belakangan, pulang selalu jadi hal emosional bagiku. aneh, tapi itu selalu terjadi. bahkan sejak aku merencanakannya. sehari sampai dua jam mau berangkat, aku beberapa kali muntah, tanda kalau akau sedang excited pada sesuatu. kadang ini terjadi saat aku berencana bertemu denganmu, muntah" di atas sepeda motor dan bingung cari air minum setelahnya. sepagian ini juga demikian. aku menyadari itu lalu membeli sebotol air mineral untuk persiapan.
aku harus menemui Ibu yang sedang menemani Sinal periksa di RSUD, di klinik THT. sakit tenggorokan Sinal sudah parah, tidak bisa makan dan minum dengan mudah. sebelumnya sudah ke Klinik Khusus THT, tapi hasilnya nihil. Ibu beberapa kali menelponku, mencurahkan perasaannya tentang sakit yang Sinal rasakan. mungkin tidak semua, karena samar" ada isak yang Ibu tahan, aku merasakan dari suaranya yang sedikit parau.
seperti biasa, Ibu, siapapun, akan punya perhatian berlebihan pada anaknya. Sinal, sama seperti saya, tidak peduli pada sakit" begini. karena tidak ingin membuat orang" di sekitarnya khawatir, apalagi Ibu. tapi justru begini jadinya. setiap kali Ibu menelpon membicarakan ini, aku berusaha meyakinkan Ibu bahwa Sinal baik" saja, dan ini bisa dilalui. tapi karena kekhawatiran Ibu semakin menjadi dan hanya aku yang dicurhati, aku merasa harus ke sana berbicara langsung pada Ibu.
kekhawatiran Ibu yang berlebihan sudah terlihat sejak pertama kali tatapan kita bertemu di ruangan depan RSUD. Ibu senang, juga sedih. senyumnya merekah melihatku, tapi matanya sayu lelah. aku mengambil tangannya dan segera mencium telapaknya. kita lalu menuju ruang tunggu di depan banyak pintu klinik. Sinal masih terlihat kurus sejak terakhir bertemu sepekan lalu. jelas karena asupan makannya kurang, karena susan nelan dan minum.
kekhawatiran Ibu yang berlebihan masih terlihat saat menemani Sinal masuk ke klinik THT dan bertanya banyak hal ke dokter, juga saat antre laboratorium, dan antre ambil obat. aku tidak bisa ngapa"in, ini urusan Ibu dengan hatinya yang sedang gelisah. aku hanya memegang tangan kanannya dengan tangan kiriku, sementara tangan kananku masih memegang The Murder of Roger Ackroyd untuk aku baca.
malam hari di rumah, baru Ibu bisa mencurahkan hatinya yang dalam padaku, di depan Sinal juga dan Bapak. suaranya lebih parau dari biasanya, aku mendekatinya, bersandar di sampingnya dengan tangan kanan memeluk pundaknya. aku memberi kode pada Sinal agar memeluknya. Sinal bangkit dari tempat duduknya dan memeluk Ibu yang duduk berselonjor.
Ibu, seperti perempuanya lain, punya sense yang peka dan berlebihan pada hal yang sangat Ia cintai. pada anak"nya, Ibu ingin yang terbaik. tidak ingin ada yang terluka dan sakit. sekecil apapun. karenanya, sikap yang sangat berlebihan ini sangat menggangu. tapi baginya, ini sangat mengganggu pikirannya. karena dia sudah menghadapi pertarungan batin, di hatinya, ada pertempuran yang tidak semua orang lihat.
masih dalam situasi awkard, Bapak tertawa, melontarkan sindiran pada Ibu, mengejeknya dan membully. senyum Ibu langsung pecah. sialan, begini amat ya suami istri. tahu bagaimana bersikap saat salah satunya sedih dan tepat sasaran. sebelum Bapak bersuara, bahkan aku dan Sinal bicara banyak, juga melucu, tapi tidak mempan. Ibu tetap nangis dengan memohon padaku agar menasihati Sinal agar tidak beraktivitas berat yang membuatnya tambah sakit. tapi begitu Bapak yang duduknya dua meter dari Ibu berseloroh, Ibu langsung tertawa dan balas mengejek Bapak. yaelah. suasana konyol yang sangat aku rindukan. suasana hangat berempat, karena Zein sedang pergi ngaji di TPQ.
ada di rumah selalu emosional begini, dengan atau tanpa kejadian yang seperti ini. bukan, bukan yang seperti itu. tapi yang sederhana saja. melihat cara Ibu mengerjakan banyak hal di dapur, membantunya dan berusaha mengambil alih beberapa pekerjaan kecil yang dilakukannya. atau melihat cara Bapak melengkapi pekerjaan Ibu selesai melaut, berbicara bersama teman"nya yang datang bertamu sore dan malam hari hingga akhirnya kita berkumpul di ruang tengah membicarakan hal" gak penting sampai yang menguras emosi. kadang Zein menengahi dengan keluguannya, kadang nyebelinnya. tapi Zein seringkali jadi alasan kami tetap senang dan tertawa begini.
pulang selalu jadi emosional sekarang, belakangan ini. ironisnya, itu terjadi setelah nenek tiada. kesempatan bertemu keluarga besar ini selalu menyenangkan. menjadi sangat berarti. irosnisnya setelah nenek tak lagi di dunia. kehilangan memang selalu merubah banyak hal. tidak ada yang sama setelahnya. dan semua kesadaran tentang penting dan berarti itu, datang setelah semuanya berlalu. kita akan lebih mudah memaknai setelah kehilangan menemui. dan karena mati adalah kepastian, menjadikan setiap pertemuan berarti adalah keharusan.
sabtu, empat belas Juli 2018
Kehangatan yang Emosional..
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar