Hari keempat masih disibukkan dengan berbagai aktifitas mencari matahari. Duingiiin yang melanda tetap tak bisa kompromi dengan tubuh yang agak lunglai karena kantuk yang akut. Jadi mesti diperkuat dengan suplemen berupa sinar matahari.
Beberapa dari kami mencarinya di luar kamar, di teras depan lantai II rumah yang kami tempati. Sebagian yang lain mencarinya di bawah sambil jalan” mengelilingi kampung. Aku memilih yang pertama dengan Chandra, salah seorang teman KKN dari jurusan yang sama denganku. Kami tak hanya mencari matahari untuk menghangatkan tubuh, tapi kami juga mencari matahari untuk background foto. Maklum, Chandra anak AV dan kami berdua sama” menyukai fotografi sebagai sesama anak Ilmu Komunikasi.
Tak kunjung menemukan spot yang tepat, akhirnya aku berpindah ke dalam kamar. Sedangkan Chandra masih mencari-cari tempat yang pas untuk background foto dengan kawan KKN yang lain.
Sesaat kemudian, ada sebuah pesan masuk begitu saja dan memenuhi inbox Hapeku. Aku lihat, tertera nama Mb’ Happy. Nama salah seorang perempuan yang setahun belakangan ini menjadi teman. Mb’ Happy adalah Ketum KOHATI Cab. Malang saat ini. Aku hanya tersenyum dan mengernyitkan dahi saat pesannya aku baca. Tapi, pesan” selanjutnya membuat aku memicingkan mata dengan kekhawatiran yang tak biasa. Ini soal Rara, Rumput LiaRKu..
Ternyata oknum BPL Djogja yang sering disebutkan oleh Mb’ Happy dan Aniez kini telah berkenalan dengan Rara. Sesaat aku membayangkan bahwa tu anak berjabat tangan dengan Rara. Aseemmm.. Tapi pesan Mb’ Happy selanjutnya dapat menenangkan aku. Aku juga tak begitu risau sampai akhirnya Bang Seno, salah seorang senior Badko Jateng mengirimkan pesan mengingatkan seperti yang dilakukan Mb’ Happy padaku.
Tak butuh waktu lama untuk aku pencet beberapa tombol di ponselku buat memastikan pulsa yang tersisa.
“Assalamu’alaikum Sai. Sedang belajar kah..?? Sudah sarapan..??”, dua pertanyaanku lengsung membrondong panggilan yang Rara terima.
“Wa’alaikumussalam. Udah, baru saja. Sekarang lagi belajar. Kenapa Nyonk..?? Tumben nelpon..?? Biasanya selalu sibuk..?!”, jawabnya ketus.
“Hmmm.. Aku mendapat banyak laporan dari beberapa orang. Hmm.. Ada yang aku khawatirkan aja sich. Lukman (nama oknum brengsek BPL Cab. Djogja) kemaren sms Mb’ Happy kalo dia uda kenalan sama Kamu. Kamu tau kan yang aku khawatirkan..??”, penjelasanku langsung mengejar kelakar ketidak peduliannya.
“Iya. tapi gak kok NyonK. Orangnya biasa aja. Baik kok. Lagian jelek juga”, jawab Rara sekenanya.
“Jangan nilai seseorang hanya dari luarnya. Sudah ada fakta kalo dia bajingan”,
“Iya, aku ngerti. Tapi menurutku tu orang biasa aja. Jelek juga”,
“Emang kalo cakep, kamu tertarik..??”,
“Hahahaha.. Gak gak. Jangan berlebihan gitu donk NyonK. Gak mungkin lah”, jawabannya sedikit memberikan hiburan.
“Hmmmm.. Yauda, belajar. Siapin buat screening ya Sai. Ntar lagi ada kegiatan ini aku. Assalamu’alaikum”,
“He’em. Wa’alaikumussalam”,
Tak benar jika kita terlalu khawatir akan sesuatu yang tak pernah kita tau secara pasti kondisinya. Karena rasa ‘percaya’ adalah senjata penghubung yang akan menguatkan cintamu saat kekasihmu sedang berada dalam kejauhan. Tetapi, untuk menghadapi faktor lain yang menjadi noise eksternal tak cukup hanya mengandalkan rasa ‘percaya’.
Selengkapnya...
KKN; Kekhawatiran di Tengah Perang Melawan Cuaca..
KKN; Perjalanan Memulai yang Konyol..
Kuliah Kerja Nyata, satu kegiatan kuliah yang sangat menguras pikiran di awal. Walaupun kadang menghadirkan tawa, tapi sangat melelahkan. Lelah yang tak biasa dialami oleh anggota biasa. Lelah yang harusnya tak terjadi jika kesadaran posisi dirasakan semuanya. Tapi inilah hidup, kerelaan me-lelah-kan diri untuk saling megisi ataupun memahami lainnya.
Pagi masih menampakkan kegetiran yang dirasakan langit. Cuaca semakin gak jelas dengan badai sedikit mirip Katrina. Setelah senang bercampur sedih melihat Rumput LiaRKu sedikit layu karena masalah keluarga dan beasiswaku yang sudah cair, aku harus bahu membahu bersama Aniez (HMI-Wati FE UMM sekaligus soulmate KKN) berjibaku menghadapi angin kenceng di perjalanan.
Usai mempersiapkan semuanya, kami berangkat melumpuhkan Landungsari yang saat itu sedang dicabut listriknya. Rinai hujan datang perlahan menghampiri perjalanan kami yang saat itu dipimpin Anis. Kami juga sempat berhenti di pom bensin untuk mengisi bensin (ya iyalah, masak ngisi aer). Beberapa ratus meter setelahnya, Anis yang sedari berangkat sudah mengenakan jas hujan menyarankan aku memakai jas hujan satu lagi yang ada di jok motornya. Dan sepertinya saran itu tepat, karena hujan kali ini tak turun satu persatu seperti di awal. Jadilah kami seperti guru olahraga dan batman nyasar.
Sesampainya di Batu, kami semakin dibredel oleh badai. Kami cukup kuat menahannya. Hanya saja, kekuatan itu seakan sirna di Songgoriti. Kami sempat berpindah tempat beberapa centimeter alias terbang.
“Aniissss..”, teriakku dengan suara kecil (bingung kan..?!!).
“Kiiidddd. Hahahahaha..”, ketawanya langsung muncul tanpa rasa takut.
“Aniss, mantaabb yang tadi. Hahahaha..”, aku ikutan ketawa karena emang lucu.
“Kid, fokus Kid. Hahahaha..”, ketawanya lagi.
“Mau diganti ta Aniss..??”, tawarku.
“Gak usah Kid. Cuma gitu aja”, jawab Anis sekenanya.
Sumpah, itu adalah kejadian memalukan bagiku. Gila, kami ringan banget cuii. Padahal barang yang kami bawa cukup banyak dan berat. Sementara Anis fokus pada perjalanan kami, aku tertawa dalam hati dan akhirnya aku keluarkan karena gak tahan. Maaf Anis, tapi beneran lucu. Hahahaha..
Perjalanan kami lebih berat saat hujan mulai deras dan angin lebih kencang menurunkan pasukannya hingga hawa dinginnya menembus helm yang kami kenakan. Songgoriti telah kami masuki. Rute jalan ini direkomendasikan Pak Iphul (ini Pak Syaiful atau Dian sebenarnya..??) karena lebih gampang dan dekat dariapada rute payung. Jalan yang menanjak benar” membuat kami khawatir satu sama lain. Tapi dengan gaya macho yang ditunjukkan Anis dalam mengemudi sepeda motor, kami sampai pada ujung jalan di kawasan Pujon (entah apa nama desanya..). Mulai dari sini, aku yang nyetir. Namun kami masih berhenti sejenak untuk bernafas dan memberikan rehat bagi tubuh kami yang sudah melakukan perjalanan tak biasa ini.
Kami sudah terbiasa hidup dalam tekanan sebenarnya. Sering banget kami melakukan aktifitas tak biasa yang sangat melelahkan. Hanya saja, jika harus menghadapi badai dengan kondisi seperti ini, sepertinya baru kami rasakan sekarang. Sehari sebelumnya saja, kami pulang pergi ke Kepanjen dengan tenaga minim karena abis keliling kampus nganterin undangan. Oke, kembali lagi pada cerita perjalanan kami. Anis masih menggerakkan badannya, kepala dan tangannya yang sedari tadi menahan dingin yang amat sangat. Wuihh.. Kami benar” menggunakan waktu sejenak ini dengan baik.
Setelah semenit istirahat, kami lanjutkan perjalanan ini dengan sangat hati”. Benar” hati”. Kami berjalan pelan tanpa suara (mana bisa bego’..??!!).
“Aniss, kita pelan” aja ya. Udah deket gini”, pintaku.
“Iya Kid. Kalau mau terbang lagi sich gapapa cepet”. Hahaha..”, ujar Anis.
Maunya sich sebenarnya cepat agar segera sampai pada tujuan dan terhindar dari cuaca ini. Tapi sepertinya tak mungkin. Cuaca semakin menghantam bertubi-tubi tanpa ampun. Kami sudah memasuki Pujon, beberapa kilometer harusnya sudah sampai. Tapi kami (aku sich sebenarnya) melakukan kekonyolan yang tak harusnya terjadi. Kami kesasar. Maklum, aku sekali saja ke Desa Ngroto. Jadi tak mungkin langsung bisa apal. Hahaha.. Tapi dengan sedikit ingatan yang sempat tertinggal tentang Desa Ngroto, aku berhasil menemui teman” KKN. Uaseemm..
Kedatangan kami pas banget dengan waktu makan. Kebetulan kami belum makan, dan aku sangat luaper cuii..
Teringat pesan beberapa teman bahwa pengalaman tak bisa dibagi, karena hanya kita yang bisa merasakannya. Tak peduli baik atau tidak, pengalaman tetap menjadi barang berharga yang bisa Kau ubah menjadi hikmah atau pelajaran untuk memastikan langkah menapaki jalan selanjutnya. Tetapi, jika pengalamannya kekonyolan seperti terbang dengan sepeda motor karena angin kenceng sepertinya pengen banget bisa dibagi. Bukan begitu Aniez..?!? Hahaha..
Selengkapnya...
Cerita Cinta; Maaf atas Kebencian yang Kau Alami..
Mungkin saat ini Kau ingin mengatakan padaku untuk pergi. Banyak yang Kau tau dariku kini. Dan Kau tak ingin aku datang lagi. Kau tak inginkan aku kembali. Kau telah menyimpan semua opini. Mengubahnya menjadi benci.
Tak pernah aku lakukan semua yang Kau benci dariku dengan hati. Bagimu percuma saja kini untuk mengobati. Sakit hati yang Kau derita sepertinya tak cukup terobati satu, dua atau tiga hari. Tak ingin aku sampaikan caci, apalagi maki.
Aku tak tau jika harus begini. Cintamu terasa telah pergi. Kadang kurasakan senyummu untukku seakan mati. Tak pernah terpikir ini yang akan aku beri. Kecewa yang selalu Kau rasakan kini. Bahkan perih, lelah lahir batin Kau hadapi dariku berkali-kali. Dan Kau hadapi sendiri. Karena seringkali tak aku tepati janji.
Maaf, aku tak ingin sekali Kau pergi. Kau selalu menjadi malaikat di hati. Walaupun sering aku ingkari. Tapi ingatlah selalu ini. Cintaku padamu sampai mati.
Selengkapnya...