Keabstrakan budaya Indonesia..

Kemarin malam, malam Jum’at (nggak pake Kliwon..!), aku terdampar pada sebuah kebingungan antara menghadiri acara diskusi bersama kawan-kawan organisasiku yang sudah aku jadwal, menemui temanku yang tadi siang sempat menghubungi aku namun tidak aku angkat karena lagi kkuliah atau pergi ketempat seniorku (yang agak sibuk dan kebetulan malam itu Dia lagi nganggur..) untuk meminta bantuan mendiskusikan materi yang aku tidak mengerti. Belum habis kebingunganku, kamarku kedatangan tamu yang sedikit juga butuh tempat curhat. Waduhh..!
Namun saat itu juga, dua sahabat sekaligus anggota organisasi yang kami bernaung (kepanasan kali..) didalamnya datang menjemput aku untuk ikut hadir dalam acara diskusi. Fiuuhh..! Saat ini aku harus menentukan win-win solution (makanan apaan itu..?) yang pas untuk aku ambil.
Dengan banyak pertimbangan sana-sini, akhirnya aku memutuskan untuk ikut menghadiri diskusi bersama teman-temanku.
Sekitar lima belas menit kedatangan kami di markas, diskusipun dimulai. Dengan kondisi diskusi yang berantakan karena tidak adanya pemateri dan moderator yang sebelumnya ditunjuk, diskusipun dimulai dengan tema dan pemateri dadakan. Malam itu tema yang kami angkat adalah “Kebudayaan” yang diusulkan salah seorang kawan untuk lebih dispesifikkan lagi menjadi “Peranan Pemuda dalam Mempertahankan Budaya Indonesia”.
Diskusipun dimulai..

Diskusi dibuka dengan sebuah pertanyaan yang sangat dasar namun sangat intim. Telah disampaikan sebelumnya bahwa budaya kita tengah tercampur dan terasuki oleh budaya-budaya barat. Maka “Sebelum kita membahas lebih jauh tentang campur tangan dunia barat akan kebudayan kita, ada satu hal yang harus terlebih dahulu kita jawab..! Kebudayaan orisinil negeri ini yang mana..? Seperti apa..? Dan apa..?”. Aku pikir pertanyaan ini (lumayan) mengejutkan dan (lumayan) penting sebelum kita membahas lebih lanjut tentang kebudayaan kere Indonesia.
Seperti mendapatkan tamparan yang perih, pertanyaan ini menghantam dan memicu pikiran kami. Berbagai kesimpulan dan jawaban dilontarkan. “Rasanya budaya Indonesia tidaka kita ketahui secara pengetahuan dan cenderung abstrak. Dalam buku yang berjudul Lifestyle Ectasy, budaya Indonesia sudah bersinggungan sejak lama. Diceritakan bahwa budaya Indonesia telah terintervensi oleh budaya negeri lain yang jauh sebelumnya telah berkembang dan juga telah memberikan pengaruh budaya pada peradaban nageri-negeri lain yaitu, India.
Ironisnya, pribumi kita masih belum sadar dari mana budaya (Indonesia) ini ada..? Justru dengan menghilangnya tingkat kesadaran ini, Indonesia juga telah sukses memberikan pemahaman pada kita bahwa budayanya kini telah berbaur dengan kepentingan-kepentingan lain. Sehingga banyak kalangan menilai bahwa ‘ya..inilah budaya kita’. Budaya yang mana..?
Dalam diskusi ini, sebelumnya kami juga menyepakati bahwa budaya Indonesia berbeda dengan budaya daerah. Artinya budaya Indonesia adalah budaya bangsa secara general dan memiliki ciri akan kebangsaannya. Sedangkan budaya daerah merupakan budaya yang ada pada tiap wilayah Indonesia dengan khas yang dimiliki hanya oleh budaya wilayah itu sendiri.
Dilanjutkan dalam diskusi dengan pencahayaan yang sedikit merusak mata tersebut yang menyadarkan kita bahwa kecenderungan yang selama ini terjadi yaitu adanya sikap apatisme kita terhadap budaya yang kita miliki sendiri. Dan kami rasa, sikap seperti ini juga yang merupakan salah satu faktor terkikisnya budaya Indonesia. Budaya yang sampai saat ini masih banyak peminat serta penikmatnya dan mendatangkan simpatisan akan peristiwa terkikisnya budaya ini dari segala penjuru dunia.
Oleh karenanya “Aku sepakat akan pemikiran semacam itu dan aku tambahkan juga faktor yang pada dasarnya memberikan dampak pada keabstrakan budaya kita yaitu pemerintah dan media massa”. Intervensi keduanya tidak hanya berhenti pada zaman Orde Baru saja. Namun, hingga saat ini keduanya tampak telah memberikan efek yang jika dipresentasekan hampir mencapai 92%. Pemerintah dengan kekuasaan yang dimilikinya, mengatur serta (sedikit) memberikan perintah pada media yang memiliki pengaruh sangat besar terhadap ‘alur budaya’ yang diinginkannya.
Karena “Sebenarnya budaya Indonesia ini merupakan sebuah jendela yang seharusnya kita sangat bangga ketika membukanya.” Namun kemudian muncul budaya-budaya asing yang menawarkan akan ‘keberagaman’ budaya. Setelah sekian lama budaya-budaya asing itu sukses masuk tanpa filter, budaya Indonesia menggugat, mencuat dengan keras dan sangat frontal dan menghancurkan dikit demi sedikit image pemuda bangsa ini. Hingga muncul pembelaan diri bahwa bangsa kita adalah bangsa flexible akan budaya asing lain yang masuk kedalam kebudayaan kita. Lho kok..?!?
Lalu muncul pertanyaan ”Jika demikian, apakah kita akan antipati terhadap setiap budaya asing yang masuk..?”. Jelas hal itu menuntut kita untuk memiliki sikap dan filter yang jelas untuk budaya asing yang masuk. Dan hal semacam itu telah dibuktikan oleh kebudayaan Bali yang masih eksis ditengah keadaan yang sepertinya tidak memungkinkan kebudayaannya bertahan.
Diskusi ini alkhirnya diakhiri dengan solusi menggantung yang harus dijawab masing-masing solusi. Melalui tulisan ini juga, aku berharap akan tercipta banyak solusi dengan meneruskan diskusi. “Peranan apa yang harus kita miliki dalam mempertahankan budaya Indonesia..?”.

(diskusi bebas ForBas, 19 Maret 2009, 20.00-21.45 WIB)

1 komentar:

Generasi45 mengatakan...

hEEiii Bung..
Ngawur kALi kM niH..
koQ bS budAya Ind. yG Luhur niH kM anggaP aBStrak..
tHat's a concret Bung..
kLo buDaya MaduRa..
eMg AbstraK kALi..GaiBBBBBBBB,,

Posting Komentar