Kau mulai memejamkan mata, tak peduli sedang di mana. Kau tau Kau sedang di mana. dengan semua bunyi klakson dan desing knalpot itu, Kau tau sedang di mana. tapi Kau ingin memejamkan mata, karena menghela nafas saja sudah tak sanggup menyelesaikan persoalan ini.
Kau di jalan menuju rumah. aku tau Kau tau itu. hanya saja Kau tidak bisa membedakan pagi yang baru lahir dan sore yang merana. langitnya merah, tak lagi jingga atau kuning pudar. merah merana, seperti sedang terluka dan marah. sepertimu yang sekarang sedang memejamkan mata.
Kau masih memejamkan mata, tak peduli Kau sedang di mana. Kau pikir mati sekarang atau besok sama saja. kesedihan ini tidak mengantarkanmu pada banyak kejernihan. terlalu susah menggapainya. dada terasa sesak dengan amarah. ingin meledak bersama peristiwa yang bisa saja terjadi di jalan.
banyak kilometer yang harusnya Kamu tempuh sore ini. ditambah macet yang pasti terjadi, Kamu tau akan menemui petang di sini, di jalan, seperti biasa. tapi jalan begitu sunyi. Kau hanya mendengar teriakan dan bising suara dari kepalamu. pikiran itu berkecamuk di antara ributnya jalanan.
sore ini hanya ada Kamu dan semua pikiran yang ingin Kau diamkan, tapi tak bisa. bising gak karuan. Kau pejamkan mata meski Kau tau sedang di mana. Kau sudah tidak bisa lagi membedakan banyak hal. lampu jalanan yang berbaris dan langit merah yang bergaris. petang sebentar lagi. Kau bahkan tak bisa bedakan rintik hujan dan air mata yang mulai mengalir di pipimu.
kondisi itu tidak bisa Kau hentikan, sampai akhirnya Kau tiba di rumah. memanggil-manggil namaku, mencari, dan menemukanku. sambil terisak, Kau memelukku. Kau ingin bercerita, tapi suaramu tidak keluar. Kau ingin mengatakan sesuatu, tapi tertahan. Kau diam, dan masih terisak. tapi aku tau Kau sedang sedih. entah kenapa keheningan membuat kami lebih terhubung ketimbang berkata-kata.
*ngadaptasi puisi 'Di Jalan Menuju Rumah' M Aan Mansyur (2016)
Sebelum Petang Juga Memerah..
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar