Beginilah aku tiap pagi di meja redaksi. Mengantuk, menguap dan menghabiskan banyak air mineral gelas tanpa peduli sekitar. Jika kepala masih tertunduk, aku turun ke bawah memanaskan air, meraih bubuk kopiku di lemari atas perabotan dan menyeduh secangkir kopiku sendiri. Satu”nya aroma kehidupan yang tak disediakan di kantor ini. Meski sebenarnya, tidak juga membantu. Aku tetap mengantuk, menguap dan menjarah banyak air mineral gelas di sembarang tempat.
Tak ada pengecualian untuk pagi ini. Di bagian kiri meja tempatku menulis sekarang, disesaki secangkir kopi, empat gelas air mineral yang sudah aku minum dan terbentang peta mudik milik majalah SCG untuk mengimbangi pengetahuan yang minim tentang rute Jawa Timur. Cukup Surabaya aja aku gak hafal, untuk Jatim aku pelajari sampe mampus dah. Daripada di-ambek-in terus, kan jadi mati kutu aku-nya.
Entah kenapa pagi ini, di meja ini, aku merasa butuh sekali hiburan. Butuh sekali keluar dan menghilangkan situasi yang mulai membosankan ini. Apa mungkin, karena dari meja ini, ada jendela besar tanpa tirai yang langsung membuatku bisa melihat dengan jelas jalanan Mayjend Sungkono dan langit biru terbentang itu. Sebelumnya, ada dahan rimbun pohon mangga yang menutupi penglihatan kami ke arah sana. Tapi jelang lebaran kemarin, dahan tersebut dipangkas hingga tak hanya langit, Pak Djo ngupil aja kelihatan.
Pagi ini aku juga masih berpikir untuk tetap santai, menahan semua sakit dan lemahnya raga sejak kemarin sore. Entah, akhir” ini virus masuk bergantian menyerang badanku. Tapi demi mendengar suaramu dan menyeruput secangkir kopi malam yang candu, aku tak keberatan mamaksakan inderaku lebih lama. Asal melihat semua orang di dekatku tersenyum dan senang, kebutuhanku untuk ‘terhibur’ sudah cukup. Malam ini pun, harapan untuk terhibur masih jadi wish list pertamaku. Bertemu dengan semua sodara sejawat di pondok dulu dan tertawa terbahak”, mengangkat gelas, bersulang dan mengulanginya berkali”. Yoi, REUNI Comanraiden..!!
Pagi ini, ya, pagi ini, aku terlalu lelah untuk menceritakan pengkhianatan. Meski tak bisa mengusirnya dengan utuh, aku tetap mengacuhkannya tanpa peduli tangan yang terulur. Tapi santai saja, aku tak membenci. Karena dengan kebencian, Kau hanya akan memberikan setan berkuasa atas dirimu. Dengan kebencian, Kau akan mengungkap siapa dirimu sebenarnya. Dan aku, membenci kebencian..
0 komentar:
Posting Komentar