Seperti biasa, malam hari di kota ini selalu memaksa tubuhmu dilindungi jaket. Begitu dingin terasa. Kau mungkin juga merasakannya saat berada di sini. Menghela nafas panjang untuk melawan kebekuan hawa yang menjengkelkan. Memperdaya praksis malam hari seperti yang sering Kau lakukan untuk sebuah perjuangan yang tak Kau dapatkan di kelas. Tentu sampai saat ini Kau belum menyerah untuk tetap berdiri pada titik ini.
Hari ini, Indonesia memperingatinya sebagai Hari Kartini. Apresiasi pada perempuan yang katanya tangguh untuk memperjuangkan emansipasi kala itu. Aku tidak tau pasti bagaimana kisah tepatnya untuk aku ceritakan. Karena saat aku menulis ini, samar” aku mendengar dari televisi di bawah bahwa banyak kontroversi yang membelenggu perayaan untuk mengenang perempuan dengan sanggul di lukisannya ini. Atau mungkin Kau juga mendengar sebagian dari kisah” itu. Aku tak mempedulikan itu. Terlepas dari kontroversi distorsi sejarah ini, sementara aku menyebut hari ini sebagai Hari Perempuan saja. Kemudian tulisan ini hadir hanya untuk Kau baca sebagai ucapan salamku.
Mungkin Kau pernah tau atau ingat tentang sebuah kasus penganiayaan TKW di Arab Saudi sana. Itu terjadi 2011 lalu. Kasus itu semakin jelas menunjukkan adanya reduksi peran dan fungsi perempuan bagi tatanan hidup. Kekerasan terhadap perempuan masih terjadi di mana”. Kekerasan yang akan menimbulkan rona merah kusam dan hilangnya esensi air mata bahagia dalam fitrah hidup seorang perempuan. Karena kekerasan itu pula, dapat mengiris kelembutan hati dan menggerus keadaan psikologi perempuan yang nantinya akan berlanjut pada praksis hidup lingkungannya; buah hati, pasangan dan keluarga.
Peristiwa itu harusnya menjadi moment untuk kembali memaknai peran dan fungsi perempuan dalam sendi-sendi kehidupan. Jika kembali kita melihat sejarah”, hampir semua kisah” kejayaan diperankan oleh kaum Adam. Berperang, merebut wilayah kekuasaan, memimpin kerajaan hingga memperjuangkan sebuah hak asasi manusia diperankan oleh lelaki. Saat itu, para perempuan diberi fokus menjaga dan mengatur segala urusan keluarga.
Akan tetapi, walaupun tak terlihat berperan aktif layaknya para lelaki yang menjadi pemimpin hampir di segala bidang yang Kita dengar dari cerita”, peran perempuan yang bisa dibilang hanya di balik layar tidak bisa dipandang sebelah mata. Bisa dicontohkan dalam sebuah ketatanegaraan. Negara tidak akan maju dan makmur jika terlalu banyak keluarga sebagai lingkungan terkecil, tidak terorganisir secara rapi dan sesuai aturan. Maka di sinilah peran seorang perempuan berada sebagai pemimpin rumah tangga.
Peran perempuan sebagai istri mungkin bukan satu-satunya faktor keberhasilan yang dicapai suami, tetapi merupakan faktor terkuat. Jika dalam diri lelaki terdapat kekuatan auman singa, maka perempuan memiliki kemampuan nyanyian burung parkit yang akan mengatur ritme dari auman tersebut. Ada kejernihan hati yang tak terbesit dalam perempuan di setiap kerasnya langkah para lelaki. Ada kelembutan sikap perempuan di balik kerja keras, senyum manis di samping semangat serta doa tulus di atas pencapaian sukses para lelaki. Dan semua analogi ini juga yang akan turut mewarnai tiap lembar nafas kehidupan keluarga.
Tak hanya itu, kodrat perempuan sebagai pemilik janin pun memiliki tanggungjawab yang amat sangat krusial bagi generasi berikutnya. Kondisi jiwa dan emosi yang stabil merupakan sebagian item yang akan menentukan karakter penerus bangsa yang akan lahir darinya. Oleh karenanya, attitude dan semua yang ada dalam perempuan merupakan cerminan suatu pesan kehidupan masa depan yang lebih baik.
Sampai di sini, sudah dapat disampaikan bahwa telah terlalu lama dan naïf untuk meneriakkan kesetaraan gender yang memang tak akan memberikan titik temu. Karena perbedaan fungsi pula, tidak mungkin perempuan dan lelaki berada dalam pos yang sama. Lagi pula, perbedaan fungsi ini bukanlah untuk dipersoalkan. Namun, untuk dipahami bahwa perbedaan fungsi itu adalah untuk saling melengkapi karena hal itu merupakan bagian dari kuasa Tuhan yang mutlak.
Hai Kamu, Salam Hari Perempuan..
Selengkapnya...
Untukmu; Salam Hari Perempuan..
Menepikan Sore..
Ingin sekali rasanya membunuh sore hari ini..
Aku pernah mengenal sosok lembut itu. Tak begitu dekat. Hanya beberapa pertemuan. Tanpa banyak kata. Tanpa kalimat menguntai banyak dari mulutku. Bahkan setiap tatapan mata aku alihkan saat kita bicara. Tak hanya padanya memang, tapi aku tak menyangka aku menemuinya dengan cara ini. Cara elok yang aku benci.
Ingin sekali rasanya membunuh sore hari ini..
Entah kenapa matahari tak bersinar dengan purna. Padahal saat itu matahari sangat mempesona menampakkan wajahnya di depan mataku. Senyumnya perlahan namun dengan jelas mengungkap begitu artistik cipataan-Mu. Bahkan senyum manis itu berulang-ulang muncul tanpa mau hilang. Untuk mengusirnya aku harus memenjara kesadaranku dalam tidur.
Ingin sekali rasanya membunuh sore hari ini..
Aku tak tau pasti kapan pertama kali kita bertemu. Yang aku ingat Kau langsung tersenyum padaku. Kau langsung menyapa sebelum aku menyodorkan tangan untuk menyalamimu. Bahkan Kau menyunggingkan senyum sebelum aku memperkenalkan namaku. Aku tau perempuan anggun sepertimu sangat mudah untuk ramah. Aku pernah mengenal beberapa diantaranya. Aku juga pernah kenal sangat dekat dengan tujuh diantaranya. Kamu mungkin tau kapan kita bertemu untuk pertama kalinya.
Ingin sekali rasanya membunuh sore hari ini..
Bagaimana jika Kau memberiku satu lembar kertas yang berisi tulisan tanganmu. Kau mungkin sangat tidak ingin itu terjadi setelah mendengar tentangku yang tak begitu ramah dan terkesan perfeksionis pada setiap diksi. Tapi saat ini harusnya Kau tak usah takut saat namamu muncul dengan menenteng apresiasi dari orang lain. Aku juga sempat bertaruh untuk memilikinya. Tapi Kau datang merenggut dengan begitu cerdas. Aku terpesona.
Ingin sekali rasanya membunuh sore hari ini..
Ini yang aku benci. Aku begitu terkesima dengan cerita itu. Aku benar-benar sedang merasakan musim semi yang tak mau berlalu. Kau yang menghadirkan itu. Sudah lama sejak Fahri Asiza melakukan itu padaku dulu. Kau tau, aku membencimu. Aku ingin sekali membunuhmu bersama sore hari ini..
Selengkapnya...
Just Me, My Self and Holmes III
Dini hari ini begitu nyaman melihat sosok sahabat dari Indonesia Timur yang sedang leluasa bercerita mengenai kisah asmaranya padaku. Sesaat aku tak begitu mempedulikannya karena saat Ia menggambarkan nuansa romantisnya yang penuh kelembutan, aku sedang berkutat dengan dunia blending sarat akan gambling yang aku sebut dengan skripsi. Sambil menatap layar notebook dan mencabik-cabik keyboardnya dengan tujuh jariku, aku membiarkan pendengaranku dimanjakan oleh perjuangan kisah kasihnya. Walaupun hanya sekitar 21 menit karena Ia terkantuk dan tidur, aku kira itu sangat menghibur.
Perlahan aku kembali mengingat kisah-kisah yang pernah terjadi padaku selama empat tahun belakangan ini. Sesekali aku tersenyum kecil saat nuansa–nuansa itu hampir aku rindukan. Tapi aku tak kunjung merangkul kisah itu kembali karena ada aktifitas yang jauh lebih penting saat ini bagiku. Kehadiran kisah itu sama halnya kebekuan malam tadi yang mengajakku bercengkrama dengan kekalahan Arsenal.
Jauh di sudut raga ini, ada ruang yang haus akan keinginan untuk mengisi kisah-kisah lainnya. Hanya saja, kekhawatiran untuk kembali lalai dalam ‘kewajiban’ muncul. Holmes pernah berkata ‘cinta itu adalah emosi, dan aku menghormati emosi itu lebih dari siapapun.. Tapi aku tidak akan mencampuradukkannya dengan akal sehat’. Dari semua nasihat yang pernah aku dengar tentang cinta, pernyataan ini adalah yang paling bijak bagiku. Karena keputusan untuk ‘memisahkan’ adalah yang terbaik.
Saat manusia disengat oleh getar asmara, ada baiknya kembali menganalisa dengan rasio berpikir yang didampingi kesadaran. Karena suatu waktu, sengatan itu akan membutakan akan realita yang sedang manusia hadapi. Kemudian, langkah memisahkan dan tidak mencampuradukkannya adalah jalan terbaik. Analoginya, Kau harus melihat ke kanan disaat Kau harus melihat ke kiri. Sebuah pertentangan aktifitas yang mustahil untuk dilakukan. Aku rasa itulah yang terjadi padaku selama ini.
Sahabat dari tanah Papua ini adalah satu dari beberapa sahabat lainnya yang sedang dilanda asmara dan digelayuti rindu di sekitarku. Aku tau manusia memiliki jalan dan cara berbeda untuk menghadapi aktifitas paradoksal ini. Hanya saja, secara sadar terkadang manusia terlalu berani mengambil resiko yang berlebihan untuk berbuat lebih jauh dari kemampuannya demi mengalirnya kesenangan psikologis dan membuka belenggu ketidakinginan. Bersiaplah..!!
Selengkapnya...
Permohonan Kedua..
Seharusnya malam selarut ini aku sudah tidur. Mengistirahatkan raga yang sudah lelah menopang banyak beban hidup. Tapi ironinya, ragaku kembali harus menahan letih yang diwarisi pikiran kacauku dibalut keresahan nyata. Bagiku ini adalah ujian terberat selama menyandang status mahasiswa.
Alunan lagu ‘Ambilkan Bulan Bu’ yang dinyanyikan Sheila On 7 terdengar sangat mellow menemani malam sunyi ini. Aku baru saja kembali dari warung kopi tak jauh dari tempatku tinggalku saat ini. tempat tinggal seorang teman yang sudah sebulan aku huni. Tepatnya, aku menumpang hidup di sana. Sebagian teman”ku secara bergantian memberikan kesempatan lebih lama untuk merasakan kenyang.
Jam di hapeku menunjukkan angka 01.44. Tadinya aku sangat mengantuk. Aku lelah. Benar” lelah. Kondisi yang sangat tepat untuk tidur. Tapi setelah telpon berdering dan mendengarkan suara dari perempuan paruh baya di sebrang sana, kantukku hilang. Setelah telpon terputus, hanya lelah dan pikiran meracau yang tersisa. Bahkan, seorang perempuan dan lelaki yang aku hubungi secara bergantian setelahnya mengisyaratkan bahwa ujian Tuhan kali ini memang berat.
Seorang teman datang mengajakku ngobrol untuk meringankan lelah yang aku terima. Secangkir kopi susu dan beberapa batang rokok menemani obrolan panjang kita. Sembari tertawa tanpa pesona, aku beberapa kali bertukar pesan dengan seseorang perempuan mengharapkan kehangatan dan mengusir lelah ini. Aku tau bahwa itu tak akan berhasil mengusir dengan sempurna. Hanya saja aku yakin, bercerita padanya memudahkanku untuk kembali berpikir apa yang selanjutnya aku lakukan.
Malam semakin larut saat beberapa orang datang silih berganti mengisi jalan” mondar mandir untuk menonton pertandingan 16 besar Liga Champions Eropa antara Juventus dan Fc Porto. Akhirnya, kami memutuskan untuk pulang. Temanku tau aku tidak mungkin bisa segera menghilangkan penat yang sedang hinggap ini. Tapi setidaknya kembali ke kamar dapat menepikan beberapa pikiran kacau yang sedang menggelayuti badan kurus pendek ini. Nyatanya itu benar.
Sesampainya di kamar, aku benar’ tak bisa tidur. Kamar bagiku seakan menjadi gua yang begitu gelap dan tempat keterasingan. Aku bagaikan Soekarno muda yang hari”nya dilewati di penjara. Begitu sunyi. Begitu terasing. Mengharapkan banyak cahaya masuk menyusuri jendela dan memberikan penglihatan. Laptop yang terbuka seakan pasrah untuk aku hakimi di samping tumpukan buku referensi tugas akhirku serta tiga novel Sir Arthur Conan Doyle.
Di tengah keheningan ini, aku masih percaya bahwa Tuhan selalu memiliki rencana bagi hambaNya. Dia pun selalu menempatkan ujian pada orang yang tepat di kondisi yang tepat. Tak mungkin Dia memberikan ujian yang melewati batas kemampuan hambaNya. Tapi rasanya, ujian kali ini terasa hebat bagiku. Walaupun aku tau ini adalah persepsi salah dan harus segera diluruskan. Tolonglah. Aku meyakini bahwa Tuhan selalu menciptakan ujian serta jawabannya secara bersamaan. Tapi kali ini aku sudah melakukan semuanya. Setidaknya aku pikir begitu. Jadi, tolonglah. Aku sangat mengharapkannya.
Selengkapnya...

Sore yang Terasing..
Kegelapan sore ini masih tertimbun oleh semua tirani yang menghalangiku bertemu denganmu. Membuatku semakin buta dibalik kacamata minus yang kukenakan. Bagaimana Kau bisa hadir tanpa mengucapkan sapa yang selalu diharapkan telinga ini. Karena aku yakin suaramu mendendam sunyi yang akan mengacaukan kebisingan siang.
Namamu sudah tak lagi terukir di hatiku. Hanya saja, semua tentangmu sudah menyatu membingkis keelokan Tuhan. Mungkin Kau tak dapat melihatnya, karena itu tersembunyi jauh di dalam. Kau tak mungkin mendengarnya, karena tersimpan jauh di dasar. Kau pernah memaksaku untuk mengatakannya, tapi aku tak sanggup mengeluarkannya walau hanya untuk memperlihatkannya padamu. Lalu aku pernah membisikkannya padamu, namun pendengaranmu mencengkram bingkisan tuhan lainnya.
Ingin sekali aku katakan padamu untuk tak lagi mengejarku. Jangan. Cukupkan langkahmu sampai di ubin merah itu. Jangan lagi mengejarku. Jangan lagi mencariku. Suatu saat nanti aku yang akan menemukanmu. Masih banyak hal yang akan aku persiapkan untuk mendatangimu. Kemudian akan aku pungut Kau ke dasar hatiku tempat yang telah kita persiapkan. Berlarilah. Temui takdirmu yang lain. Berjalanlah. Dapatkan takdirmu yang lain. Namun, sisakan takdir yang terakhir untukku. Aku akan datang menemuimu.
Malam akan segera tiba. Semoga semua keindahan akan dirimu selalu hadir dalam mimpi.
Selengkapnya...
Dibalik Kebisingan Siang..
Siang ini terlalu bising untuk sekedar mendengar suaramu..
Aku tak peduli dengan usaha”ku yang gagal menembus aktifitas memeperoleh honor. Pikiranku meracau menemani dirimu yang entah sedang apa. Karena aku tak lagi dapat menerka langkah kecilmu. Kau sudah semakin jauh mendayuh. Pandanganku terhalang oleh banyak hal. Terutama nafsu yang selalu berkelabat sepanjang hari.
Siang ini terlalu terik untuk sekedar menemukan bayanganmu..
Bagaimana bisa satu kesuksesan selalu datang hanya saat Kau sudah melewati 99 rintangan. Tak banyak yang menanyakannya. Tapi semuanya mengeluhkan hal itu dengan tepat. Aku bahkan mencoba mendikte panorama kota ini dengan matamu. Kau ingat, Kau pernah meminjamkannya padaku. Mata yang sudah lama tak mengerling di hadapanku dengan nakal. Mata itu selalu berhasil menembus pandanganku dalam”. Mata ini juga yang seharusnya menemaniku terpejam saat matahari terlalu kuat bersinar. Kecupan” kecil di mataku pernah meredam ambisiku. Walaupun seringkali mengantarkan pada birahi.
Siang ini terlalu sepi untuk sekedar menanyakan di mana tempatmu berada..
Tuhan menciptakan keberhasilan hanya untuk menemani niat dan usaha yang sungguh kuat. Bukan diam dan mematung atau berbaring tanpa menggerakkan kakinya untuk pagi hari. Mungkin Kau tau saat aku terdiam dan tak bicara padamu, aku sedang mencari di mana dirimu. Dalam hati aku menanyakan itu. Kepala yang berpeluh adalah bukti bahwa Kau sedang dicari olehku. Rambut”ku memeperlihatkan cahayanya karena basah oleh keringat. Benang” hitam kemerahan yang Tuhan tempatkan di kepalau seringkali kering karena sudah tak ada lagi yang mampu menyibaknya dengan halus dan tulus. Kau ingat, Kau sering melakukannya untukku dulu. Dulu sekali. Aku yakin Kau ingat. Karena memoriku masih menyimpan adegan” itu. Kau juga pastinya, kan..?!
Siang ini terlalu biasa untuk sekedar mengingat semua hal tentangmu..
Aku tau bahwa ada kebohongan saat Kau berdoa meminta sesuatu tanpa berusaha mendapatkannya. Itu benar” menggelikan. Einstein, Roger, Rayleight bahkan L pernah kudengar mengucapkannya. Itu tak hanya membohongi dirimu sendiri, tapi Kau juga ikut mendustai kepercayaanmu. Aku percaya bahwa semua hal yang ada di dunia ini memiliki batas. Sama halnya dengan negara. Hanya saja, Indonesia terlalu lemah saat sebagian wilayah perbatasannya banyak diambil negara tetangga. Aku menyukai hingga kini. Aku menyayangimu hingga kini. Sangat. Bahkan kuat sekali. Akan tetapi, aku ingin berhenti mengejar untuk mendengar suaramu, berhenti mengejar untuk menemukan bayanganmu, berhenti untuk menanyakan di mana tempatmu berada dan berhenti untuk mengingat semua hal tentangmu. Karena semuanya terjadi setiap harinya tanpa aku ingin lakukan. Biarkan semua berjalan tanpa aku sengaja mengejarmu. Karena diam”, semua inderaku menujumu. Semoga Kau segera membalas rindu ini..
Selengkapnya...
Just Me, My Self and Holmes II
Kesepian di bulan ini terus berlanjut dan berkelabat dalam setiap detik yang aku lewati. Siang ini juga demikian. Banyak tinta yang aku goreskan dengan semangat menyentuh takdir yang aku harapkan selama hidup. Tintan-tinta ini tak kunjung memberikan kesatuan ide dan isu yang sering aku temukan ketika menemui rindu. Aku tidak menyerah, hanya saja bising yang mendiami kedua istana yang aku tinggali ini membutakan kejelian visual dan memasung bagian penting di kepalaku.
Terik matahari di luar siang ini memaksaku terus berada di dalam ruangan penuh irama sendu. Namun di tengah kesadaran yang menimpaliku saat berbaring, mengajakku bergejelaga di antara obrolan Holmes pada Watson. Dalam kasus ‘Mazarin Stone’, Holmes berucap ‘otak bekerja lebih baik saat perut kosong. Bagian terpenting tubuhku adalah otak, anggota tubuhku yang lain hanya pelengkap.’ Apa yang diucapkan Holmes kembali mengingatkanku pada salah seorang guru yang pernah mampir dalam mengecap pendidikan. Bedanya, ini adalah guru yang lebih agamis dan perfeksionis.
Sesekali dalam setiap harinya, guru ini selalu mengingatkan padaku dan yang lain bahwa shalat adalah tiang agama. Jika diibaratkan manusia, shalat adalah kepala, anggota tubuh paling krusial. Anggota tubuh lainnya bukan tidak penting, tetapi melengkapi aktifitas dan kinerja kepala dan semua isinya. Jadi, saat kepalamu tidak ada bisa dipastikan Kau tak akan hidup. Walaupun sebenarnya seringkali juga teman’ yang lain menyertakan protes bahwa tidak sepenuhnya benar begitu. Karena saat dirimu kehilangan perut, Kau juga akan mati. Terlepas dari itu, ada sebuah sinkronisasi khas yang selalu terbayarkan saat aku mengingat quote klasik ini.
Ketika sebagian hidupku hilang hanya untuk berpikir dan memaksa otakku bekerja lebih giat demi berspekulasi mempraktikkan sebuah konsep yang pernah diajarkan, ada sebuah hal yang aku dapatkan walaupun kebanyakan tersirat. Genangan kreatif yang selalu hadir mencumbu di saat” kritis dapat menenggelamkan keputus asaan yang rutin menggoda. Maka akhirnya, kesadaran akan pentingnya otak ini sangat tepat hadir di awal. Sehingga penggunaan dan pemanfaatannya pun dapat meluaskan sasaran. Seperti yang terjadi sebulan belakangan ini. Karena tak kunjung angkat kaki dari kampus, maka konsekuensinya adalah sesegera mungkin mempekerjakan bagian terpenting ini lebih dari standart jam biasanya. Terutama hal itu sangat dibutuhkan untuk membiayai hidup dan studi.
Selengkapnya...