Malam yang berat. Dua hari yang sama. Berada di kamar dengan kaos terbungkus jaket. Berkeringat hebat, satu kondisi favorit saat sakit. Tidak, aku hanya ingin menyebutnya dengan kondisi lemah. Kurang berdaya. Kondisi sengaja mematikan kipas angin dan menutup jendela. Kondisi sedang bermusuhan dengan angin, apapun medianya. Kondisi yang pernah aku rasa saat aku candu memikirkanmu.
Aku tidak ingin pagiku bermula begini. Kacau. Beranjak seadanya saat Subuh, dengan tangan gemetar seperti mengidap parkinson. Tampil sembrono di hadapan Tuhan, sedangkan aku menyimpan banyak keluh yang harus dibicarakan padaNya. Beberapa teman datang ke kamar bergantian. Entah kenapa mereka jadi sok tau, jadi memperhatikan setiap gerak yang ingin aku lakukan. Jadi penyayang. Jadi pengasuh tiba". Jadi sok bijak dengan bilang aku sakit dan harus segera dirawat. Hal mengherankan lainnya, dari mana mereka menyimpulkan..? dan jika benar, dari mana mereka tau..?
Padahal Jumat ku baik" saja, meskipun semua orang di NewMedia berkata wajahku pucat, awut"an dan tidak segar. Aku tidak mengabaikan, aku hanya balik bertanya 'Memangnya, di hari lainnya aku bagaimana..?'. Aku berbohong, hal yang sama sering dilakukan Ibu dan Bapak saat sedang sakit. Malamnya, aku berada di kondisi yang sama seperti malam ini.
Hari ini pun aku ingin berpura". Aku mulai bisa melakukannya. Seperti semua orang di sekelilingku. Berpura tertawa untuk menarik perhatian. Berpura pintar untuk menjilat. Berpura tersenyum untuk menyembunyikan kebencian. Berpura bicara untuk menghindari tanya. Berpura" bukan munafik. Hanya candu yang terbiasa. hingga akhirnya berakhir pada kekosongan. Aku biasa melakukannya. Berpura tidak terjadi apa", sampai kemudian emosiku hilang bersamanya.
Saat seperti ini, pikiranku sering meracau. Berkata apapun tak sesuai hati. Berteriak pada bolpen yang seringkali aku pegang. Berbisik pada setiap buku, menanggapi salah satu isinya. Blur, adalah buku yang sering aku ajak ngobrol. Bill Kovach dan Tom Rosentiel, penulisnya, tak pernah tau aku sering mengolok"nya. Aku mengajakanya agar sering ke Indonesia, agar tau bagaimana distorsi informasi masih sering tersaji sebagai berita. Hanya di sini, di negeri antah berantah, katamu.
Saat seperti ini, aku memang tak lagi waras. Tapi berhasil membuat hidupku lebih tenang, membuat bayangmu selalu ada dan menentramkan malamku. Aku takkan tenang, saat sehatku datang. Sehat itu melelahkan, harus mendengar dan melihat seperti biasa. Meskipun tak semua ingin Kau dengar dan lihat. Malah, Kamu yang ingin sekali aku pandang, harus terhalang oleh banyak siluet bayang.
Saat seperti ini, aku ingin berjalan ke luar. Menyusuri malam, sendiri. Berhenti berharap pada manusia lainnya. Mungkin sebentar, mungkin juga lama.
Beranjak atau Bicara..
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar