Aku tidak pernah tau secara detil kapan aku dilahirkan. Aku juga tidak tau secara kronologis bagaimana aku dilahirkan. Dilahirkan untuk merasakan udara. Dilahirkan untuk melihat dunia yang semakin busuk ini. Dilahirkan untuk mendengarkan adzan yang dilantunkan seorang pria yang kita sebut ayah. Dilahirkan untuk dicintai sekumpulan manusia lainnya yang kita sebut dengan bangga dengan sebutan keluarga. Dilahirkan untuk tinggal di RUMAH KITA. Mungkin itu juga yang terjadi pada kalian. Kalian yang menjadi teman hidup sampai kita mati nanti. Teman yang selalu dengan lantang aku teriakkan dengan pengakuan sebagai saudara.
Aku tidak tau secara detil kehidupan masa kecilku. Aku juga tidak tau secara deskriptif bagaimana aku tumbuh menghabiskan masa kecilku. Masa kecil yang saat kita ingat ternyata terlalu cepat berlalu. Masa kecil yang kadang sangat ingin kita ulang. Masa kecil yang akrab dengan tangis, tawa, tengkar, teriak, mainan, tangis dan tentu saja kenakalan. Masa kecil yang dokumentasi berupa foto”nya sudah hilang di laut utara rumah. Masa kecil yang membuat semua keluarga berkumpul untuk bermain. Masa kecil yang membuat RUMAH KITA selalu ramai dengan anak kecil lainnya karena hubungan kerabat, sodara ataupun tetangga dekat. Masa” yang selalu membuat kita cemburu satu sama lainnya. Itulah kita. Hahahahahahaa.. Lucu jika diingat.. Kita tak pernah benar” tau sampai seseorang menceritakan pada kita. Entah ibu, ayah ataupun nenek. Pernah juga beberapa kerabat dekat kita menceritakannya sewaktu kita kecil. Sebagian adalah tetangga dekat yang jauh lebih sedikit dibandingkan dulu, sebagian lagi adalah sodara” kita yang berjauhan rumah. Mereka tentu menceritakan semua hal yang hampir mirip dan selalu kita dengar dari nenek dan orang tua kita. Semuanya hampir mirip. Ya, hampir mirip. Bahkan ada yang sama persis karena hanya mengulang cerita orang rumah kita. Tapi yang jelas, selain Tuhan, ada ‘yang lainnya’ yang menyaksikan kehidupan dari usia kita sehari sampai kita tumbuh berkembang hingga sekarang: RUMAH KITA. Ya, RUMAH KITA. RUMAH KITA yang baru sekitar 15 tahun lalu baru kita kasi nama Jalan Pasar Lama Barat No.39 Lebak Barat Desa Sepulu.
Rumah itu menyimpan banyak kenangan. Hampir empat generasi telah dan pernah hidup di bangunan yang awal dibangun masih bercat putih itu. Bahkan tidak hanya untuk kita yang tinggal di sana, tapi beberapa yang mengenal kita rumah itu menyajikan banyak cerita. Kalian mungkin tidak mengingat sepenuhnya, tapi orang sebelum kita atau setidaknya orang tua kita, pasti dengan baik mengingat setiap kejadian yang mengesankan di sana. Sudah 31, 28, 26, 23 dan 22 tahun rumah ini menemani, menyaksikan dan memotret kita tumbuh hingga usia kita sekarang. Tidak semuanya, tapi tetap saja rumah ini semacam induk dari rumah” lain yang menaungi kita.
Beberapa bulan lalu, seorang anak lahir dari rahim pasangan salah seorang diantara kita; Ilyan. Lahir dari seorang perempuan dengan paras cantik dan manis yang dinikahi saudara tertua kita Abdul Aziz; Rofida. Itu artinya, rumah ini sudah menemani gerak kehidupan empat generasi. Sekaligus, kurang lebih seminggu lalu menjadi saksi pernikahan kedua dari generasi ketiga ini; Azizun Hakim. Sayang sekali pernikahan Siti Azizah, Rahmat Septian Reza dan M. Hamim Arifin tidak lagi sempat bertempat di rumah yang dibongkar sehari setelah resepsi pernikahan minggu lalu. Memang rumah itu sudah roboh dan hancur menyisakan puing”. Hanya saja, ingatannya tetap bersemayam di setiap rekam otak manusia yang pernah menginjakkan kakinya di sana.
Rumah Kita..
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar