Sudah delapan hari Surabaya diguyur hujan dengan rutin. Setiap hari hujan dan setiap hari deras. Delapan hari itu, Surabaya jadi adem setelah sebelumnya didera panas yang sangat tanpa setetespun hujan. Dua hari pertama dari delapan hari itu, hujan turun saat pagi. Setelah Subuh sampai mengantarku berangkat kerja. Aku tak bisa menolak rezeki ini. Hujan"an berangkat ke kantor. Enam hari berikutnya, hujan turun deras saat petang. Hampir rata di Surabaya, sebagian datang lebih awal hingga petang membenamkan senja, peristiwa yang sudah lama tidak aku dan Kamu lakukan bersama.
Pagi ini adalah hari kesembilan, mungkin seperti hari sebelumnya, Surabaya diguyur hujan saat petang nanti. Meski begitu, Surabaya pagi ini adem sejak Subuh. Mendung agak lama mendiami langit Surabaya. Sampai aku menulis ini pk. 09.30 WIB, mendung masih nampak dan memberikan senyum sumringah di beberapa bibir yang aku temui saat berangkat kerja tadi. Termasuk Rahman, seorang teman yang datang berkunjung dari Banjarmasin sejak Sabtu kemarin. Seharian kemarin, dia heran, cuaca Surabaya tak seperti yang dia kira. Adem dan nyaman seperti saat dirinya tinggal 5 tahun di Jogja dulu.
Pagi hari kesembilan ini, aku kerja lebih pagi. Aku melakukannya karena mendapat teror dari Zaki, seorang teman yang akan melangsungkan resepsi pernikahan petang nanti, waktu yang biasanya hujan sejak enam hari lalu. 'Mim, datang. Beberapa kali ngopi gak bisa, resepsiku harus bisa. Kalo gak, awas'. Teks ini datang bersama sebuah foto undangan pernikahan, dua pekan lalu, sepekan sebelum teror Sarinah terjadi. Mungkin maksud dia agar aku bisa izin lebih awal pada kantor. Aku tak membalasnya, karena undangan ini sudah Ia sampaikan dua bulan lalu, saat aku bersama dia dan teman" lainnya ngopi di kawasan Bendul Merisi. Kami semua mengiyakan, setelah kaget dua detik. Rahman, juga datang jauh dari Banjar karena resepsi ini. Zaki dan Rahman adalah sepasang kekasih. Sori, maksudku, mereka berdua adalah Comanisty yang melanjutkan pendidikan di Jogja. Hanya mereka berdua. Jadi, seolah tidak mungkin Rahman tidak datang ke acara ini.
Seharian kemarin, di hari kedelapan, aku, Izzin dan Lukman kebagian ber-kelanakota menemani Rahman keliling Surabaya. Hampir di semua lokasi yang kita datangi, aku hanya menguap dan mencari tempat duduk untuk bersender dan tidur. Sesekali pesan kopi jika ada atau buka handphone jika sempat. Izzin dan Lukman lebih lama berada di Surabaya, jadi mereka lebih paham tentang tempat asik di Surabaya, yang membuat Rahman rileks, dan membuatku nyaman tidur.
Pagi ini, di hari kesembilan, aku mulai bosan dengan teks yang datang padaku, mengajak, bertanya dan memaksaku cabut dari kota ini. Hampir semuanya mengajak liburan di kotanya dan dua teks diantaranya memintaku untuk pindah kerja. Gresik, Malang, Kediri, Semarang, Bandung, Cianjur dan Jakarta. Hmmm, aku masih ingin menemanimu ke Jogja. Harus tembus. Rencana ini sempat pupus karena Laras akan melakukan umroh di waktu yang sama. Setelah tau travel Laras mengundurkan jadwal, di kepalaku masih ada Jogja sebagai destinasi pertama liburan di kota lain, bersamamu. Setelah itu, aku harus menemui teror lainnya di Malang, sodara" yang sudah lama tak aku jumpai.
Pagi ini, di hari kesembilan, aku suntuk, dipenuhi kantuk dan membusuk. Butuh liburan, butuh hiburan. Bisa saja aku mendapatkannya petang nanti bersama Comanisty lainnya. Tapi aku selalu mendapatkannya saat hujan datang delapan hari ini, dan saat bersamamu.
Hari Kesembilan..
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar