aku kira sudah saatnya menulis lagi. entah apa, tentang apa, siapa, dan apapun tujuannya. gejolak keinginan menulis ini semakin tinggi akhir-akhir ini, seiring semangat belajar hal-hal baru setiap harinya. tapi feel perfeksionis kadang kambuh berkejaran dengan kehendak itu. membuat hasrat patah dan kemauan mundur perlahan. kadang juga, 'mood' dan 'malas' berkolaborasi dengan purna sejak hari dimulai sampai petang hanyut dalam gelap. seringnya, aku berteman terlalu akrab dengan 'distraksi' dan mencarinya saat dia tak di samping. menemaninya lama, hingga 'waktu' merutuk dan pergi. sedangkan aku, duduk menyesal dengan kepala tertunduk. diam-diam, hari-hari ini aku menemukan beberapa suara yang seirama. menjadi penuntun untuk menata ulang niat, menunjuk beberapa kalimat untuk didengar dan dipelajari, serta menjadikannya kausa untuk tetap berpijak. mungkin saat ini, ikhtiar untuk konsisten adalah doaku yang akan sering disebut. Selengkapnya...
Sebelum Hujan..
matahari tenggelam sebelum waktunya. mendung berusaha menutupinya dan gerimis berkali-kali datang untuk meyakinkan. tapi siang masih setia, memberi waktu sedikit lagi padanya untuk bersinar. aku yang menengadah ke langit, mengindahkan apa yang dilakukan hari. aku tak ingin terjebak di jalan ini, belum.
dari jendela mobil yang gelisah, tidak ada yang tampak indah. jalanan masih kering dan sibuk. kendaraan roda empat dan seterusnya keluar masuk Jalan Slompretan, menyesaki aspal tiga meter yang hanya berlaku satu arah. teriakan tukang parkir menderu bersama bising mesin" yang lelah. sekali lagi aku menengadah dan awan gelap belum memisahkan diri.
kami masuk ke sebuah toko yang ramai, oleh raga dan suara. mereka berkelintaran dan menggema, memastikan semua pengunjung ditemani dan terlayani. aku menyembunyikan diri tepat di pintu masuk, membuka dan memakan roti isi selai kacang tanpa aba". sesekali menengadah ke luar, menyaksikan kuasa mendung yang tak kunjung habis.
urusan kami selesai dan memutuskan pulang. langit yang lusuh masih mengintai, mengepung semua pandangan saat aku sekali lagi menengadah padanya. di baliknya, seolah matahari masih menahan hujan tumpah di kota ini. tidak ada guruh, tidak ada kilat. tapi dia mengirimkan udara dingin, yang kami rasakan sesaat setelah keluar dari toko. sebagai penanda bahwa dia tak lagi mampu menahan rinai turun.
dua puluh satu menit kemudian, gerimis turun dan semakin deras.
Selengkapnya...