kebiasaan. tergoda, membeli, dan hanya menyimpannya. sayangnya aku tak pernah bisa menahan godaan aroma buku dan pengetahuan di dalamnya. padahal aku masih punya hutang pada Kiki. the murder of roger ackroyd masih belum purna aku baca. dia seringkali mengingatkan ngomel", hmm, sudah dua bulan ini. dia ingin sekali aku membacanya, mengakhirinya sebelum selesai, menebak endingnya dan berdiskusi dengannya. aku, bahkan seringkali lupa kalau buku yang aku beli dua bulan lalu itu ada di tas. selalu ada di semua perjalananku, ke manapun. baru sembilan satu dari tiga lima dua halaman. bedebah.
malam saat aku beli, Kiki terstimulus untuk membeli juga. di malam yang sama, dia beli dua buku Agatha Christie dan menyelesaikan sebelum pagi. aku..? baru buka dan membaca dua halaman. mengetahui itu, Kiki memaki saat pagi baru berlangsung beberapa jam. sepertinya penjelasan tidak akan ada gunanya. tapi aku lebih suka dia memaki daripada menyuntikku dengan jarum"nya. sekalipun kita tidak pernah bertemu dengan pakaian kerja.
pagi ini, aku ingat, aku punya buku ini. ada di dalam tas. selalu ada. kadang Kau harus melihat lebih dalam untuk mengetahui yang Kau miliki. aku melakukannya pagi ini. setelah semalam aku terjebak di semua tumpukan buku di Big Bad Wolf, bazaar buku sialan yang membuatku lupa kalau dompetku sudah kritis di stadium empat. baru masuk, aku sudah menemukan dua buku harta karun yang menurut Tito kudu aku beli, OKe, maksudnya kudu aku baca. entah kapan. aku mengambilnya, membaca nama di bagian bawah cover depan dan sinopsisnya, dan ya, aku harus membelinya, maksudku, membacanya. entah kapan.
kabar baiknya, aku memiliki buku" itu. dan berharap punya umur panjang untuk terus ingat untuk membacanya. OKe ya, aku harus membacanya. karena jika tak jadi membeli, aku tak akan memilikinya, kan..?
Selengkapnya...
Membeli..
Deklarasi Tawa..
setelah dua tahun, semalam aku memutuskan untuk membeli bubuk kopi untuk di kamar. sebuah deklarasi untuk berada lama di depan laptop dan kamar. deklarasi menjadikan kamar adalah ruang pengetahuan untuk dieksplore seperti beberapa tahun lalu. aku punya banyak film dan dua belas kardus isi buku yang belum aku bongkar karena pindahan. deklarasi, bahwa semua isi kamar ini akan terus membuatku idup menemani keputusanku untuk (masih) sendiri.
kalimat terakhir adalah hal ironis sekaligus mengecewakan beberapa orang. banyak yang protes dengan pilihan ini. terutama keluargaku, minus Bapak dan Ibu. entahlah, mungkin keduanya masih tidak ingin ikut campur soal asmara. lainnya, berusaha tanpa ampun menyindir, menyudutkan, dan sesekali menjodohkan. beberapa kali aku mengikuti cara main mereka, tapi seringkali tidak. sayangnya, aku sangat tidak nyaman dekat dengan perempuan yang baru dikenal. bagiku, interaksi adalah kenyamanan obrolan. jika tidak memiliki itu, aku seringkali menghindar dari awal agar hubungan lainnya tetap terjalin.
dan, beberapa hari terakhir, makhluk ini muncul. mendatangi hidupku juga tempat tinggalku. berdiri di depan pagar setiap aku akan keluar kos. kebetulan..?! sepertinya dia detektif yang sedang menyamar. hari itu, di depan mobilnya, dia berdiri dengan kaca mata hitam. menyapa lalu pergi. aneh. aku sangat menghindari obrolan chat dengannya. apalagi sambungan telepon. jadi semua pembicaraan kita dilakukan dengan tatap muka. udah kayak ujian semesteran. dan karena aneh, aku lebih banyak mengabaikannya. dan karena itu juga, aku akan lebih banyak di kamar, dengan semua kopi-kopi ini.
beberapa hari terakhir juga, aku harus membantu beberapa komunikasi yang mampet dan tidak tersambung dengan utuh. hubungan dua orang teman dengan warganya yang akan jadi calon pemilihnya. hubungan seorang teman yang baru saja menemukan pilihan hatinya. dan beberapa teman yang butuh alasan-alasan untuk tersenyum setelah bersedih. ironis. lagi. karena aku sendiri adalah bajingan kecil yang juga seringkali salah menangkap interaksi dengan banyak orang.
aku hanya punya beberapa tawa yang aku simpan. sedikit. nanti, aku akan gunakan saat aku tidak punya alasan buat tertawa. perjalanan setiap hari selalu panjang. bukan dua puluh empat jam. itu hanya angka dalam jam digital. hidup, selalu mempermainkan kita tanpa melihat waktu. jadi aku harus menyimpan tawa untuk diriku sendiri, nanti, untuk aku gunakan di saat" tertentu. tapi beberapa hari terakhir berinteraksi dengan seorang teman, aku menyadari sesuatu. berbagi tawa bukan berarti akan kehilangan tawa. kebahagiaan itu tidak terbatas. berbagi tawa, berarti melipatgandakannya.
Selengkapnya...
Tidak Lagi Dibatasi..
membatasi diri itu gak enak. jadi aku tau rasanya kalimat yang terbentuk karena batasan diksi. terpenjara karena kekhawatiran. tenggelam oleh prasangka dan tersembunyi di balik semua keangkuhan. belakangan, tulisan" ini tidak menemukan iramanya. terbelenggu oleh perspektif yang keliru. karena aku harus menjaga prasangka, menjaga perasaan dan memelihara kekhawatiran. beberapa orang tiba" mengklaim bahwa tulisan ini untuknya, tulisan itu untuknya atau tulisan yang itu benar" ditujukan untuknya. menggambarkan perasaanku pada si ini atau si itu. padahal aku asal nulis aja.
aku menyadari itu. karenanya, beberapa tulisan akhir" ini sangat tidak menggambarkan warna blog ini. tidak nyaman dibaca dan tidak memuaskanku. bukan esensinya, tapi gayanya. iramanya, dan sebagian besar diksinya. malam ini aku ingin menghentikan ini. aku tidak ingin lagi menulis dengan kekhawatiran. rasanya gak enak. sangat tidak nikmat dan membuang" waktu.
Selengkapnya...
Gud Lak, Brada..
setiap fase selalu memliki perjalanan. juga demikian, setiap perjalanan memiliki fase. malam ini begitu emosional bagiku. perjalanan dari stasiun Sar Turi ke kos jadi sangat lambat. jadi sangat hening dan haru. aku baru saja mengantarkan Sinal yang akan melakukan perjalanan ke Jakarta buat mewujudkan keinginan". aku baru saja mengantarkan sebuah usaha yang ditanam olehnya sejak setahun ini. aku, baru saja mengantarkan adikku menjauh dariku.
dulu saat SD, aku sering ada di Bandara Juanda. sebagian besar keluarga besarku tidak di Bangkalan. mereka tersebar di Jakarta, Malaysia, Singapore, berlayar di Eropa dan Amerika Tengah menjadi TKI. jadi saat mereka pulang, aku selalu ikut serta buat menjemput. pun begitu saat mereka berangkat lagi, aku akan berada di list paling atas buat ikut mengantar. tiap kali sesi perpisahan, sodara"ku yang anak" mereka, menangis. dan aku, harus menahan tangis. aku harus menahannya untuk menenangkan mereka. bersikap sok kuat dan mengelus" bahu kakak"ku. adegan bodoh yang seringkali ditertawakan Nenek.
aku dan kakak"ku adalah sepupu, tapi hubungan yang terjadi bukan seperti itu. kami lebih mirip sodara kandung yang saling mendukung. tidak ada garis yang membedakan kami. begitu juga para orang tua kami. semuanya memanggil Bapak pada semua Bapak di keluarga ini. semua memanggil Ibu pada semua Ibu yang melahirkan kami. semuanya akrab dan terikat dengan hebat. dengan erat. jadi kami tak bisa membedakan siapapun yang berangkat keluar dari Jawa Timur. siapapun dia, kami pasti terharu dan seringkali menangis.
belakangan, sudah jadi era kami. para cucu. aku sering mengantar dan menjemput kakak"ku ke Bandara atau Stasiun. haru yang menyelinap selalu terobati dengan pelukan sebelum mereka berangkat. tapi malam ini, hanya aku yang mengantarkan Sinal. haru itu datang terlambat. saat melihat Sinal di pintu check in, aku hanya merasa tenang dan bangga. haru baru datang setelah aku keluar dari stasiun dan melintasi jalanan. gilak, time flies. Sinal udah gede sekarang. aku harus berhenti menganggapnya sebagai anak kecil lagi. dan begitu kesalahan semua seorang kakak, menganggap adiknya selalu masih anak kecil.
jalanan masih sangat lambat saat aku berhenti mengenang masa kecilku. haru itu perlahan menghilang dan meninggalkan bangga. aku suka membantu orang lain mendapatkan yang mereka inginkan, terutama saat mereka tidak tau apa yang mereka inginkan. tapi yang sedang aku bicarakan adalah adikku, aku harus menjadi jembatan untuk menemukan keinginannya. gud lak, Brada.
Selengkapnya...
Sembunyi Sendirian..
Kau tidak akan bisa menyimpan banyak hal sendirian. menyembunyikannya di siang hari dan mengekangnya saat malam. berusaha tak ada sinar yang menyinari hingga akhirnya tak ada yang tau. menggenggamnya erat" agar tak ada celah yang membuatnya tercecer dan terbaca. mungkin malam ini Kau bisa melakukannya. tapi tak ada yang bisa menerka esok hari.
aku ingin berhenti menyembunyikan ini. semua sunyi dan sepi yang seringkali bertamu ke kamarku. mereka diam" menyelinap masuk dari pintu yang tak aku kunci. duduk di sampingku, mengepung dan memelukku dengan sigap. dulu, aku terbiasa begini. menyambut keduanya dengan hangat dan tertawa bersama. berbagi cerita dengan banyak tawa. tapi dua hari ini, mereka terasa asing bagiku. ingin sekali aku menghindarinya.
malam ini juga sama. tapi aku tidak ingin menahan mereka di depan pintu. aku biarkan mereka menyelinap dan duduk di sampingku. mereka bertanya tentang banyak hal yang tidak semua bisa aku jawab. kadang aku diam karena aku tidak ingin menjawab. aku tidak ingin mereka semakin menggenggam tanganku dan merangkulku lebih kuat. aku ingin bernafas dengan nyaman dalam ramai. sesekali mereka menjauh saat satu komposisi aku putar. begitu jeda, mereka mendekat, dan berusaha membawaku keluar dari ruangan ini.
sayangnya, aku tidak lagi sendirian. aku bersamamu sekarang, dan beberapa malam ini. mungkin Kau tidak hadir secara fisik. Kau menjelma menjadi pandangan yang mengintai, syahdu yang awas dan rindu yang hebat. rasanya tak usah lagi aku bicarakan, karena mereka mulai menghindariku dengan samar keberadaanmu. mereka membuat jarak, ruang yang tak akan dilangkahi. sedangkan aku, berdiri tanpa keinginan. berjalan ke arahmu, atau mempersilakan mereka lagi. di ruangan ini, Kau tidak nyata. tapi aku tau, kakiku akan memilihmu. ragaku akan menujumu. semakin aku mendekatimu, semakin tebal bayanganmu sehingga terlihat itu Kamu. semakin terlihat, semakin banyak hal yang Kau tunjukan padaku, meski mungkin Kau tak ingin.
Kau tidak akan bisa menyembunyikan banyak hal lagi sekarang, sendirian. perlahan semuanya terungkap. tidak ada lagi gurat sedih yang akan kita dengar bersama. tidak ada suara lantang tawa yang akan kita ciptakan bersama. semua yang bersama dan beriringan itu akan segera pudar. Kau tak usah menyembunyikannya lagi. karena yang menyembunyikan sesuatu, tak selalu banyak bicara. tersenyum dalam kekosongan, dan berpaling saat ramai. dan aku, masih harus memilih.
Selengkapnya...
Senyum Monalisa..
halo, Monalisa. mungkin sebuah kebetulan kita bertemu lagi. karena akhir" ini malam selalu membuatku terjaga lebih lama. saat aku pulang, lampu" sudah padam dan penerangan berkurang. jadi aku tak akan lagi melihatmu yang berdiri di tembok belakang pintu dengan senyum itu. malam ini juga sudah larut, tapi lampu masih nyala. aku melihatmu dengan terang tanpa ada bayang yang menghalang.
aku masih berdiri saat niatku menulis ini muncul. berdiri di depanmu, melihatmu dan tersenyum balik ke arahmu. sejak hari ini bergulir, beberapa hal jadi tidak mudah. ada menit yang harus aku lewati dengan terpaksa, lainnya datang hanya untuk mengacau. aku harus membiasakan diri tersenyum, seperti yang selalu Kau lakukan tanpa diminta. meski aku tau, Kau melakukannya dengan maksud, iya kan..?! apa rahasiamu..?! katakan, rahasiamu aman bersamaku.
sesekali aku gerakkan kepalaku ke kanan, memiringkannya lama, sekitar delapan detik. lalu ke arah sebaliknya, satu detik lebih lama. aku memandangimu dengan banyak tanya di kepala. terutama alasanmu terus tersenyum. apa Kau ingin orang" yang melihatmu juga tersenyum..?! Kau ingin berkata agar belajar tersenyum, karena hidup tidak selalu adil, begitu..?!
aku bergumam, atau tepatnya, sedang mengajakmu bicara. Kau diam. memberikan senyuman sepanjang waktu, dan diam" menularkannya padaku. lalu aku tersenyum, mengutuk diri yang sering bertemu senyum serupa lalu terpikat. mengutuk logika, yang mudah meyakinkan hati untuk berlari dengan cepat. padahal menghindarinya seringkali berat. dan menyisakan menit" lain untuk aku hadapi saat pagi.
halo, Monalisa. kota ini memabukkan tiap sudutnya, tapi sulit mengetahui di mana kita pantas berada. karena jujur pada diri sendiri, butuh keberanian yang mungkin tidak semua orang miliki. aku tidak akan berpura" memahami kerumitan yang ada dalam hidupku. karena saat melihatmu, seolah Kau sedang berkata, hadapi saja, semua orang pernah melakukan kesalahan.
Selengkapnya...
Oo, Namanya Dinda..
sialan. sudah empat hari ini aku gak bisa move on dari perempuan ini. tiap hari membuka YouTube hanya buat lihat perempuan ini berulang-ulang. senyumnya, judesnya, ketawanya, cara dia bicara benar" manis dan menggemaskan. di semua tayangan yang ada dianya, dia selalu dapet peran pinter dan terlihat anggun, setidaknya di mataku.
awalnya aku tidak sengaja melihat satu adegan di RCTI setahun lalu. dia, perempuan ini, berdiri bersama salah seorang temannya laki" di sebuah klinik, di dalam, di depan pintu. mereka berdua hanya berdiri memandangi area luar, tidak beranjak karena di luar sedang hujan deras. aku melihatnya langsung reflek nyahut, 'manis banget, siapa sih..?', temen"ku menyebut nama artis, tapi setelah itu aku lupa.
sebulan lalu, tiba" ada trailer film Roman Picisan sedang tayang. dan aku langsung inget kalau salah satu perempuan pemeran utamanya familiar. aku telusuri, dan ketahuan namanya Adinda Azani, 23 tahun, pacaran sama artis juga. dari penelusuran singkat yang aku lakukan, aku tahu kalau dia maen di beberapa FTV. aku buka YouTube, dan mengetik FTV beserta namanya. ada, beberapa. lalu aku menonton salah satunya. 'ckck, manis banget ni anak'.
sehari berselang, aku sudah lupa lagi. Jazz Traffic merenggut beberapa ingatan dan waktu longgarku. belasan hari atau lebih, aku lupa lagi sama Adinda Azani. sampai akhirnya JTF dan after event nya selesai empat hari lalu, aku kembali diingatkan tentangnya oleh seorang teman. dia abis nonton Rompis di beskop dan cerita ke aku kalau filmnya menggemaskan. hampir seperti Dilan, tapi gak sedahsyat Dilan.
hari itu juga, aku buka YouTube dan kembali mengetik nama Adinda Azani. ternyata, Roman Picisan adalah film layar lebar yang diadaptasi dari sinetron televisi yang sukses tapi tamat tahun lalu. haha sialan, aku baru tahu dan akhirnya aku membuka salah satu potongan sinetronnya. tapi keterusan, gak berhenti dan akhirnya kecanduan, sampai dua menit sebelum aku menulis ini. kalau menit ini..?! masih..!!
rasanya ini tidak baik. aku terpengaruh dan tersihir oleh semua pesona Adinda Azani, Rompis dan jalan ceritanya. beberapa aktivitas yang aku rencanakan, tertunda. aku memberi sebagian besar prioritas padanya dan mengurangi pada hal lainnya. bedebah, kan..?! aku mengurangi fokusku bekerja dan meremehkannya, dua hari ini. tapi mungkin saja aku sudah tidak lagi tertarik dengan rutinitas ini. dan hanya hal" kecil yang ditinggalkan orang sibuk. sayangnya aku melakukan hal sebaliknya, meninggalkan kesibukan untuk hal" kecil. tapi, bukannya kesibukan adalah rutinitas yang kita pilih..?!
Selengkapnya...
Jangan Berjanji..
setelah malam itu, aku menyadari satu hal, dengan terlambat. aku menyadarinya perlahan setelah langkahku dan langkahmu semakin jauh meninggalkan titik temu yang sudah satu jam kita singgahi. aku membalikkan badan, melihatmu yang juga membalikkan badan lalu melambaikan tangan. aku buru" menulis pesan singkat, karena teriakanku sudah tak terdengar, tertutup oleh sinyal kereta yang akan berangkat. Kamu merogoh saku belakang celana belakang, setelah melihatku sedang menggerakkan hape di tangan, memberi isyarat agar melihat hapenya.
satu jam sebelumnya, kita ngobrol berdua. kita ngobrol tanpa menghilangkan pandangan mata. malam itu aku mulai berani memandangi mata perempuan lebih dari dua detik. aku tak lagi membuang pandangan ke bawah atau mengalihkannya ke kanan-kiri. aku memperhatikan setiap kata yang keluar dari mulutmu, tapi tak terdengar di telingaku. aku hanya mengangguk saat Kau mulai berhenti bicara. Kau tersenyum saat aku aku diam. sepertinya Kau tau aku sedang tidak mendengarkanmu. lalu aku mulai malu dan tersenyum. begitu terus sampai kita berdua diam.
'harusnya tidak ada pertemuan ini', katamu.
'benar. to the point, pertemuan ini tidak boleh terjadi lagi', aku bicara dengan angkuh.
'tunggu, kenapa begitu..?',
'kita sama" tau, pertemuan ini memiliki tendensi asmara yang sangat kuat. aku ingin mengingkarinya, tapi tidak bisa. maaf jika salah, tapi sepertinya Kamu juga demikian. dan kalau itu benar, kita tidak mengulanginya',
'Ooh. baiklah',
'apa omonganku salah..?',
'bener kok. tiba" aku sedih. ternyata Kamu juga merasakan hal ini. dan ternyata kita berdua terjebak begini lalu Kamu meminta mengakhirinya', Kamu menundukkan kepala dan menghembuskan nafas panjang. aku melihatmu dan bilang,
'aku tidak keberatan melihatmu sedih dan menangis sekarang. tapi Kau harus tau, aku juga merasakan hal yang sama', kita terdiam lama. aku melihatmu yang masih tertunduk. beberapa masa berselang, aku kembali melihatmu, dan Kau sedang melihatku, dan diam.
operator stasiun mengumumkan kalau kereta yang akan aku naiki sudah tiba. suaranya kemudian meminta agar penumpangnya segera naik, kereta akan berangkat dua puluh menit lagi. bersamaan dengan suara itu, aku memandangimu. kita bertukar pandang dan tersenyum.
'ngomong apa kita ini..? hahahaa', katamu.
'hahahaa iya', aku membalasmu.
kita diam lagi. saling memandangi dan tersenyum. memainkan alis. menaik-turunkannya dan tertawa.
'kata orang, tidak ada pertemanan laki" dan perempuan yang murni. percaya gak..?', tanyaku.
'percaya. kita buktinya', katamu.
'baguslah. makanya aku lebih suka berteman dengan perempuan yang sudah punya tunangan atau suami',
'aku tau itu. sebagai pembatas kan',
'pinter', kataku sambil menunjuk cincin tunangan yang Kamu pakai.
aku berdiri, menandakan kalau aku ingin beranjak dari peron dan menyudahi obrolan ini. Kamu juga berdiri, membuka tas dan mengeluarkan potongan kertas.
'ini buatmu', katamu menyodorkan potongan kertas itu. sebuah markah buku.
'bikin sendiri..?', tanyaku.
'iya. kalau gak suka dibakar ya. bagusnya sih Kamu yang make, jangan sampe orang lain',
'oKee', aku mengiyakan.
aku melangkahkan kaki, menjauh dari tempat kita ngobrol tadi. perlahan, Kau juga meninggalkan tempat itu lalu membalikkan badan untuk melambaikan tangan.
'cinta itu tidak sederhana, kita jangan berjanji apapun', aku mengirimimu pesan.
'sebaiknya begitu. sampai jumpa, Kid', balasmu.
Selengkapnya...