KKN; Benar" Mengobarkan Api Rindu..

Banyak hal yang aku rindukan. Namun yang aku tau, Kau menempati posisi istimewa dalam kerinduan itu. Tak banyak yang bisa aku lakukan untuk Manahan laju kencangnya rindu ini. Tanganku bergetar begitu saja tanpa memperdulikan kayu yang aku pegang. Aku sungguh terpesona dengan ingatan ini. Ingatan yang member kita sejuta alasan untuk saling merindu. Ingatan yang tak pernah ingin menghindar dari otakku. Ingatan yang tentunya akan mempertemukan kita lagi dalam balutan percaya. Ingatan itu tak ingin dan tak akan terhapuskan hanya karena jarak dan kesibukan ini.

Malam ini aku tak ingin meracau..
Walaupun sedang dihantam risau..
Hanya gelak tawa karena senda gurau..
Menemani dingin yang tak kunjung kemarau..

Tak tau kenapa harus rasakan temaram..
Padahal banyak senyum mengitari kelam..

Semakin ingin menjauh dari syahdu..
Melupakan yang pernah dialami sendu..
Tak sadarkah Kau aku merindu..??
Ingin bersua dan menjumpai wajahmu..

Bisakah Kau luangkan waktumu sejenak..??
Sekedar merespon rindu yang terlanjur sesak.. Selengkapnya...

KKN; Kekhawatiran di Tengah Perang Melawan Cuaca..

Hari keempat masih disibukkan dengan berbagai aktifitas mencari matahari. Duingiiin yang melanda tetap tak bisa kompromi dengan tubuh yang agak lunglai karena kantuk yang akut. Jadi mesti diperkuat dengan suplemen berupa sinar matahari.
Beberapa dari kami mencarinya di luar kamar, di teras depan lantai II rumah yang kami tempati. Sebagian yang lain mencarinya di bawah sambil jalan” mengelilingi kampung. Aku memilih yang pertama dengan Chandra, salah seorang teman KKN dari jurusan yang sama denganku. Kami tak hanya mencari matahari untuk menghangatkan tubuh, tapi kami juga mencari matahari untuk background foto. Maklum, Chandra anak AV dan kami berdua sama” menyukai fotografi sebagai sesama anak Ilmu Komunikasi.
Tak kunjung menemukan spot yang tepat, akhirnya aku berpindah ke dalam kamar. Sedangkan Chandra masih mencari-cari tempat yang pas untuk background foto dengan kawan KKN yang lain.
Sesaat kemudian, ada sebuah pesan masuk begitu saja dan memenuhi inbox Hapeku. Aku lihat, tertera nama Mb’ Happy. Nama salah seorang perempuan yang setahun belakangan ini menjadi teman. Mb’ Happy adalah Ketum KOHATI Cab. Malang saat ini. Aku hanya tersenyum dan mengernyitkan dahi saat pesannya aku baca. Tapi, pesan” selanjutnya membuat aku memicingkan mata dengan kekhawatiran yang tak biasa. Ini soal Rara, Rumput LiaRKu..
Ternyata oknum BPL Djogja yang sering disebutkan oleh Mb’ Happy dan Aniez kini telah berkenalan dengan Rara. Sesaat aku membayangkan bahwa tu anak berjabat tangan dengan Rara. Aseemmm.. Tapi pesan Mb’ Happy selanjutnya dapat menenangkan aku. Aku juga tak begitu risau sampai akhirnya Bang Seno, salah seorang senior Badko Jateng mengirimkan pesan mengingatkan seperti yang dilakukan Mb’ Happy padaku.
Tak butuh waktu lama untuk aku pencet beberapa tombol di ponselku buat memastikan pulsa yang tersisa.
“Assalamu’alaikum Sai. Sedang belajar kah..?? Sudah sarapan..??”, dua pertanyaanku lengsung membrondong panggilan yang Rara terima.
“Wa’alaikumussalam. Udah, baru saja. Sekarang lagi belajar. Kenapa Nyonk..?? Tumben nelpon..?? Biasanya selalu sibuk..?!”, jawabnya ketus.
“Hmmm.. Aku mendapat banyak laporan dari beberapa orang. Hmm.. Ada yang aku khawatirkan aja sich. Lukman (nama oknum brengsek BPL Cab. Djogja) kemaren sms Mb’ Happy kalo dia uda kenalan sama Kamu. Kamu tau kan yang aku khawatirkan..??”, penjelasanku langsung mengejar kelakar ketidak peduliannya.
“Iya. tapi gak kok NyonK. Orangnya biasa aja. Baik kok. Lagian jelek juga”, jawab Rara sekenanya.
“Jangan nilai seseorang hanya dari luarnya. Sudah ada fakta kalo dia bajingan”,
“Iya, aku ngerti. Tapi menurutku tu orang biasa aja. Jelek juga”,
“Emang kalo cakep, kamu tertarik..??”,
“Hahahaha.. Gak gak. Jangan berlebihan gitu donk NyonK. Gak mungkin lah”, jawabannya sedikit memberikan hiburan.
“Hmmmm.. Yauda, belajar. Siapin buat screening ya Sai. Ntar lagi ada kegiatan ini aku. Assalamu’alaikum”,
“He’em. Wa’alaikumussalam”,
Tak benar jika kita terlalu khawatir akan sesuatu yang tak pernah kita tau secara pasti kondisinya. Karena rasa ‘percaya’ adalah senjata penghubung yang akan menguatkan cintamu saat kekasihmu sedang berada dalam kejauhan. Tetapi, untuk menghadapi faktor lain yang menjadi noise eksternal tak cukup hanya mengandalkan rasa ‘percaya’.
Selengkapnya...

KKN; Perjalanan Memulai yang Konyol..

Kuliah Kerja Nyata, satu kegiatan kuliah yang sangat menguras pikiran di awal. Walaupun kadang menghadirkan tawa, tapi sangat melelahkan. Lelah yang tak biasa dialami oleh anggota biasa. Lelah yang harusnya tak terjadi jika kesadaran posisi dirasakan semuanya. Tapi inilah hidup, kerelaan me-lelah-kan diri untuk saling megisi ataupun memahami lainnya.
Pagi masih menampakkan kegetiran yang dirasakan langit. Cuaca semakin gak jelas dengan badai sedikit mirip Katrina. Setelah senang bercampur sedih melihat Rumput LiaRKu sedikit layu karena masalah keluarga dan beasiswaku yang sudah cair, aku harus bahu membahu bersama Aniez (HMI-Wati FE UMM sekaligus soulmate KKN) berjibaku menghadapi angin kenceng di perjalanan.
Usai mempersiapkan semuanya, kami berangkat melumpuhkan Landungsari yang saat itu sedang dicabut listriknya. Rinai hujan datang perlahan menghampiri perjalanan kami yang saat itu dipimpin Anis. Kami juga sempat berhenti di pom bensin untuk mengisi bensin (ya iyalah, masak ngisi aer). Beberapa ratus meter setelahnya, Anis yang sedari berangkat sudah mengenakan jas hujan menyarankan aku memakai jas hujan satu lagi yang ada di jok motornya. Dan sepertinya saran itu tepat, karena hujan kali ini tak turun satu persatu seperti di awal. Jadilah kami seperti guru olahraga dan batman nyasar.
Sesampainya di Batu, kami semakin dibredel oleh badai. Kami cukup kuat menahannya. Hanya saja, kekuatan itu seakan sirna di Songgoriti. Kami sempat berpindah tempat beberapa centimeter alias terbang.
“Aniissss..”, teriakku dengan suara kecil (bingung kan..?!!).
“Kiiidddd. Hahahahaha..”, ketawanya langsung muncul tanpa rasa takut.
“Aniss, mantaabb yang tadi. Hahahaha..”, aku ikutan ketawa karena emang lucu.
“Kid, fokus Kid. Hahahaha..”, ketawanya lagi.
“Mau diganti ta Aniss..??”, tawarku.
“Gak usah Kid. Cuma gitu aja”, jawab Anis sekenanya.
Sumpah, itu adalah kejadian memalukan bagiku. Gila, kami ringan banget cuii. Padahal barang yang kami bawa cukup banyak dan berat. Sementara Anis fokus pada perjalanan kami, aku tertawa dalam hati dan akhirnya aku keluarkan karena gak tahan. Maaf Anis, tapi beneran lucu. Hahahaha..
Perjalanan kami lebih berat saat hujan mulai deras dan angin lebih kencang menurunkan pasukannya hingga hawa dinginnya menembus helm yang kami kenakan. Songgoriti telah kami masuki. Rute jalan ini direkomendasikan Pak Iphul (ini Pak Syaiful atau Dian sebenarnya..??) karena lebih gampang dan dekat dariapada rute payung. Jalan yang menanjak benar” membuat kami khawatir satu sama lain. Tapi dengan gaya macho yang ditunjukkan Anis dalam mengemudi sepeda motor, kami sampai pada ujung jalan di kawasan Pujon (entah apa nama desanya..). Mulai dari sini, aku yang nyetir. Namun kami masih berhenti sejenak untuk bernafas dan memberikan rehat bagi tubuh kami yang sudah melakukan perjalanan tak biasa ini.
Kami sudah terbiasa hidup dalam tekanan sebenarnya. Sering banget kami melakukan aktifitas tak biasa yang sangat melelahkan. Hanya saja, jika harus menghadapi badai dengan kondisi seperti ini, sepertinya baru kami rasakan sekarang. Sehari sebelumnya saja, kami pulang pergi ke Kepanjen dengan tenaga minim karena abis keliling kampus nganterin undangan. Oke, kembali lagi pada cerita perjalanan kami. Anis masih menggerakkan badannya, kepala dan tangannya yang sedari tadi menahan dingin yang amat sangat. Wuihh.. Kami benar” menggunakan waktu sejenak ini dengan baik.
Setelah semenit istirahat, kami lanjutkan perjalanan ini dengan sangat hati”. Benar” hati”. Kami berjalan pelan tanpa suara (mana bisa bego’..??!!).
“Aniss, kita pelan” aja ya. Udah deket gini”, pintaku.
“Iya Kid. Kalau mau terbang lagi sich gapapa cepet”. Hahaha..”, ujar Anis.
Maunya sich sebenarnya cepat agar segera sampai pada tujuan dan terhindar dari cuaca ini. Tapi sepertinya tak mungkin. Cuaca semakin menghantam bertubi-tubi tanpa ampun. Kami sudah memasuki Pujon, beberapa kilometer harusnya sudah sampai. Tapi kami (aku sich sebenarnya) melakukan kekonyolan yang tak harusnya terjadi. Kami kesasar. Maklum, aku sekali saja ke Desa Ngroto. Jadi tak mungkin langsung bisa apal. Hahaha.. Tapi dengan sedikit ingatan yang sempat tertinggal tentang Desa Ngroto, aku berhasil menemui teman” KKN. Uaseemm..
Kedatangan kami pas banget dengan waktu makan. Kebetulan kami belum makan, dan aku sangat luaper cuii..
Teringat pesan beberapa teman bahwa pengalaman tak bisa dibagi, karena hanya kita yang bisa merasakannya. Tak peduli baik atau tidak, pengalaman tetap menjadi barang berharga yang bisa Kau ubah menjadi hikmah atau pelajaran untuk memastikan langkah menapaki jalan selanjutnya. Tetapi, jika pengalamannya kekonyolan seperti terbang dengan sepeda motor karena angin kenceng sepertinya pengen banget bisa dibagi. Bukan begitu Aniez..?!? Hahaha..
Selengkapnya...

Cerita Cinta; Maaf atas Kebencian yang Kau Alami..

Mungkin saat ini Kau ingin mengatakan padaku untuk pergi. Banyak yang Kau tau dariku kini. Dan Kau tak ingin aku datang lagi. Kau tak inginkan aku kembali. Kau telah menyimpan semua opini. Mengubahnya menjadi benci.
Tak pernah aku lakukan semua yang Kau benci dariku dengan hati. Bagimu percuma saja kini untuk mengobati. Sakit hati yang Kau derita sepertinya tak cukup terobati satu, dua atau tiga hari. Tak ingin aku sampaikan caci, apalagi maki.
Aku tak tau jika harus begini. Cintamu terasa telah pergi. Kadang kurasakan senyummu untukku seakan mati. Tak pernah terpikir ini yang akan aku beri. Kecewa yang selalu Kau rasakan kini. Bahkan perih, lelah lahir batin Kau hadapi dariku berkali-kali. Dan Kau hadapi sendiri. Karena seringkali tak aku tepati janji.
Maaf, aku tak ingin sekali Kau pergi. Kau selalu menjadi malaikat di hati. Walaupun sering aku ingkari. Tapi ingatlah selalu ini. Cintaku padamu sampai mati. Selengkapnya...

Cerita Cinta; Menghalau Prasangka..


Tak pernah terlintas dalam benakku untuk menjadi egois dan pemarah. Hanya saja kedua hal yang ditakutkan dalam sebuah hubungan tersebut secara spontan sering terjadi padaku. Marah tanpa pikir panjang karena lakumu yang tak baik padaku atau egois tanpa mempedulikanmu beberapa kali menjadi teman belakangan ini.
Aku tak pernah menginginkan itu. Aku yakin Kau juga tak inginkan itu. Kita berdua tak pernah menginginkan itu. Tapi harus kita sadari di balik segala keegoisan kita, kedua hal itu pasti ada di hubungan mana pun dan siapa pun. Tak ada dan tak akan pernah ada hubungan tanpa kedua hal itu. Bukan sebuah apalogi, tapi kenyataan yang harus Kau dan aku tau. Selebihnya, aku akui sebagai kesalahanku.
Bagaimanapun aku tak ingin ada hal” yang merusak atau hanya sekedar merenggangkan hubungan kita berdua. Aku yakin Kau juga. Saat ini cinta dan rinduku beradu satu padamu. Walaupun aku tak yakin apakah kini aku masih ada dalam mimpimu. Telah banyak kekecewaan yang Kau terima dariku selama dua tahun ini. Beberapa bagimu tak bisa dimaafkan dan beberapa lagi telah usang untuk dimaafkan. Meminta maaf pun kadang tak menyelesaikan masalah. Hanya lagu sedih yang terlihat sehingga mendung menyelimuti langit.
Menyedihkan jika aku membela diri dengan mengungkapkan semua yang aku korbankan dan aku relakan pergi demi Kau. Demi selalu melihat senyum manismu untuk setiap pagiku. Demi mendengar sebutan sayangmu saat aku kebingungan menyapa simfoni hitam. Demi kehadiranmu di sisiku untuk membangkitkan gairah hidupku. Demi sentuhan tanganmu saat aku mulai kehilangan arah menghadapi dunia yang membelenggu. Demi laku yang Kau tujukan padaku saat Kau ingin dimanja. Dan demi hati, sayang dan cintamu yang tak pernah ingin aku hentikan untuk mengaliri sanitasi hatiku.
Jenuh kadang silih bergantian hinggap di pundakku dan di pelukanmu. Namun, selalu ingat ini, itu hanya sementara. Karena Kau adalah cinta dan kasihku. Kau rindu dan dawai hari-hariku. Kau pesona dalam setiap puisi yang aku goreskan. Tak pernah berubah. Sampai kapan pun.
Selengkapnya...

Cerita Cinta; Mom, Rindu Ini Hanya Untukmu..

Beraktifitas seharian membuatku sore tadi harus istirahat dengan nyenyak. Apalagi ini tentang PPKJ, mata kuliah yang benar” menghabiskan tenaga. Bangun tidur, tersadar satu hal yang belum aku rasakan dan ingin sekali aku alami hari ini sebelum malam mangakhiri kebekuan bulan; menyapa ibuku. Sangat ironis saat di hari terspesial bagi seorang Ibu ini kuucapkan selamat pada Rara dan setiap teman perempuanku yang nantinya akan menyandang status ibu tapi pada ibuku belum. Bahkan untuk menyapanya lewat sms saja belum. Celaka..
Aku merindukannya. Aku baru sadari bahwa Ibuku adalah perempuan pertama yang aku rindukan. Ibu, bagaimana aku bisa melupakan moment itu..? Melupakan moment untuk menyapamu. Melupakan untuk mendendangkan lagu cinta dan kasih sayang buatmu. Melupakan sentuh halusmu yang selalu mampu meruntuhkan emosi dalam diriku. Melupakan untuk mendengar suaramu.

Ibu Ibu Ibu..
Keindahan hari ini untuk Ibu..
Kesejukan ini untuk pemilik rindu..
Tak akan ada syahdu.. Dan tak ingin hadirkan sendu..

Ibu Ibu Ibu..
Kerinduan ini tak ingin berlalu..
Ingin aku bingkai bersama langit biru..
Tak ingin menanamkan bayang semu.. Karena Ibu masih memiliki aku..

Ibu Ibu Ibu..
Senja ini tampak sangat malu..
Senyummu mengobati semua pilu..
Menepis semua ragu.. Dan terpesona dengan laku agungmu..

Ibu Ibu Ibu..
Akusayangdancintakamubertubitubitanpaspasi..
Selengkapnya...

PPKJ; Hari Kedua Liputan yang Sial (buatKu)..

Tersenyum, tertawa, gembira dan melakukan kekonyolan adalah item yang harusnya ada di sore hari saat liputan hari kedua ini. Karena kegiatan kita hari itu lebih fun dibanding hari pertama lalu. Membingkai kegiatan” mereka (anak” jalan Griya Baca) di alun”; belajar, bermain dan bernyanyi. Namun,… (Kita simpan dulu…)
Sabtu. Hari kedua liputan. Jam 14.00 harusnya team IDE sudah berkumpul di gerbang utama kampus III. Tapi sampai jam 14.30, hanya dua biji hombreng yang nongol dan memilih enjoy di Warung Kopi Ka’ Imoet. Dengan tekad yang gak bulat, aku dan Octo berangkat ke Alun” Kota meninggalkan Landungsari yang saat itu dipenuhi dedaunan jatuh mirip suasana di drama” Korea.
Setengah jam perjalanan kami tempuh lantaran macet yang berlebihan sepanjang Jalan Raya Dinoyo dan Jalan Gajayana. Sempat beberapa kali berhenti karena traffick lamp sedang marah dengan menyalakan merahnya. Dan aku pikir ngebut bukan ide yang bagus.
Sesampainya di Alun” Kota, 3 pesan masuk di inbox hapeQ. Agus yang kelelahan karena aktifitas SINDEN-nya di Batu sedang menuju ke TKP. Begitu juga Cipa yang telah menyelesaikan interview ‘newbies’ di tempat kerjanya serta Isha yang telah menyudahi pekerjaan rumahnya beradu dengan teriknya senja menuju ke lokasi. Sambil menunggu mereka, aku dan Octo berkeliling menyertai tambun yang bertalu meramaikan seputar kolam alun”.
Mereka tiba. Senang rasanya bisa kembali menghirup udara sore Alun” yang biasanya kuhirup bersama seseorang. Beberapa pedagang mulai bersuara menawarkan jualannya pada setiap raga yang lewat di depan, samping kanan maupun kirinya. Teriakan anak kecil karena bahagia bermain bersama keluarganya memenuhi pendengaranku. Sementara Octo dan Agus masih bermain dengan kameranya, aku sempatkan menyapa beberapa burung dara yang biasa temani kebersamaanku bersama seseorang.
Sekawanan penjahat, eh bukan, anak” kecil maksudnya sedang tampak di pinggir alun” depan Kantor Pos Malang, objek kita sore ini. Sekitar 20 anak berrsama pemuda dan pemudi dengan balutan jas almamater biru sedang asyik merangkai batangan kayu yang biasa dipakai sebagai wadah es krim. Terlihat di bagian dadanya terdapat logo UB. Dan kami berhasil membingkis keceriaan itu dengan sempurna. Sempurna karena sore itu begitu sejuk. Sempurna karena kami dapat mewawancarai tiga anak perempuan di antara mereka. Sempurna karena kami dapat menyaksikan mereka menyanyikan beberapa lagu dengan tarian. Sempurna karena kami masih bisa duduk santai menikmati senja berempat karena Octo pulang.
Sore itu menyisakan aku, Agus, Mita dan Isha untuk bercengkrama di sekitar kolam yang dipenuhi pengunjung lainnya. Sore yang dirindukan setiap manusia dengan keindahan asa, rasa dan karsa-nya. Kami sempatkan berfoto-foto. Kami bergantian berpose. Pose-pose yang nyeleneh, sok cool dan tentunya yang paling banyak membuang memory adalah Agus; karena tu makhluk yang paling banyak minta difoto.
Setelah koordianasi sedikit, kami langsung pulang. Kebetulan, tempat parkir Agus dan Cipa berbeda dengan kami (aku dan Isha). Sesampainya di tempat motorku, aku yang saat itu tengah risau (gak mau pake kata ‘galau’), terkejut dengan kenyataan bahwa kunci motorku kagak ada. Seluruh isi tas telah aku keluarkan. Dan tak hanya sekali, empat kali aku melakukan ritual bongkar tas dengan taringku, maaf, tanganku aku lakukan. Hasilnya, nihil. Tiba” seorang perempuan menghampiri tempatku dan beratanya, “Kid, ada pisau..?”, Oh bukan. “Kid, ada apa..? Ada yang ketinggalan..? Atau ada yang hilang..?”, Isha, temenku bertanya. “Iya, kunciku ketinggalan. Hilang lebih tepatnya. Apa kau melihatnya sejak kita di sana tadi..?”, jawabku dengan pertanyaan di ujungnya.
Tanpa pikir panjang, Isha mengajak aku untuk mencari jejak kunci motorku ke pusat alun”. Gila. Mana mungkin ketemu. Tapi kita berangkat. Mencari. Asyiikkk.. Hasilnya, tetap nihil. Dua kali putaran kaita lakukan. Tak ada. Aku kalut, risau (sekali lagi, aku gak mau make kata ‘galau’), terpojok sendirian di kamar seperti semua menghimpitku. Aku membayangkan apa jadinya aku mendorong motor itu dari alun” sampe Landungsari. Aku membayangkan gimana reaksi temenku yang punya mengetahui hal ini. Aku membayangkan rawon yang ada di pinggir jalan gajayana, eh maaf, yang ini gak termasuk.
Tiba” aku berinisiatif untuk mengadukan kehilangan ini pada tukang parkir. Dengan raut wajah menyeramkan ala preman, sang Jukir menjawab “Oo.. Init a Mas..?”, tu orang menjawab dengan kunci motorku di tangannya. Haaaa.. Aseeemmm.. “Makasih banyak Pak”, namun ucapan itu buru” dibalas oleh sang Jukir; “Beliin rokok seikhlasmu Mas”, haha, asem ni orang. Dengan muka bego’ aku yang hanya membawa duit 12.000 pergi ke toko di pojok alun”. Aku bawakan sebungkus rokok Uno Mild yang harganya lebih mahal dari toko” biasanya itu. Bersamaan dengan berlalunya Isha dari Alun”, aku pun melaju dengan kecepatan standart. Dalam perjalanan, aku hanya tersenyum mengingat kesialan PPKJ ternyata masih berlanjut.
Haha.. Begitu banyak yang sudah terjadi sore itu. Aku hanya berpikir, bahwa masih banyak posisi yang lebih bawah dari kita. Masih banyak yang lebih membutuhkan dari kita. Bersyukur harus tetap kita lakukan dengan kondisi apapun itu. Dan mestinya kita harus kembali mengingat bahwa ber-empati kadang menjadi keharusan di saat simpati saja tak cukup. Selengkapnya...