Pagi ini tak lagi menghangatkan Milo yang aku seduh. Mendekam atap kamarku yang hanya berisi lemari dan kasur. Atau hanya sekedar menyapa hujan di luar jendela. Pagi ini terasa hambar akibat gemuruh emosi semalam. Emosi yang harusnya tak aku terima saat aku lebih tegang menyaksikan Indonesia sama agresifnya menyerang pertahanan Belanda. Emosi yang menhentikan gelak tawaku sesaat dan kembali menghanyutkan diri di depan layar sialan yang membuat mataku kurang tajam dan iritasi.
Komposisi lagu Dark Paradise dari Lana Del Rey masih mengalun lembut mengitari setiap denyut sel di otakku saat tulisan ini diketik. Pagiku tak selalu dihantam dengan kabar baik. Menyergap kesunyian dan hanya menyisakan kepasrahan untuk tetap menjalankan atifitas seadanya. Namun kadang menelan semua senyum dan mengecilkan kicauan burung yang menyeka hening di sela-sela jendela kamarku.
Hawa panas Surabaya sedikit aku rasakan saat jarum kecil jam dinding di kamarku menunjukkan angka 11. Aku tak ingin lekas bergegas mendera kebusukan udara yang aku hirup di luar sana. Aku masih ingin merasakan nikmatnya alunan New Perspective-nya Panic! at The Disco yang meramaikan komposisi setelahnya dari Mika; Relax, Take It Easy. Menyendiri karena malam yang menghimpit kesadaran dan mengunci setiap neuron di satu titik bukan gayaku. Tapi himpitan itu berlanjut dan dengan buas menyempitkan spasi siang serta membuang beberapa helai kerlingan mata yang biasa aku terima.
Bahkan adzan Dhuhur pun serasa enggan masuk dan menjejali kamarku. Sungguh sial. Aku tak bisa lagi menuliskan apa yang ada di kepalaku saat ini. Semuanya terasa remuk hanya karena beberapa pesan panjang semalam yang menyesaki inbox hape dan kepalaku. Itu benar” mengganggu. Semacam shock therapy yang sangat kejam. Membuat aku dan tubuhku linglung untuk sesaat. Membuat 2 mesin pendingin yang menempel di dinding kantor serasa tak bekerja. Keringat, perlahan aku rasakan membasahi kulit kepalaku dengan sedikit hembusan angin.
Entahlah. Aku tak lagi ingin mengingatnya. Rasanya gatal dan merobek kejelian yang aku miliki. Keangkuhanku mengecil sehingga tanganku tak lagi bisa bekerja. Sial. Padahal aku percaya Tuhan meletakkan semua daya otakku di anggota tubuh ini. Saat” seperti ini aku ingin wajahmu hadir menhentikan kerisauan.
Siang Ini..
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar