Aku mengurung diriku layaknya seorang pendosa yang sadar akan kejahatannya. Menyeka setiap kejadian hanya untuk diri sendiri. Menengadahkan tangan untuk para korban yang ada di Oklahoma City USA karena terjangan badai tornado. Kemudian kembali memalingkan wajah dari senyum manismu yang masih menggelayuti mata dan pikiranku. Hanya saja, Tuhan masih sangat baik padaku dengan tidak menyesakkan udara yang aku hirup. Jika itu terjadi, aku akan kehilangan moment untuk bertemu denganmu lagi suatu saat nanti. Dan aku tidak ingin itu terjadi. Sungguh.
Aku sudah terlanjur mengikat rinduku padamu. Pada setiap detik ingatan tentang wajah dan gerakmu. Ini bukan prosa tanpa objek seperti yang lalu”, tapi ini adalah tulisan rindu yang aku sampaikan padamu dan berharap Kau baca. Jika tidak, aku akan simpan rindu ini hingga Kau datang di pelupuk mataku dengan senyum itu. Entahlah. Aku tidak ingat apa” tentangmu selain senyum dan wajah manismu itu. Gayamu yang anggun dan mempesona setiap pandangan tak sengajaku padamu. Kemudian cara berpikirmu yang smart hingga aku tak sanggup mendera keramaian akan suaramu di pikiranku.
Semoga Kau mampu menjadi Khaylilla bagiku. Aku berharap Kau tumbuh besar dan mengajarkan dunia tentang berbagi. Aku berharap suat saat nanti Kau menjadi pemimpin dan memberikan pada setiap manusia lainnya hak bebas dari rasa takut serta rasa tertindas. Seperti Khaylilla juga, Kau juga nanti akan mengajarkan anak kita berbagi dan memberi lebih dari apa yang kita lakukan saat ini. Maka saat itu Kau akan mendengarkan Khaylilla Song dariku.
Hujan tak lagi mampir di Surabaya pagi ini. Semilir angin dan dingin yang aku rasakan tak lagi dari cuaca di balik jendela yang aku buka. Hembusan udara kencang ini dari kipas angin yang aku nyalakan untuk mengusir setiap keresahan karena jauh darimu. Kau mungkin tak sadari bahwa kerinduan ini hanya milikmu. Aku tak tau pada siapa rindumu Kau arahkan. Tapi jika nanti Kau ingin melepaskan rindumu, aku berharap kedua rindu ini bertemu di persimpangan jalan tak lagi terpisah.
Sudah lama sekali aku tak mendengar kabarmu. Bahkan mencuri pandang senyummu saja aku tak sempat. Kita terpisah jauh. Aku tak ingin merasakan rindu ini sendiri. Rindu ini terasa indah apalagi jika Kau hadir di sini. Sayangnya, rindu ini membelenggu langkahku untuk menemukanmu dan menghalangi pendengaranku untuk tau kabarmu. Rindu ini semakin kacau dengan abstraksi direksi rindumu.
Aku hanya seorang pendosa yang tak sanggup melampiaskan rindu ini padamu. Menemuimu. Atau setidaknya mengatakannya padamu. Apalagi mengungkapkan sesuatu di balik rindu ini. Tak pernah aku menyangka sejauh ini langkahku. Aku juga tak pernah mengira akan sedalam ini aku menderita karena rindu ini. Rindu ini terlalu menyakitkan. Rindu ini bahkan menjelma menjadi kegilaan. Menjadi ketidakwajaran. Menjadi duri yang dipenuhi harapan kosong. Rinduku padamu layaknya drugs.
Akulah Pendosa Rindu Itu..
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar