Cerita Cinta IV; Daaaaaaddddd...


Hari ini aku harus berjibaku dengan rasa rinduku pada seseorang. Seseorang yang sudah terbiasa bersamaku walaupun aku tak dekat dengannya. Seseorang dengan perhatian lebih padaku walaupun tak pernah Ia ungkapkan. Seseorang yang telah menjadikan aku besar dengan usahanya. Seseorang yang telah memaksaku lahir ke dunia dengan keadaan busuk ini, Ayah.
Liburan di rumah sangat asing bagiku tanpa medengar senandungmu. Nyanyian dangdut yang biasa Kau lantunkan untuk menhibur dirimu sendiri tanpa sadar juga memberikan hiburan bagi orang-orang di sekelilingmu. Aku juga merasakannya. Terhibur. Sungguh. Mungkin karena suaramu juga yang bagus. Jujur.
Liburan kali ini juga sangat aneh tanpa sesekali tertawa karena lelucon-lelucon yang biasa Kau lontarkan. Sungguh sangat lucu bahkan menggelikan. Walaupun kadang tak jarang ada yang tersinggung dengan lelucon itu. Mungkin karena memang lelucon yang Kau lontarkan memang ditujukan pada seseorang. Tapi memang lucu.
Rumah yang biasa dipimpinmu kini harus Kau tinggalkan. Rasanya alasan mencari nafkah yang lebih gede masih tak bisa kuterima. Entah kenapa seakan banyak alasan untuk tak menerimanya. Aku harus terpaksa dan berharap ini memang yang terbaik yang dipilihkan Tuhan buatmu. Tapi tetap aku tak bisa menerimanya.
Tak habis pikir olehku, aku harus berada di rumah kurang lebih dua puluh hari di liburan semester kali ini tanpamu. Tanpa kehangatan yang biasa Kau hadirkan di rumah. Kehangatan yang hanya bisa keluarga kita rasakan dengan kehadiranmu. Bukan tanpa alasan, tapi cukup aku ingin merasakan.
Adikku yang paling kecil rasanya akan sangat terbiasa dengan keadaan ini. Keadaan tanpamu Ayah. Memang umurnya masih sebelas bulan, tapi kini tuh bocah sekarang sudah bisa mengelilingi ruang tamu dengan usahanya sendiri. Tentunya proses itu yang ingin dilihat oleh semua ayah di dunia ini, melihat anaknya tumbuh, berkembang, beranjak gede. Termasuk Kau kan Yah..?
Tapi entah bukan karena meragukan kepemilikan perasaan itu atau tidak, 2 hari terakhir ini Kau selalu menanyakan kabar si kecil. Mulai tentang bagaimana perkembangannya, sudah tidur atau belum atau sekedar ingin menyapa. Kontan, dengan pertanyaan yang terucap bertubi-tubi itu pada Ibuku, anakmu (Nurul) yang lain iri. Kadang, dengan perasaan berkecamuk Nurul membalas pesan-pesan dari Ayah yang memenuhi inbox Hp ibu dengan pernyataan-pernyataan menusuk tanpa basa-basi. “Ayah nggak rindu aku ya..? Yang ayah rindukan hanya adik aja ya..?” Bahkan karena seringnya peristiwa ini terjadi, Ibu, mbak dan nenek yang tau hal ini ketawa dan terpingkal konyol melihat tingkah Nurul. hahahaha..
Huufft..Ayah. Itu ulahmu. Kau masih saja bisa membuat ketawa tanpa kehadiranmu. Menggelikan.
Yang sering aku hadapi adalah pertanyaan-pertanyaan dari teman-teman sejawat dan sepermainanku yang sudah terbiasa dengan adanya Ayah di rumah. Sering kami mengingat tingkah-tingkah Ayah yang sering membantu kami menghidupkan suasana ketika kami berkumpul untuk rencana-rencana nakal kami atau hanya sekedar menemani kami ngobrol. Disitu ada kebanggaan akanmu yang muncul dalam diriku. Hahaha..aku tak tau entah kenapa.
Hhmm..yang jelas, aku bakalan sangat merindukanmu Ayah. Mungkin bukan aku saja, yang lain juga merindukanmu. Tapi kau harus tau bahwa aku selalu mengejar mimpi-mimpiku untukmu. Dan sekarang semakin jelas apa yang aku impikan dan tujuanku meraihnya.
Ayah, baik-baik di sana..!!

0 komentar:

Posting Komentar