Terlalu banyak rindu yang berkelabat malam ini. Semuanya melintas tanpa ketukan. Semuanya hadir dengan rima yang tak sejalan. Semuanya mendikte sendu untuk segera menepi. Membelenggu keinginan untuk tetap berdiri. Tapi aku terbaring tanpa perisai. Meringkih letih dan tertatih lunglai.
Hujan sudah membasahi Surabaya sejak sore. Aku sengaja berada di kamar untuk tak lagi melihatnya. Melihat hujan yang akan meluruhkan kesehatanmu. Aku tak mampu beranjak seperti sebelumnya. Aku hanya bisa tersenyum dengan angkuh. Menahan sakit yang tertanam dalam di kepalaku.
Hari ini bahkan aku tak mampu beraktifitas seperti biasa. Aku terkapar sakit di kamar ini. Kamar yang penuh dengan sembilu. Kamar yang tak lagi mampu menahan sandaran keringatku. Aku hanya ingat bagaimana sialnya hari ini. Aku hanya bisa memaki bagaimana sesalnya hari ini. Aku bahkan tak bisa mendiskripsikan perlawananku selama 28jam terakhir melawan sakit ini. Sial..
Malam itu sekali lagi aku melihatmu. Sangat dekat hingga aku bisa menyentuhmu jika aku mau. Ingin sekali aku menggenggam tanganmu dan mengusir dingin yang membungkusnya. Tapi seperti biasa, aku hanya mampu melihatmu dengan hati. Aku tak bisa menggunakan indera lainnya. Bahkan hanya untuk menyapamu aku tak sanggup. Sial, apa hati ini sudah menempatkanmu dalam posisi istimewa hingga begini saja aku butuh keberanian yang sangat banyak..?!
Malam itu aku bisa mendengarkanmu dengan jelas. Meskipun suaramu samar dan berbisik, tapi angin dan pekat malam itu dengan terarah mengantarkannya pada pendengaranku. Bagaimana tidak, kau begitu dekat. Sangat dekat. Aku tak hanya bisa memandangimu, tapi aku juga mampu merasakan getarmu. Tapi entahlah, cerita ini tak lagi sama meski semuanya masih normal seperti dulu.
Malam itu, waktu yang telah kita lalui dengan seksama. Satu”nya yang mempertemukan kita adalah kebodohan. Bukan rindu bukan pula syahdu. Bullshit dengan keduanya. Kebodohan karena aku terlalu lama meracuni diriku sendiri dengan namamu. Kebodohan karena aku menganggap dirimu akan selalu berada di tempat yang Kau pijak kini. Kebodohan karena aku selalu berusaha menahan haru dan rindu ini dalam dekapan. dan kebodohan” lainnya yang mungkin Kau lebih banyak tau.
Malam itu adalah cerita yang tak akan pernah lagi terulang saat kita bertemu di kemudian hari. Aku masih ingin meluluhkan kerasnya dinding hatiku sendiri. Aku harus mampu melihatmu saat berdiri. Aku tidak ingin terus berlari. Aku hanya tidak ingin bersandar dan menepi. Aku lelah jika harus terus bersembunyi. Aku selalu berusaha mengusir sepi. Tapi sekuat apapun aku berusaha, senyummu selalu mengikuti.
Malam itu semuanya hampir terungkap menyibakkan tirai. Semua yang tak terlihat. Semua yang tersembunyi. Semua yang hampir membuatku gila. Semua yang pernah dan sedang membuatku teraniaya sepi. Semua denting yang hanya aku, kamu dan biru malam ini yang tau. Semuanya melebur dan tak lagi memperlihatkan bekas luka yang selalu Kau bicarakan.
Sakit, Kamu dan Malam Itu..
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar