Arabika Dlundung; Silaturahmi dalam Secangkir Kopi

Apa yang membuatmu sangat antusias untuk satu cangkir kopi..? Jawabanmu bisa beragam dan tak hanya satu. Tapi bagi yang hobi ngopi, berbagi nikmat yang pernah dirasakan adalah ketertarikan terbesar pada kopi. Nikmat itu kadang tidak selalu hadir dalam rasa pahitnya, tapi juga kebersamaan yang menyertainya, tawa yang membungkusnya atau silaturahmi yang diperjuangkan.

Sore itu akhir pekan lalu, dalam suasana Syawal, aku bersama Rohman seorang teman bersilaturahmi ke Mahfud Halimi, kakak kelas di pesantren yang buka kedai kopi di Mojokerto. Berbekal akun facebook, instagram dan nekat, kami berangkat mencari kedai ini. Kami agak susah menghubunginya, karena saat di pesantren hampir tidak pernah berkomunikasi dengannya. Kami hanya tau kalau perjalanan ini tidak akan mudah. Patokannya adalah Bypass Mojokerto, selebihnya kami serahkan pada Tuhan dan indera lain yang sudah terlatih.

Sebelum berangkat aku mengirim pesan via facebook dengan gerombolan pertanyaan di dalamnya. Termasuk nomor telpon dan alamat tepat kedainya. Alhamdulillah di tengah perjalanan, kami mendapat kiriman maps dari Mahfud. Kedai Kopi Asisa, diambil dari nama kopi Wonosalam Jombang; excelsa. Orang Jawa seringkali menyebutnya sebagai 'asisa'. Lokasinya terpencil dan tentu jauh dari keramaian. Sepanjang jalan selepas Bypass Mojokerto, hanya sawah dan benda hijau lainnya yang bisa kami lihat. Kedainya ada di pinggir jalan dengan kediaman di belakang dan masjid di sebelahnya.

'Gimana perjalanannya..?', Mahfud dan istrinya menyambut kami dengan pertanyaan.
'Menyenangkan', jawabku.
'Harusnya tadi gak aku kirim maps, biar lebih menyenangkan', Mahfud tersenyum.
'Selama kopi-mu bisa menunggu, kami tidak apa tersesat sebentar', lalu percakapan singkat ini diakhiri dengan tawa.

Kami langsung to the point tentang kunjungan ini. Pertama silaturahmi. Kedua tentu saja ingin lebih banyak tau tentang menu kopi yang dia sajikan di kedainya. Sembari mengenalkan beragam menu kopi di kedainya, Mahfud bercerita banyak tentang kopi yang berhasil dia proses bulan lalu. Mahfud sama saja dengan kebanyakan pemilik warung kopi, kedai kopi, coffee shop, cafe atau apapun namanya. Di mataku, mereka berangkat dari hobi ngopi dan rasa saling menghormati. Rasa yang ditunjukkan produsen kopi pada penikmat kopi. Rasa yang memisahkan biji-biji kopi dari senyum para petani, hingga larut dalam cangkir dan sampai di hadapan para peminum kopi. Rasa menghormati itu juga yang menjaga kualitas nikmat secangkir kopi, bukan menenggelamkannya dan bermegah pada konsep tempat untuk sebuah cafe.

Sudah bukan rahasia lagi kalau Indonesia memiliki sisi ironi pada kopi. Negara penghasil kopi terbesar ketiga setelah Brazil dan Vietnam (versi National Geographic), tapi tidak masuk dalam 10 negara peng-konsumsi kopi terbanyak di dunia (versi The Atlantic). Ironi lainnya adalah, tingginya konsumsi masyarakat pada kopi instan dan kopi kualitas kurang baik. Padahal tanah subur yang memanjang dari Sabang sampai Merauke ini punya banyak single origin untuk dinikmati. Jangankan Jawa, dipersempit jadi masing-masing provinsi, Jawa Timur punya banyak single origin. Sebut saja Malang, Lumajang, Bondowoso hingga Banyuwangi; kota-kota yang dikenal memproduksi kopi. Setelah saya berbincang dengan Mahfud, Mojokerto juga punya kopi yang luput dari radar.

Mahfud menempatkan tiga cangkir kopi di depan kami dengan proses penyajian V60. Aku dan Rohman mengangkat dua diantara cangkir tersebut dan mendekatkannya ke hidung. Aromanya harum, body-nya ringan dan lembut. Saat aku menyeruputnya, rasa pahit, fruity dan asam yang segar langsung mampir berebutan memenuhi indera perasaku. Sesaat aku dan Rohman tak bicara. Kami mempertemukan pandang dan kembali menatap cairan hitam keemasan di cangkir yang kami pegang. Nikmatnya tak terbantahkan. Tapi sama seperti hidup, nikmat selalu memiliki proses yang tak mudah.

Mahfud menunjukkan kopi Arabika Dlundung yang sekarang
jadi minuman single origin recommended di kedainya.
Mahfud bercerita bahwa kopi yang kami minum barusan adalah kopi arabika asli Mojokerto, berasal dari kawasan sejuk Dlundung Trawas sana, lereng pegunungan Welirang. Pada kami, Mahfud bercerita bahwa masih banyak petani kopi Mojokerto yang memproses kopi asal-asalan. Padahal jika diproses dengan benar, kualitas kopinya tidak kalah dengan kopi specialty lainnya di Indonesia. Mahfud menamakan kopi ini 'Arabika Dlundung'.

Setahun lalu, dia mengajak seorang temannya yang juga memiliki kedai mencari kopi di kawasan Trawas. Dari sana, mereka tau kalau banyak petani yang belum paham benar memproses kopi. Sebagian besar dari para petani itu memetik buah yang masih hijau dan memaksakan untuk diproses. Kebanyakan alasan dari mereka adalah ekonomi. Cepat panen, cepat jual dan cepat mendapatkan uang. Proses yang dipilih pun dianggap oleh Mahfud dan temannya kurang baik. Mereka memilih natural process dan butuh sekitar 28 hari untuk pengeringan. Padahal, pengeringan dengan masa seperti itu rawan jamuran, kopinya cacat dan menimbulkan rasa tidak enak. Benar saja, setelah disangrai dan diseduh, rasa kopinya kecut seperti tape.

Setahun lalu juga, Mahfud dan temannya mencari petani kopi di Trawas yang mau diajak kerja sama untuk memproses kopi dengan baik. Datang ke empat petani dan mereka berdua ditolak. Beruntungnya, petani ke-lima yang mereka temui mau bekerja sama, bersedia memanen kopi saat matang berwarna merah. Selama setahun, mereka banyak bereksperimen dalam memproses kopi. Akhirnya Ramadhan kemarin, kerja sama itu membuahkan hasil. Sekarang Arabika Dlundung diproses dengan washed process yang hanya memerlukan waktu seminggu sebelum akhirnya dinikmati.

Mahfud juga bercerita banyak tentang barista-barista di Jawa Timur. Dia mengenalkan pada kami nama-nama dan tempat mereka bekerja. Aku dan Rohman menganggap cerita ini sebagai awal dari safari kopi yang akan kami lakukan. Selain itu, dari cerita Mahfud juga, ada satu nama peracik kopi yang kami ingat sampai sekarang. Jainuri atau lebih dikenal dengan Pak Jainuri, roaster kopi asal Krian, guru para barista di Jawa Timur dan kami sudah memasukkan namanya dalam list safari kopi selanjutnya.

Jadi, apa yang membuatmu antusias untuk secangkir kopi..? Bagi kami, kopi adalah simbol silaturahmi. Berbagi nikmat dengan secangkir kopi, selalu menghadirkan cerita yang berujung tawa. Kami tidak sedang mempromosikan kedai kecil ini. Kami hanya ingin menggugahmu sebagai pecinta kopi. Bahwa di luar sana, ada banyak kopi yang harus Kau nikmati. Bersama dengan sebaris doa para petani kopi yang ada di dalamnya. Salam.




0 komentar:

Posting Komentar