Tidak Menunda Malam Terakhir..

tidak satu atau dua kali bakat menundaku membuahkan penyesalan, tentunya buatku sendiri. Agustus sudah berjalan tiga hari dan aku baru masuk Togamas Diponegoro. aku sengaja menunda masuk, karena dua hari berturut" toko yang setahun lalu pindah ini sesak, penuh sama pengunjung. padahal musim libur sekolah sudah berakhir dan harusnya sudah bukan waktunya lagi masuk ke toko buku buat nyari diskonan buku tulis. tapi yang aku lihat sebaliknya.

selama dua hari. dua hari aku lalu lalang menunggu Togamas sepi, ya setidaknya tidak sepenuh ini. aku berhenti di depan toko, berdiam tujuh menit di hari pertama, dan empat belas menit di hari kedua. lalu aku geber lagi motor dan pulang. hari ketiga aku datang lagi, menjelang petang. aku masuk dan merasa aneh. semua rak-nya berubah. tatanannya juga. sekarang sudut favoritku sudah dikuasai buku" sekolah SMA. aku hafal jalan menuju rak itu. semua buku" yang terencana untuk dibeli ada di sudutnya, terpojok bersama toilet karyawan dan rek komik; rak sastra dan fiksi. tapi sekarang susunannya memusingkan, dengan banyak angka algoritma dan kimia anak SMA.

aku mengelilingi toko sekali, aku sudah menemukan dua rak favoritku, tapi aku singgah dulu di rak alat tulis. penaku hilang, untuk kesekian kalinya. aku harus beli satu, setidaknya membuatku tidak malu lagi jika harus meeting dan meminjam pena dua menit sebelumnya ke teman kantor. aku membeli satu, lalu bergegas menuju rak sastra dan fiksi, tempat semua aroma kata berpusat.

sialan, ternyata tidak hanya rak nya yang pindah, tapi semua tatanannya ganti. aku tidak lagi menemukan buku" Sapardi di kolom keempat, dan buku" Seno di sampingnya. aku menemukan mereka naik satu kolom dan harus berbagi tempat dengan banyak buku lain. tapi itu tidak seberapa. saat aku lihat buku" Seno, penyesalan mulai hinggap di kepalaku. Sepotong Senja Untuk Pacarku miliknya, sekarang udah ganti cover, sialan. sialan. ternyata buku yang dulunya terbungkus ilustrasi surat pos merah muda ini masuk ke cetakan ketiga. dan aku menundanya sangat lama untuk membeli. sialan. daya beliku langsung memudar, aku ingin pergi saja dari Togamas. saat mau pergi, Ibu nelpon, dan menyelamatkan niatku.

dua menit Ibu nelpon, aku berbicara padanya sambil tetap berdiri di depan rak sastra dan fiksi. setelah pembicaraan berkahir, aku menemukan pelampiasan. tidak satu, tapi empat buku sekaligus untuk dibeli. hanya saja, niat saya sebelum masuk, danaku aku cukupkan untuk satu buku saja. keempatnya buku langka. satu buku aku sembunyikan, dua buku lainnya masih tersisa enam eksemplar dan aku biarkan. serta buku lagi yang hanya tersisa satu; Malam Terakhir, kumpulan cerpen Leila S. Chudori. sudah lama aku tidak baca cerpen, lama sekali. meskipun bukan alasanku memboyong buku tanpa sampul ini. tapi karena Leila. Leila adalah penulis majalah yang sempat jadi favoritku.

petang baru saja turun, dan aku sudah kegirangan di Togamas.

0 komentar:

Posting Komentar