Hari ini pagiku datar. Tidak ada senyum, tanpa dahaga, tidak lapar dan terasa hambar. Tatapanku hanya mengarah pada kaca besar di samping meja redaksi yang aku tempati. Langit masih redup dan matahari tak begitu berani keluar dengan terang. Tampak jelas, cahayanya kabur karena terhalang kabut. Entah, semacam ada yang salah dengan bangunku. Padahal tak ada mimpi semalam. Tidurku nyenyak, tidak ada Kamu di dalamnya, tidak seperti hari" sebelumnya.
Hari ini aku ingin berpura" saja. Berpura tersenyum seperti biasanya. Bukan hobiku menyenangkan orang lain. Aku lebih suka bermanfaat bagi orang lain. Mungkin saja tersenyum di depan orang bisa menular. Aku ingin berpura lapar, lalu mencari camilan di bawah agar pandanganku beragam. Tapi aku tak ingin berpura haus. Dudukku yang lama di depan layar komputer akan membahayakan jika tak dibarengi dengan minum yang cukup. Sudah jadi rutinitasku mencari kardus dengan banyak gelas mineral di dalamnya, ngambil dan membawanya ke ruang New Media.
Hari ini aku hanya sedang tak semangat. Selain bernafas dan mengetik berita, aktifitasku hari ini hanya terbatas pada ngunyah, minum, sesekali meniup panas hawa kopi yang aku seruput. Jangan tanya kenapa, aku juga tak tau. Bukan juga karena kekalahan Rossi semalam. Aku tidak begitu peduli. Kalah menang, Rossi tetaplah Rossi, rider idolaku. Sama seperti merindukanmu, tak butuh alasan aku menyukai dan nge-fans Rossi sejak SD dulu. Entah dekat atau jauh secara fisik, aku juga tak tau kenapa tetap merindukanmu. Merindukan obrolan tak penting kita. Merindukan tawa lebar yang kadang tak bisa Kau tahan. Mungkin saya satu"nya pria yang merindu dengan cara seperti ini. Bodoh.
Hari ini aku hanya ingin bercerita melalui teks, untuk mengusir kebosanan. Beberapa pesan masuk hampir aku abaikan. Beberapa diantaranya ngajak nonton Spectre, beberapa yang lain bertanya kapan jam kosong hari ini. Aku membalas yang bertanya, dan merespon yang membutuhkan penjelasan. Lalu kembali menopang sikut di meja dengan tangan terkepal depan wajah. Entah apa yang aku lihat, layar komputer di depanku juga tak begitu menarik untuk dilihat. Memejamkan mata pun sulit, karena aku sudah menekan kantuk sejak semalam. Kemudian mataku beralih pada gelas" plastik kosong dan cangkir berisi kopi di depanku. Aku masih bertanya dalam hening, tempat yang sering aku singgahi saat ruang dengarku mulai penuh dengan omong kosong. 'Apa aku terlalu naif..? Berpikir bahwa ada manusia yang benar" lugu..?'.
Hari ini akhirnya aku memutuskan sesuatu. Aku ingin bepergian ke tempat lain. Tempat yang Sapardi akan ceritakan dalam novelnya 'Hujan di Bulan Juni'. Mungkin akan aku baca saat benar" tak lagi ada yang bisa aku lakukan untuk Androidku yang sedang hank. Atau aku memaksa, membacanya dan membusuk di kamar yang terakhir aku lihat sedang berantakan. Atau aku menyerah, memilih tempat bagus buat menghabiskan tiap lembar novel yang diadaptasi dari kumpulan puisi itu. Asal ada secangkir kopi, gairahku hidup. Untuk meneruskan niat membacanya atau hanya duduk mencorat coret kertas menuliskan namamu.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar