berhasil berkomunikasi dengan ayahku di seberang sana. Hapeku nyala, tanda ada panggilan. Aku lihat namanya, ‘Abi calling..’
‘Assalamua’laikum Mim..’, suara yang sangat aku banggakan menggema di sela-sela telingaku.
‘Wa’alaikumussalam Pak..’, kelihatannya tak ada topik spesifik yang akan menjadi objek perbincangan kita.
‘Gimana kabarmu..?’.
‘Baik Pak..!’
‘Ayah berangkat pagi ini, kamu nggak keberatan kan..?’
‘Hhmm, kali ini walaupun aku keberatan tak akan artinya. Tidak akan menarik kembali keinginan Bapak untuk tetap tinggal. Percuma. Dan aku yakin Bapak juga meyakini itu.’
‘Cerdas. Buat Bapak lebih banyak memujimu lagi..! Bapak selalu ingin memujimu dengan semua keberhasilanmu..!’
‘Aku pun juga tidak mengingankannya, tapi bagaimana jika aku gagal Pak..? Apa yang bakalan Bapak lakukan..?’
‘Hahaha..Kamu menantang Bapak..? Bisa saja Bapak berhenti bekerja, pergi ke tempatmu untuk kembali menyemangatimu bahwa ada orang yang mendukungmu dari awal. Dari sejak kau dilahirkan. Atau Bapak bisa saja pergi ke tempatmu, menunjukkan kekeceawaan yang Bapak rasakan, lalu Bapak akan sangat sedih hingga tidak mengakuimu sebagai anakku. Jika kamu harus memilih, yang mana yang ingin Bapak lakukan padamu..?’, pertanyaan dan pilihan yang sulit. Tak kusangka ayah akan membalikkan tantangan dengan akhir pilihan yang sangat sulit. Semua anak akan memilih yang pertain ma aku kira.
‘Tantangan balik nich..? Pastinya aku pilih yang pertama lah Pak. Hanya orang bodoh yang mengingankan ayahnya melakukan pilihan kedua..’
‘Hhmm..Hamim. Di dunia ini semua orang menginginkan yang terbaik, Bapak akui kamu juga punya keinginan itu. Tapi tidakkah pilihan pertama itu cenderung bersifat manja dan enak. Padahal kamu tau untuk sukses, butuh langkah pahit yang pasti di tengah usaha untuk berdiri kembali setelah gagal..?
Hamim..Bapak tau kamu sudah sering terlibat dengan menasehati dan dinasehati. Bapak yakin, kamu sudah muak dengan nasehat karena saatnya giliranmu untuk menasehati adik-adikmu, saudara-saudaramu, istri dan anakmu kelak. Tapi Bapak hanya ingin berkata, jika terpaksa kamu akan menerima perlakuan pilihan yang kedua, kamu harus yakin bahwa ‘tantangan yang tidak membuat kamu langsung mati, akan membuat kamu lebih kuat dari sebelumnya..’. Camkan itu Mim. Itu yang selalu diyakini orang-orang sukses.
Walaupun Bapak belum pernah melakukan itu. Kali ini Bapak serasa melakukan itu. Bapak yang sudah banyak bergantung dan dibantu banyak orang lain untuk menunjangmu berpendidikan tinggi, Bapak kini sadar, Bapak harus melakukan sesuatu untuk kesuksesanmu. Orang tua kandungmu adalah Bapak, bukan orang lain yang selama ini membantu. Bapak ingin melihat kamu sukses dengan usaha di belakang yang Bapak lakukan sendiri. Keringat Bapak bukan air liur orang lain. Tangan Bapak, bukan kebaikan tangan orang lain.’, aku tidak yakin ini diucapkan oleh ayahku. Ayah yang seorang lulusan SD. Aku tidak ingin kelihatan seperti ini, tapi aku menangis. Air mataku perlahan turun membasahi pipiku. Apa”an ini. Aku tidak berbicara dengan ayah dengan kondisi seperti ini. Memalukan.
‘Pak, aku hanya ingin Bapak baik-baik saja. Sudah cukup semua yang Bapak bicarakan tadi. Aku tidak ingin Bapak kecewa. Maaf pertanyaanku tadi..’, suara parau di belakang membuatku kelihatan lemah.
‘Kamu nggak usah nangis. Jangan cengeng begitu. Bapak tau yang kamu khawatirkan. Mungkin kekhawatiran itu juga yang membuatmu melarang Bapak kerja di luar negeri ya..? Tapi kali ini masih di Indonesia. Tenang saja. Bapak juga ingin tau kabarmu sewaktu-waktu..’
‘Ya Pak. Aku tau. Semoga saja seperti itu..’, air wudhu’ yang membasahi wajah dan sebagian tubuh yang lain kini tak kurasakan lagi dinginnya.
‘Yaudah, teman-teman Bapak sudah pada datang. Bapak harus berangkat. Yang perlu kamu ingat, tidak ada Ayah yang sampai hati melakukan pilihan kedua. Bagaimanapun, seorang Ayah akan selalu berusaha mengerti anaknya ketika anaknya salah, walaupun kadang tidak menemukan titik itu. Dan Bapak ingin kamu tau, Bapak selalu membanggakanmu, karena Bapak yakin kamu bisa diandalkan..’
‘Maksud Bapak..?’
‘Artikan sendiri Mim. Sudah ya. Bapak harus berangkat. Bapak juga tau kamu lagi dekat dengan perempuan. Jangan dikecewain. Bapak senang mendengarnya..!’
‘Aku nggak heran. Kalo Ibu tau, nggak mungkin Bapak nggak tau. Pasti Pak. Yaudah dech, Bapak hati” ya..!’, closing yang payah. Tapi aku gemetaran untuk mengucapkannya.
‘Hahaha..Ya, ya..Bapak tau. Sukses selalu ya Mim.. Assalamu’alaikum..’
‘Wa’alaikumussalam Pak..’.
Pembicaraan habis. Kali ini aku harus merelakan ayah jauh dari keluarga. Satu”nya cowok yang tersisa di rumah harus pergi merantau juga. Memang bukan pilihan yang bagus, tapi itu mungkin menjadi tindakan yang sangat tepat.
‘Sepertinya aku bakalan merindukanmu Pak kalo aku libur ntar. Pulang ke rumah tanpa melihatmu bekerja di rumah harus aku biasakan di tahun” yang akan datang. Dan Bapak harus yakin, aku pun tidak akan membiarkan Bapak kecewa’..

0 komentar:

Posting Komentar