Plagiarisme: Penyakit Akademik Indonesia

Sebelum ini, mungkin kita diijinkan atau bahkan didorong untuk menggunakan karya orang lain tanpa memberikan pengakuan terhadap karya orang itu. Namun, dalam kebudayaan akademik, ada tradisi untuk menghormati hak pemilikan terhadap gagasan; yaitu bahwa gagasan dianggap sebagai properti intelektual. Karena itu, memberikan pengakuan terhadap gagasan orang lain yang diambil sebagai rujukan oleh mahasiswa adalah sangat penting. Sering kali kita menggunakan kata-kata dari penulis lain, oleh karenanya kita harus menghargai penulis itu dengan cara menyebutkan karya yang perkataannya sudah diambil (baik dengan teknik pengutipan formal maupun informal). Bahkan, setiap kali kita menggunakan hanya ide dari penulis lain, atau melakukan parafrase terhadap gagasan penulis lain, kita harus menghargai penulis tersebut. Jika tidak, maka kita dapat dikatakan telah melakukan kejahatan akademik yang serius yang selama ini kampus kita menyebutnya dengan ’kejahatan intelektual’ yaitu plagiarisme. Plagiarisme atau yang sering kita dengar dengan plagiat adalah penjiplakan atau pengambilan karangan, pendapat, dan sebagainya dari orang lain dan menjadikannya seolah karangan dan pendapat sendiri.
Plagiariasme dan berbagai bentuk kecurangan akademik lainnya dilarang di banyak institusi karena alasan sederhana bahwa kebenaran dalam ilmu pengetahuan tidak boleh dirusak, dan bagi banyak ilmuwan kebenaran inilah yang membuat seluruh pekerjaan ilmuwan menjadi berharga.
Dengan merujuk pada pengertian-pengertian di atas, maka sebenarnya hampir setiap hari kita menyaksikan plagiarisme, plagiat dan plagiator, baik yang sengaja maupun yang tidak. Para ‘pakar’ dalam berbagai bidang tidak jarang melontarkan pendapat yang sebenarnya merupakan hasil penelitian atau pendapat orang lain sebelumnya untuk menganalisis atau menjelaskan suatu topik aktual di bidang tertentu. Pada umumnya mereka ‘malas’ menjelaskan bahwa analisis atau pendapat itu berasal dari orang lain dan mereka hanya sekedar mengulangi atau meminjam pendapat tersebut. Demikian juga seorang pejabat yang membuka suatu pertemuan ilmiah, bisa mengambil secara tak sengaja pendapat orang lain. Hal itu dapat terjadi, misalnya, apabila konsep sambutan tersebut dibuat oleh orang lain (staf yang dia tunjuk untuk itu), yang barangkali kurang paham akan tatakrama pengutipan pendapat orang lain. Dalam keseharian para peneliti di lingkungannya, plagiarisme bisa terjadi di antara sesama mereka, misalnya melalui diskusi yang bisa melahirkan gagasan-gagasan asli dari seseorang tetapi gagasan-gagasan itu kemudian menjadi ‘milik bersama’ atau milik seseorang yang sebenarnya tidak berhak.
Nah, ironisnya mahasiswa sendiri sebagai civitas akademika, sering terlibat dengan perbuatan ‘kurang baik’ ini. Bahkan, institusi kita pernah ‘diasingkan’ oleh media karena perbuatan tidak terpuji tersebut selama kurang lebih dua tahun karena seorang mahasiswa kita menjiplak salah satu karya orang lain dan mempublikasikannya sebagai karyanya. Dan itu sudah cukup memberikan kita suatu pendangan bahwa dalam dunia pendidikan sangat membenci pelaku plagiarisme.
Sayangnya masih banyak mahasiswa kita yang belum tahu dan terkadang bersikap acuh tak acuh terhadap persoalan ini. Persoalan yang sampai saat ini masih banyak diperbincangkan dalam cakupan yang lebih luas. Persoalan yang sudah menimbulkan banyak polemik antara Negara kita dengan Negara lainnya. Terlebih, persoalan ini sudah mempermalukan UMM dikalangan media cetak dan mencemarkan nama baik institusi. Atau masih adakah alasan untuk kita tidak mengerti tentang plagiarisme ini? Karena alasan itulah pembahasan ini diadakan.
Plagiarisme di Indonesia
Plagiarisme ternyata sudah bermula ketika negeri ini dalam masa penemuan jati diri, tepatnya ketika Indonesia memperjuangkan kemerdekaannya. Lagu Indonesia Raya yang diciptakan Wage Rudolf Supratman, ternyata merupakan karya jiplakan (contekan). Tudingan tersebut datang dari budayawan dan seniman senior Indonesia bernama Remy Sylado saat menjelaskan hasil Festival Film Indonesia (FFI) 2006 yang kontroversial di Jakarta 4 Januari 2007. Menurut Remy yang bernama asli Yapi Tambayong ini, lagu Indonesia Raya merupakan jiplakan dari sebuah lagu yang diciptakan tahun 1600-an berjudul Leka Leka Pinda Pinda. Bahakan Remy juga mengungkapkan selain Indonesia Raya, lagu kebangsaan lainnya, Ibu Pertiwi juga merupakan karya jiplakan dari sebuah lagu rohani Kristen (lagu gereja) bertajuk "What A Friend We Have In Jesus”.
Yang sangat mengejutkan adalah Pancasila, yang diakui Bung Karno sebagai hasil karyanya dengan memerah nilai-nilai yang hidup di Nusantara, ternyata juga hasil jiplakan dari asas Zionisme dan asas Freemasonry, seperti Monotheisme (Ketuhanan Yang Maha Esa), Nasionalisme (Kebangsaan), Humanisme (Kemanusiaan yang adil dan beradab), Demokrasi (Musyawarah), dan Sosialisme (Keadilan Sosial). Karya contekan lain yang diakui Bung Karno sebagai karya otentiknya adalah teks Proklamasi yang dibacakannya pada tanggal 17 Agustus 1945. Sebagaimana bisa dilihat, dokumen sejarah asli teks Proklamasi berupa tulisan tangan Bung Karno, terlihat banyak coretan. Karena sesungguhnya naskah itu merupakan jiplakan dari naskah proklamasi Negara Islam yang dibuat SM Kertosoewirjo. Satu hal lagi, lambang Negara RI bendera merah putih merupakan adaptasi dari Belanda, Negara yang menjajah kita kurang lebih selama 350 tahun.
Analisa Teori Difusionisme
Sebelumnya, mari kita menjelajahi dari awal tentang teori difusionalisme. Gejala persamaan unsur-unsur kebudayaan ketika cara berpikir mengenai evolusi kebudayaan berkuasa, para sarjana menguraikan gejala persamaan itu disebabkan karena tingkat-tingkat yang sama dalam proses evolusi kebudayaan diberbagai tempat dimuka bumi. Sebaliknya ada juga uraian-uraian lain yang mulai tampak dikalangan Ilmu Antropologi, terutama waktu cara berpikir mengenai evolusi kebudayaan mulai kehilangan pengaruh, yaitu kira-kira pada akhir abad ke-19 (Hendra : 2002). Dari situ kita tahu bahwa gejala persamaan unsur-unsur kebudayaan diberbagai tempat didunia disebabkan karena persebaran atau difusi unsur- unsur itu ketempat tadi.
Sejarah persebaran unsur-unsur kebudayaan manusia anggapan dasar para sarjana tadi dapat diringkas sebagai berikut: Kebudayaan manusia itu pada pangkalnya satu, dan disatu tempat yang tertentu, yaitu pada waktu mahluk manusia baru saja muncul didunia ini. Kemudian kebudayaan induk itu berkembang, menyebar, dan pecah kedalam banyak kebudayaan baru, karena pengaruh keadaan lingkuangn dan waktu. Dalam proses memecah itu bangsa-bangsa pemangku kebudayaan-kebudayaan baru tadi tidak tetap tinggal terpisah. Sepanjang masa, dimuka bumi ini senantiasa terjadi gerak perpindahan bangsa-bangsa yang saling berhubungan serta pengaruh mempengaruhi. Tugas terpenting ilmu etnologi menurut para sarjana tadi ialah antara lain untuk mencari kembali sejarah gerak perpindahan bangsa-bangsa itu, proses pengaruh-mempengaruhi, serta persebaran kebudayaan manusia dalam jangka waktu beratus- ratus ribu tahun yang lalu mulai saat terjadinya manusai hingga sekarang (Panji : 2008).
Dalam teori ini ada dua aliran utama, yaitu aliran Inggris dan aliran Jerman dan Australia. Orang-orang Inggris yang beraliran difusi seperti G. Elliot Smith, William J. Perry dan W.H.R. Rivers beranggapan bahwa pada hakikatnya manusia tidak cenderung menciptakan hal-hal baru dan lebih suka meminjam saja penemuan-penemuan dari kebudayaan orang lain daripada mencipta unsur budaya sendiri (Ihromi 1999 : 58).
Kaitannya dengan plagiarisme bahwa masyarakat yang dalam hal ini adalah mahasiswa sebagai objek cenderung melakukan meniru atau bahkan menjiplak karya orang lain yang sudah ada.
Penyebab Plagiarisme
Dalam aktivitasnya sebagai civitas akedimika yang terkait dengan institusi, mahasiswa memiliki banyak aturan yang harus dipenuhi, salah satunya peraturan dengan dosen. Ketika diawal kita telah diberitahukan bahwasanya perjanjian dengan dosen tidak bisa diganggu. Dan dalam perjanjian tersebut disebutkannya tugas yang memiliki presentase lumayan bagus untuk memperoleh IPK tinggi. Disini bisa kita golongkan bahwa salah satu penyebab utama plagiarisme selain malas adalah keterbatasan pengetahuan mengenai seberapa banyak batas kutipan yang diperbolehkan.
Ketika keadaan itu terjadi, sepertinya meniru atau bahkan menjiplak menjadi alternatif yang sangat efektif. Selain itu penyebab implisit dari pelaku plagiarisme adalah sikap mental mereka yang ingin memperoleh sesuatu dengan mudah dan tidak biasa menghargai karya orang lain.
Cara Menghindari Plagiarisme
Lembaga pendidikan atau institusi kemungkinan memberikan panduan untuk membantu pelajar yang dalam hal ini adalah mahasiswa menghindari plagiarisme dalam bidang ilmu yang ditekuninya. Untuk tugas akademik tertentu, seperti skripsi, tesis atau disertasi, mahasiswa biasanya diharuskan membuat pernyataan secara formal bahwa karya tulis yang dikumpulkannya adalah murni hasil karyanya sendiri dan bukan hasil plagiarisme. Ini adalah salah satu instrumen yang bisa dipergunakan untuk mencegah terjadinya tindakan plagiat.
Namun, ada pengetahuan atau teknik-teknik tertentu yang dapat dikuasai mahasiswa agar terhindar dari tuduhan melakukan plagiarisme. Pengetahuan atau teknik ini antara lain berkaitan dengan tata cara mengutip dan melakukan parafrase. Pengetahuan dan teknik lain yang harus dikuasai mahasiswa seperti referensi di bahas dalam bagian lain buku ini.
Pesan paling penting dalam bagian ini adalah bahwa memberikan pengakuan kepada sumber yang dikutip dan kemampuan untuk mengutip secara akurat sumber tersebut adalah sangat penting.
a. Mengutip (cantumkan sumbernya dengan benar) dan
b. Melakukan parafrase.
Ada bahasan khusus mengenai tata cara mengutip dan melakukan parafrase ini.
Penutup
Saat ini ketika kita dihadapkan kenyataan bahwa plagiarisme sudah merambah budaya para kaum civitas akedemika yang merupakan salah satu agent of change, tiada lagi yang bisa diharapkan. Oleh karenanya, kesadaran yang tinggi bahwa budaya jelek ini harus dihentikan adalah salah satu cara kita untuk meningkatkan kualitas karya bangsa.
Lebih banyak lagi yang ingin disampaikan penulis, namun keterbatasan waktu serta pengetahuan menjadi alasan artikel ini disudahi sampai disini. Akhirnya tiada gading yang tak retak, masukan dan kritikan yang membangun diharapkan penulis dari pembaca agar bahan bacaan ini lebih baik.




Daftar Pustaka
Ihromi T.O., Pokok-pokok Antropologi Budaya, Jakarta, PT Gramedia : 1999.
Koenjaraningrat, Pengantar Antropologi I, Jakarta, PT Rineka Cipta : 1996.
Thalib, Muhammad, Doktrin Zionisme dan Idiologi Pancasila: menguak tabir pemikiran politik founding fathers Republik Indonesia, Jogajakarta, Windah Press : 1999.
http//www.wikipedia.com/D:\DOCUMENT\Kid Nitip\Doc\20 Desember '08\Plagiarisme.htm

0 komentar:

Posting Komentar