PPKJ; Hari Pertama yang (tak) Menyenangkan..

Tak terasa perjalanan mahasiswa Ilmu Komunikasi 2008 sudah pada fase akhir. Berbagai kegiatan sudah tercatat akan mewarnai masa-masa (seharusnya) senggang di semester ini. Dan tiga mata kuliah telah terdaftar sebagai lirik di akhir lagu yang harus ditempuh. Salah satunya adalah mata kuliah Praktek Produksi.
Mata kuliah ini ditempuh oleh semua konsentrasi yang ada di Jurusan Ilmu Komunikasi; Audio Visual, Jurnalistik & Studi Media dan Public Relation. Sebagai mata kuliah praktek, Praktek Produksi menawarkan kerja keras dalam menempuhnya. Karena tugas akhirnya harus memproduksi karya sesuai konsentrasi secara berkelompok. Kami, Empat Sekawan, juga harus menyelami keangkeran produksi tersebut. Aku, Agus dan Octo bahu membahu di Jurnalistik sebagai satu kelompok, sedangkan Nasich harus berjibaku dengan rekan-rekannya di Audio Visual.
Liputan Hari Pertama
Singkat cerita, kami bertiga tergabung dalam kelompok produksi bersama Angga Rarastya Himawan, Aisyah Nur Ammini, Dessy Kurniawaty dan Silvia Aria Sasmita. Mulanya kami, yang menyebut diri kami dengan IDE ORGANIZER ingin membuat newsletter sebagai tugas akhir. Namun, setelah enam perusahaan menolak dengan alasan yang hampir sama (dana), akhirnya kami bertaruh untuk dapat mengerjakan produksi video siaran berupa features dengan beberapa nama sosok yang kita bidik. Dan akhirnya, dimulailah perjuangan kami di hari pertama.
Aku sebagai sutradara sebenarnya kurang memahami (bahkan bisa dibilang gak tau apa”) tentang memproduksi sebuah video. Tapi aku yakin dengan berkumpulnya orang” misterius macam Agus pemilik otak brillian dengan konsep”nya, Nia dengan imajinasinya, Isha dengan semangat dan gagasannya, Octo dengan skill dan pengalaman phhotografinya, Angga dengan ide” segarnya serta Cipa dengan kemampuan presenter yang tak diragukan lagi, kelompok ini mampu menyelesaikan tugas akhir ini.
Dari hasil survey sebelumnya, hanya dua nama yang memberikan secercah harapan untuk dapat kita liput. Dan pada hari Kamis, 24 November jam 13.30 siang kita berangkat dengan basmalah dari gerbang kampus setelah sehari sebelumnya telah melakukan beberapa koordinasi untuk persiapan liputan perdana ini. Target kita, Hamdani, salah seorang pengurus senior di Griya Baca. Namun kita sempatkan mampir ke Karangploso, tempat seniman sarat karya yang sebelumnya tercatat sebagai alternatif sosok.
Empat motor melaju kencang meninggalkan Landungsari menuju Karangploso melewati Junrejo Batu. Hampir lima belas menit kita lewati deru debu (kayak nama sinetron jaman dulu aje) dan bising motor jalan raya. Karena ketidaktahuan akan kediaman sang seniman, kita berhenti di depan sebuah tempat dengan plang Joglo GK. Cipa yang memiliki ide pergi mencari. Kami berenam berteduh di rindangnya pepohonan dan beberapa menikmati es dawet yang ada di seberang jalan.
Tiba”, satu pesan dari Cipa mengharuskan kita bergerak lagi. Dan di sinilah rentetan musibah dimulai. Motor Isha tak bisa digerakkan, lebih tepatnya mogok. Setengah jam kita berusaha membujuk motor Isha untuk jalan, namun hasilnya tak ada. Akhirnya dengan beberapa keringat yang masih melekat di wajah, kita mencari bengkel untuk motor Isha. Aku yang menaiki motor Isha harus berhenti di tiga bengkel, karena tak semuanya bersedia memperbaiki motor Isha. Dan di bengkel terakhir, sekitar 210 meter dari pemberhentian pertama, motor tersebut singgah untuk direparasi. Huuufftt (gaya anak alay..)..
Sepuluh menit berselang dan setelah memberikan beberapa keterangan, penjaga bengkel menyarankan agar motor Isha ditinggal untuk diperbaiki. “Baiklah. Mari kita lanjutkan perjalanan kita”, ujarku setelah keterangan dari penjaga bengkel tersebut. “Hmm.. Kita ambil motor abiz itu kita…… Hah..?!? Helmku mana..?!?!”, sepertinya ekspresi tersebut cukup menggambarkan wajah asem saat itu. Helm merah kepunyaan sahabatku tertinggal entah di mana. Aku langsung capcus (pake gaya bencis..) bersama Agus untuk mencari jejak” helm bermerk INK yang masih baru itu. Tapi dasar, moment ini sepertinya tepat sekali untuk aku nobatkan sebagai musibah kedua.
Dengan wajah lemas karena belum sarapan sambil mikirin helm ilang, aku lanjutkan perjalanan dengan semua personel. Berharap tak ada lagi musibah yang menimpa akhirnya kita tiba di tujuan utama hari itu; Griya Baca. Kebetulan, Hamdani, sosok yang akan kita wawancarai juga baru saja tiba di Griya Baca dari kampusnya. Dan….wawancara pun dimulai. Tak ada kendala. Berjalan lancar, walaupun beberapa kali penghuni Griya Baca lainnya lalu lalang dan menimbulkan kegaduhan. Usai mewawancarai Hamdani, Cipa langsung kembali ke studio Andalus FM untuk bekerja. Yang lain, masih bertahan hingga matahari terbenam. Di beberapa kesempatan juga, kita sempat berbincang” dengan penghuni Griya Baca seperti Nada (nama yang tak akan dilupakan oleh seorang anggota IDE), Linda dan Nanti.
Sore hari tengah berakhir. Berakhir pula perjumpaan kami dengan teman” baru tersebut hari itu. Kami berenam pulang, menembus senja sambil menikmatinya. Tapi tidddaaaakkk.. Musibah kecil terjadi lagi. Aku dan Agus tersesat. Entah ke mana. Yang pasti bukan arah pulang. Tapi setelah balik lagi pada rute sebelumnya, harapan dan sudut kehidupan kemballi terlihat jelas. Usai mampir di tempat gorengan di perumahan (lupa namanya, Tanya Agus..) elit di Jalan Ijen untuk membeli gorangan yang sangat disukai Agus karena kenikamatannya, kita pulang ke koz... dan istirahat…….
Lelah dan kesal tentunya dirasakan oleh setiap raga personel. Kepenatan yang dirasakan kadang tak berbanding lurus dengan usaha kita seharian. Saat itu kita sadari bahwa kerja keras saja tak cukup untuk menjalani mata kuliah ini. dibutuhkan rasa sabar, tabah dan sedikit percikan serbuk ‘lucky’. Tentunya tanpa mengenyampingkan doa.

1 komentar:

Cheng Prudjung mengatakan...

blogmu ini kid, kayak ditulis/diupdate di bulan desember aj ....

i like your post dude.... :D
#keep blogging

Posting Komentar