Malam ini semuanya berlalu terlalu biasa. Bahkan sapaanku melewatimu tanpa terasa. Aneh, tapi itulah yang terjadi saat tadi hujan reda. Semuanya biasa. Aku sudah tak lagi bisa membuatmu tertawa. Seperti lupa caranya. Seperti tak lagi bisa. Semuanya seakan tak sama. Bukan aku lupa. Tapi aku tak bisa menghadirkan tawa. Tawamu yang biasa. Tawa yang sering Kau seunggingkan saat aku melempar canda. Semuanya berlalu biasa. Ya, terlalu biasa.
Senyum itu. Senyum yang dulu tergantung di dinding langit kamarku sungguh berarti. Kini seakan tiada artinya. Senyum itu. Senyum itu gemanya telah hilang dalam ruang. Tapi masih aku ingat senyum itu. Senyum yang lebih lebar, lebih lepas di bulan ini tahun lalu. Bulan Desember.
Mungkin sudah waktunya aku bebas. Bebas dari semua ingatan. Bebas dari kenangan. Semua yang membekas tanpa cerita. Semua yang tertinggal tanpa ada perubahan. Mungkin benar apa yang Kau perbuat. Kau harus segera beranjak dari tempatmu saat ini. Berdiri sendiri dalam hening malamku. Terus menerus meninggalkan jejak dari penglihatanku. Mengintip ke arahku dan memenuhi hampir semua pandanganku.
Sudah lama sekali aku ucapkan selamat tinggal pada senyum itu. Tekadku sudah lama aku kumpulkan untuk tak lagi melihat ke arahmu. Tapi apa dayaku. Kau selalu muncul. Bukan salahmu. Karena kemunculanmu tak pernah aku duga. Kau hadir begitu saja dalam kepala tanpa aku mau. Bahkan aku dapat melihat setiap senti senyummu. Senyum yang membelah batas kegialaanku. Senyum yang tak bisa menghentikan kerinduanku. Dan sayangnya itulah alasan aku pergi dan kini Kau harus juga pergi. Atau lebih tepatnya, Kau harus menghilang jauh dariku. Ah tidak adil. Harusnya aku yang memindahkan semua tentangmu.
Jika Kau tau, Kau adalah satu”nya alasanku malam itu untuk tersenyum. Seperti aku katakan Kau sungguh dekat malam itu. Bahkan aku bisa menyentuhmu jika aku mau. Tapi aku hanya membiarkan pendengaranku mendengarkan bisikmu. Bisik dengan senyum yang membungkusnya. Apa jadinya jika senyum itu Kau buka dan membiarkanku melihatnya..? Tapi aku. Aku yang selalu membuang dan mengalihkan pandangku. Walaupun beberapa kali aku menyebut namamu dengan sengaja. Sengaja agar aku mendengar suara lembutmu. Tapi itulah jadinya, Kau menjawab lirih tanpa pandangan tajam yang biasa aku lihat.
Malam ini sama saja dengan malam itu. Hampa seperti lubang yang sekarang bersarang di diriku. Seperti tidak pernah, sedang dan akan terjadi apa" di antara kita. Antara aku dan kamu. Antara hati yang tertutup kesunyian. Kesunyian yang lebih banyak menjadi temanmu. Teman yang selalu bisa membuatku cemburu. Cemburu untuk berada di posisi itu. Posisi yang ingin aku tempati. Bisa mendengarkanmu. Bisa memberikanmu semangat itu. Bisa memberikan semua yang ingin aku balas padamu. Bisa memberikan warna lain seperti Kau mengenalkan lebih dalam tentang kegelapan.
Aku tidak tau pada siapa tulisan ini akan tertambat. Aku tau ini hanya akar rindu yang merambat. Walaupun aku juga tau ini hanya akan menjadi alasan senyummu yang terlambat. Sangat berat. Tapi yakinlah hujan itu adalah sinergi awan dan air yang mengalun lambat. Lalu mengalir ke arah tujuan dengan tepat.
Kamu.. Kamu.. Kamu.. Kamu tidak akan mendengar nama yang selalu terpanggil di ruang hati ini. Begitu juga aku tidak akan mengerti apa yang Kau inginkan dari diri ini. Pergilah atau Mendekatlah..
Berlalu dengan Biasa..
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar