halo, Monalisa. mungkin sebuah kebetulan kita bertemu lagi. karena akhir" ini malam selalu membuatku terjaga lebih lama. saat aku pulang, lampu" sudah padam dan penerangan berkurang. jadi aku tak akan lagi melihatmu yang berdiri di tembok belakang pintu dengan senyum itu. malam ini juga sudah larut, tapi lampu masih nyala. aku melihatmu dengan terang tanpa ada bayang yang menghalang.
aku masih berdiri saat niatku menulis ini muncul. berdiri di depanmu, melihatmu dan tersenyum balik ke arahmu. sejak hari ini bergulir, beberapa hal jadi tidak mudah. ada menit yang harus aku lewati dengan terpaksa, lainnya datang hanya untuk mengacau. aku harus membiasakan diri tersenyum, seperti yang selalu Kau lakukan tanpa diminta. meski aku tau, Kau melakukannya dengan maksud, iya kan..?! apa rahasiamu..?! katakan, rahasiamu aman bersamaku.
sesekali aku gerakkan kepalaku ke kanan, memiringkannya lama, sekitar delapan detik. lalu ke arah sebaliknya, satu detik lebih lama. aku memandangimu dengan banyak tanya di kepala. terutama alasanmu terus tersenyum. apa Kau ingin orang" yang melihatmu juga tersenyum..?! Kau ingin berkata agar belajar tersenyum, karena hidup tidak selalu adil, begitu..?!
aku bergumam, atau tepatnya, sedang mengajakmu bicara. Kau diam. memberikan senyuman sepanjang waktu, dan diam" menularkannya padaku. lalu aku tersenyum, mengutuk diri yang sering bertemu senyum serupa lalu terpikat. mengutuk logika, yang mudah meyakinkan hati untuk berlari dengan cepat. padahal menghindarinya seringkali berat. dan menyisakan menit" lain untuk aku hadapi saat pagi.
halo, Monalisa. kota ini memabukkan tiap sudutnya, tapi sulit mengetahui di mana kita pantas berada. karena jujur pada diri sendiri, butuh keberanian yang mungkin tidak semua orang miliki. aku tidak akan berpura" memahami kerumitan yang ada dalam hidupku. karena saat melihatmu, seolah Kau sedang berkata, hadapi saja, semua orang pernah melakukan kesalahan.
Senyum Monalisa..
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar