Rindu Dalam Doa

Hari ini pagi, siang dan soreku menyatu dalam kebisingan. Aku tak bisa menyembunyikan kekesalan yang begitu saja muncul saat aku menemui soreku. Oh, tidak, tapi sore yang menemuiku. Membangunkan tidurku hingga aku merasa pagi dan siang meninggalkan semua keluh kesah yang ingin aku sampaikan.
Aku tidak tau pasti apa yang terjadi pada rindu yang sempat menghantuiku. Seakan musnah tanpa kelakar yang selalu tersembunyi dalam teks keheningan. Seakan hilang tanpa sendu yang selalu membuncah saat pikiranku tak bisa membendung bayangmu hanya dengan berpikir. Seakan senyap tanpa suara yang selalu berbisik lembut di setiap organ dalam tubuhku sampai aku gila. Entah apa yang terjadi. Aku tak bisa menemukan alasan dan jawabannya. Aku hanya bisa merasakan Kau lebih dekat. Sangat dekat. Hingga seakan wajahmu tepat berada di depanku dengan amarah yang membuat cantikmu memuncak.
Kebisingan sore ini semakin menjadi-jadi saat masjid di kompleks tempatku tinggal mengumandangkan adzan pada pukul 16.21. Katanya ada kegiatan pelepasan calon jemaah haji yang dilakukan sedari tadi. Mungkin adzan tersebut untuk menguatkan tekad dan niat mereka sebelum berangkat ke Sukolilo untuk menunggu kloter. Atau jangan” mereka memang baru shalat Ashar. Entahlah, apapun itu semoga kalian diberkahi dan dirahmati Allah. Semoga juga aktifitas hajimu mabrur sepulangnya nanti.
Samar” aku mendengar suara rindumu di sela” kebisingan tadi. Semakin jelas di telingaku saat aku kembali mengingat sebuah kabar dari seorang saudara-yang-aku-pilih semalam. Semacam kabar dan respon baik darimu. Semoga saja begitu. Karena aku tau Kau juga tak bisa menepikan rindu itu. Rindu yang juga mengalir deras dari pandanganmu. Tapi bagaimana mungkin aku bisa mendengar suaramu di tengah kebisingan yang tak sebentar itu. Aku hanya bisa tersenyum dalam kagetku. Apakah itu yang dinamakan rindu suci. Rindu yang tak pernah diungkapkan satu sama lain. Rindu yang memuncak saat keduanya tak saling bertemu, mengirim pesan teks tapi diam” saling mendoakan. Yaahh, akhir” ini aku sering mendengar kalimat itu dari Sudjiwo Tedjo.
Apa Kau melakukan hal yang sama..? Menyelipkan namaku di setiap doamu seperti yang aku lakukan..? Seberkas senyummu selalu hadir saat namamu aku sebut dalam doaku. Menggantikan bayangan senyum wajah lainnya yang aku sebut namanya bergantian.
Sore ini cepat berlalu dan lenyap dalam gelap malam. Aku masih duduk di depan notebook ini menceritakan semua keluh yang tak mungkin aku sampaikan pada lainnya. Tidak juga padamu. Karena sudah lama aku tak mendengar suaramu. Sudah lama sekali Kau sembunyikan dariku. Sudah lama sekali Kau hindarkan suara manjamu itu di telingaku. Sekali lagi, apapun yang terjadi, aku hanya berharap Kau baik” saja menjalani rutinitasmu di sana.

0 komentar:

Posting Komentar