Dua Lima, Perjalanan yang Dipertaruhkan

Bagiku, perjalanan bukan hanya hitungan langkah dengan alas kaki. Menyebrangi puluhan kilometer untuk memuaskan mata lalu berbangga diri. Bagiku, perjalanan juga berarti hitungan masa untuk menemukan dan menciptakan pribadi. Lalu merenungkan semua yang sudah terlewat dan dihadapi, untuk meneguhkan hati. Karena setiap detik memiliki nilai yang harus dimaknai. Diberi kesempatan untuk kembali berdiri dan dihargai.
Perjalananku sudah memasuki babak baru. Hitungan masa yang aku punya, sudah semakin berkurang tanpa aku mau. Usia yang bertambah diam” membatasi gerak tanpa malu. Tapi selama aku memiliki tempat kembali, aku akan menemukan dan membuka pintu.
Perjalanan kali ini sudah memasuki tahap serius. Aku tidak ingin mengacuhkannya terus. Sudah lama aku menyembunyikan angin malam, berharap menawan sejuknya saat pagi datang. Kali ini, aku ingin mempertaruhkan semua mimpi yang pernah aku punya. Aku ingin memiliki resolusi. Hahahaa, resolusi. Hal yang tak pernah aku kerjakan, malah mendapatkan hal bermanfaat lainnya tanpa aku inginkan. Resolusi juga yang membuatku membuka mata untuk tak kembali tersakiti. Membuka hati untuk kembali dikecewakan. Kemudian memilih menutupnya tanpa memiliki cukup dalih.
Seperti adventure games, perjalananku penuh dengan pilihan. Menjadi baik, atau seketika jahat. Lalu bertaruh dengan pilihan tersebut hingga semua level game berhasil dilewati. Berkali-kali aku pernah melakukannya dulu. Tapi berkali-kali pula usahaku tak pernah berujung dengan ekspektasi yang aku inginkan. Wajar saja, aku percaya bahwa tidak semua usaha manusia bisa berhasil. Mungkin Tuhan memberinya kesempatan lebih baik untuk mencoba. Atau Tuhan sedang mempersiapkan hal lain yang jauh lebih keren dari keinginan semu yang didamba.
Saat itu, di tengah malam dengan awan berarak, seseorang pernah mengingatkanku bahwa niat adalah penentu jalan cerita dalam sebuah perjalanan. Aku percaya. Aku tau dan aku masih memegang teguhnya. Tapi kali ini aku ingin melibatkan beberapa nama dalam perjalananku. Tidak secara fisik, tapi manifestasi dari motivasi. Seperti kataku di awal, aku mempertaruhkan semua mimpiku untuk itu. Untuk nama2 yang aku letakkan di ujung impuls syaraf dalam nadi. Untuk nama2 yang wajahnya aku lihat tiap pagi. Untuk nama2 yang rupa serta senyumnya aku simpan dalam galeri. Untuk nama2 yang tak ingin lagi aku acuhkan, karena dengan mereka sekarang aku ingin berbagi.
Saat itu pula, angin malam datang menggodaku keluar kamar untuk secangkir kopi pahit menemani menceritakan sebagian perjalananku. Meskipun sendiri, menyeruput hitamnya menjadi hal paling nikmat saat malam hampir berlalu. Karenanya, seolah aku berada di rumah, rumah yang sesungguhnya. Karenanya, seolah ada ayah dan Kak Aziz serta Kak Hakim duduk bersila di sebelahku. Lalu disusul tawa Zein yang sedang dikejar Zainal dengan omelan yang terbentur dengan belaan Ibu. Hahahahhaaa.. Jika ada perjalanan yang ingin aku pilih, aku memilih berjalan di samping mereka, selamanya. Tapi Tuhan sudah memberiku pena lain untuk menuliskan perjalananku sendiri. Sekali lagi, aku masih ingat saat ayah berkata padaku ‘Nak, semua orang memiliki perjalanan. Jalani saja kisahmu, dan ayah juga akan mejalani kisah ayah. Beda, tapi semoga tujuan kita sama’.
Hmmm, aku tak tau apa yang pernah membuat keluargaku bangga atas perjalanan dua lima ku. Aku juga tak pernah berharap tau, apa saja yang membuat mereka bangga dengan semua masa yang aku lewati. Tahun ini, aku hanya ingin mempertaruhkan semua mimpiku. Tidak dengan mencampur emosi dan tanpa menepikan ketakutan akan mati.

0 komentar:

Posting Komentar