Aku tidak ingin percaya, aku menulis lagi. Padahal malam tak lagi hangat, hujan datang berkali-kali. Hal paling sendu yang tak mungkin aku lewatkan. Tapi aku tak bisa menahan emosi ini padamu. Bagaimana mungkin aku merindukanmu seperti ini. Kejam. Lalu aku juga tak bisa menahannya untuk memberitau padamu. Harusnya aku bisa menahannya seperti biasa, seperti biasanya. Dan mendoakanmu diam", agar Kau baik" saja. Seperti sedang mengalami hari biasa, penuh tawa, tanpa kehadiran bajingan kecil yang belakangan ini sering dapat masalah dengan atasan.
Aku tidak ingin percaya, aku menulis lagi. Padahal lelahku belum usai, saat instruksi aneh datang padaku berkali-kali. Hal paling memuakkan yang tak mungkin aku lewatkan. Tapi aku malah menulis semua kata rindu ini padamu. Semua kalimat beserta paragraf yang sedang Kau baca ini, hanya akan mengantarkanmu pada semakin buruknya jarak antara kita. Aku hanya tidak bisa lagi membingkainya dalam diam. Aku sudah berusaha sekeras mungkin tidak lagi menulis untukmu, dalam kegilaan rasa yang entah apa namanya. Lalu semua akan hilang pada waktunya. Meninggalkan tanda tanya yang akan aku dan Kamu temukan di akhir pembicaraan. Hilang, tak hanya memudar dan tak akan kembali berpendar.
Aku tidak ingin percaya, aku menulis lagi. Padahal masih banyak barang yang harus aku masukkan kardus, untuk aku pindah di kamar dan rumah lain yang akan aku tempati. Hal paling memberatkan setelah rasa nyaman datang berkali-kali. Tapi aku malah menulis semua ungkapan menjijikkan ini padamu. Entah apa rasamu, aku harap ada kata lain selain jijik, padaku. Karena jauh di dalam hatimu, Kau tidak akan mengiyakan. Karena beberapa kilometer dari langkah kaki terakhirmu sekarang, ada seseorang yang sedang Kau rindukan, dan bukan aku. Seseorang yang membuat tawamu tetap nyaring terdengar, dan bukan aku. Seseorang yang akan membuat jemarimu melentik seketika untuk satu paragraf rindu, dan bukan aku. Aku akan mengerti, seseorang itu bukan aku.
Aku tidak ingin percaya, aku menulis lagi. Padahal aku masih dalam situasi resah yang datang padaku berkali-kali. Hal paling aku hindari, karena akan membuatku susah berpikir, membayangkan wajahmu. Karenanya, sembunyi" aku bingkai dirimu di kamera. Tapi aku malah duduk di depan laptop ini dan menulis semua yang aku rasakan pada setiap pertemuan kita, yang tak sering dan kadang tak terjadi meskipun sengaja. Karena aku masih bertanya siapa sebenarnya yang Kau tuju, meskipun aku tau bukan aku. Keresahan tentang siapa yang akan mengisi hatimu nanti, ruang kosong yang belum ingin Kau isi. Atau mungkin sudah terisi dan tak Kau biarkan nama itu mampir di pendengaranku. Tubuhmu sudah bersandar di mata angin yang berbeda. Aku seperti orang tolol, tidak melihat apa yang sebenarnya terjadi denganmu, pada rasamu yang tidak mungkin padaku. Kau menanti malam, saat aku menunggu datangnya fajar.
Aku tidak ingin percaya, aku menulis lagi. Menulis tentangmu, yang tetap aku rindukan tiap malam datang..
Aku Tidak Ingin Percaya..
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar